Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Eks Koruptor Boleh Nyaleg, Kemana Komitmen Berantas Korupsi?

 


Oleh Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 


Pada pemilu 2024 depan, eks koruptor diperbolehkan mendaftar caleg guna menempati posisi di DPD, DPR maupun DPRD. Kebolehan tertuang dalam pasal 240 ayat 1 UU Pemilu No 7 Tahun 2017. Pada pasal tersebut tidak mencantumkan larangan eks koruptor menjadi bakal caleg. Pada huruf g disebutkan bahwa eks koruptor harus jujur dan terbuka menyampaikan ke masyarakat bila ia mantan narapidana. Dengan demikian ia boleh mencalonkan diri.


Memang dalam peraturan KPU No 7 Tahun 2018, Pasal 60 ayat 1 menyebutkan larangan eks koruptor mencalonkan diri. Hanya saja peraturan KPU tersebut dibatalkan oleh MA lewat peraturan MA No 30 P/HUM/2018.


MA mengemukakan alasannya dalam membatalkan larangan eks koruptor mencalonkan diri. Yang utama alasannya terkait dengan HAM dan tumpang tindih peraturan.


Menurutnya setiap orang mempunyai hak asasi untuk memilih dan dipilih. Artinya setiap orang mempunyai hak politik, termasuk eks koruptor. Jadi larangan eks koruptor nyaleg itu bertentangan dengan hak asasi manusia.


Sebenarnya penilaian jika eks koruptor dilarang mencalonkan diri disebut melanggar HAM, ini adalah alasan yang bias dan ambigu. Bagaimana mungkin membela hak asasi eks koruptor sementara pada saat yang bersamaan melanggar hak asasi warga negara? Warga negara audah geram terhadap kasus korupsi di Indonesia. Bukannya semakin berkurang dan bisa hilang, justru kasus korupsi seperti menggurita.


Menurut pantauan ICW, sepanjang tahun 2021 ada 1.282 tindak pidana korupsi yang disidangkan. Sedangkan jumlah terdakwa yang terlibat sebanyak 1.404 orang. KPK sendiri dalam rentang tahun 2004 hingga Oktober 2022 telah menangani 1.310 kasus. Yang paling banyak adalah kasus suap sebanyak 867 kasus. Korupsi pengadaan barang dan jasa sebanyak 274 kasus, dan penyelewengan anggaran sebanyak 57 kasus. Berikutnya adalah tindak pidana pencucian uang, pemerasan dan merintangi proses penyidikan. Tindak pidana korupsi terbanyak terjadi di instansi pemerintah kabupaten atau kota sebanyak 537 kasus. Selanjutnya adalah korupsi di instansi kementerian dan provinsi masing-masing sebanyak 406 dan 160 kasus.


Bahkan parahnya kasus korupsi di semester awal 2022 terdapat 252 kasus dengan sebanyak 612 orang terdakwa. Jumlah kerugian negara sebanyak Rp 33,6 trilyun.


Adapun terkait alasan tumpang tindih aturan juga tidak bisa diterima. Bila komitmen pemberantasan korupsi itu kuat tentunya celah yang berpotensi terjadinya tindakan korupsi harusnya segera ditutup. Lagi-lagi batu sandungannya adalah tidak adanya UU yang melarang eks koruptor untuk mencalonkan diri. Sementara ada peraturan KPU yang melarang, tentunya mudah dicabut karena bertentangan dengan aturan di atasnya. Artinya harapan masyarakat dan bangsa ini untuk terbebas dari kejahatan korupsi bagaikan menggantang asap.


Demikianlah aturan perundang-undangan yang dijiwai oleh ruh sekulerisme. HAM itu lebih tinggi bahkan daripada agama sekalipun. Mereka lebih takut melanggar HAM daripada melanggar norma-norma agama.


Pandangan Islam


Untuk memilih pemimpin dalam konsepsi Islam, terdapat beberapa syarat utama yakni Islam, laki-laki, berakal, baligh atau dewasa, merdeka, adil, dan amanah. Ketujuh syarat itu harus dimiliki oleh calon pemimpin Islam. 


Tentunya dengan syarat demikian sudah menutup celah bagi para koruptor untuk mencalonkan diri. Korupsi yang mereka lakukan sangat merugikan bangsa dan negara. Maka takzir terhadap kejahatan korupsi tergantung dengan tingkat mudhorot yang diakibatkannya terhadap negara. Artinya tindakan korupsi yang dilakukan telah menghilangkan sifat adil dari dirinya. Dengan korupsi yang dilakukannya itu telah menjadikannya sebagai orang dholim. Tentunya ia tidak akan bisa dipilih sebagai pemimpin dan pejabat politik.


Apalagi di dalam Islam, pemilihan hanya dilakukan untuk memilih kepala negara yakni Kholifah. Sedangkan para pemimpin dan pejabat di bawahnya, menjadi kewenangan Kholifah untuk memilihnya. Dengan demikian anggaran keuangan negara tidak tersedot ke dalam suatu hajatan pemilihan pemimpin. Anggaran keuangan negara bisa digunakan untuk kemakmuran rakyat.


Dalam memilih dan menentukan para pejabatnya, seorang Kholifah akan menerima saran dan masukan untuk kebaikan rakyatnya. Bila wali maupun amilnya melakukan kesalahan tentunya akan ada sangsi, minimal dicopot dari jabatannya.


Dengan demikian, pemerintahan Islam akan bisa berjalan dengan baik. Rakyat legowo dengan kepengurusan para pemimpin dan pejabatnya. Sedangkan para pemimpin dan pejabat berusaha untuk melayani rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Niscaya kehidupan akan menjadi aman, sentausa dan sejahtera dengan diterapkannya Islam secara kaffah dalam wadah al-Khilafah Islam. 


#22 Februari 2023

Posting Komentar

0 Komentar