Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Potret Kelam Generasi: Remaja Pelaku Pembunuhan dalam Sistem Pendidikan yang Gagal

Oleh : Esnaini Sholikhah,S.Pd (Penulis dan Pengamat Kebijkan Sosial)


Kepolisian Resor Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur mengungkap kasus pembunuhan oleh seorang remaja berinisial J (16 tahun) terhadap satu keluarga berjumlah lima orang. Diduga motif pembunuhan yang terjadi di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, karena persoalan asmara dan dendam pelaku terhadap korban. Antara pelaku dengan korban saling bertetangga. “Pelaku yaitu remaja berusia 16 tahun berinisial J, yang masih di bawah umur, kelas 3 SMK, 20 hari lagi baru usianya 17 tahun,” terang Kapolres PPU AKBP Supriyanto saat dikonfirmasi Republika, (Kamis, 8/2/2024).


Tak hanya menghabisi nyawa satu keluarga di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, PPU, pelaku juga menyetubuhi jasad SW, (34), istri korban Waluyo, (35), dan RJ, (15), yang tak lain adalah anak pertama Waluyo. Kronologi pembunuhan, sebelum melakukan aksinya, J berkumpul dengan temannya pada Senin malam. Diberitakan Kompas.com (6/2/2024), mereka berkumpul untuk mengonsumsi minuman keras pada Senin (5/2/2024) malam. Sekitar pukul 23.30 Wita, J diantar pulang temannya. Namun, dia justru mempunyai niatan untuk membunuh korban. Pelaku J kemudian membawa senjata tajam berupa parang ukuran sekitar 60 sentimeter tanpa gagang. Dia lalu menuju ke rumah korban yang merupakan tetangganya untuk melakukan pembunuhan.


Kasus ini merupakan salah satu potret buram pendidikan Indonesia, yang gagal mewujudkan siswa didik dengan berkepribadian terpuji, sehingga tega melakukan perbuatan sadis dan keji. Adapun aturan hukum yang akan menjeratnya adalah pasal 340 KUHP subs pasal 338 KUHP, subs Pasal 365 KUHP, Jo Pasal 80 Ayat (3), Jo Pasal 76 c UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup. “Pelaku terancam hukuman mati ataupun seumur hidup. Pelaku masih dibawah umur dan berstatus pelajar SMK. Dari keterangan keluarga pelaku sempat ada hubungan asmara dengan korban anak pertama tetapi ditolak karena sudah punya pasangan lain,” pungkas AKBP Supriyanto.


Penerapan sistem sanksi pidana saat ini begitu lemah, karena tidak mampu mencegah individu melakukan kejahatan. Berdasarkan UU 11/2012, kelompok usia yang digolongkan sebagai “anak” dalam ranah perkara hukum adalah yang berusia 12-17 tahun. Menurut data dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, terjadi tren peningkatan kasus anak berkonflik dengan hukum selama 2020-2023. Per 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak diantaranya berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sedangkan 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana. Dengan data tersebut, bisa kita simpulkan bahwa peningkatan jumlah pelaku kriminal pelajar yang sudah melampaui ratusan hingga ribuan, kasus seperti ini bukan lagi masalah kasuistik yang diselesaikan dengan perbaikan pola didik keluarga semata, melainkan sudah menjadi masalah sistemis yang perlu ada solusi fundamental.


Peristiwa memilukan ini harusnya menjadi alarm keras, terutama bagi dunia pendidikan. Makin ke sini, generasi muda sepertinya makin jauh dari kebaikan. Mereka menjadi generasi yang dekat dengan tindak kriminal, sadis lagi bengis. Oleh karenanya, masalah kerusakan generasi yang diakibatkan sistem sekularisme harus dituntaskan secara sistemis juga. Inilah harga yang harus dibayar dalam sistem yang jauh dari aturan Islam. Bahkan hukum dan UU yang adapun nyatanya tidak mampu mengatasi angka kriminalitas dan kejahatan. Buktinya, berbagai regulasi yang dibuat untuk mencegah kejahatan tidak berefek jera bagi pelaku. Apalagi, pelaku kriminal kalangan remaja akan merasa “terlindungi” dengan dalih “di bawah umur”, padahal mereka seharusnya sudah cukup umur untuk memahami perbuatan salah dan benar, serta menanggung konsekuensinya jika melanggar. Kasus ini menambah deretan panjang kebobrokan generasi di bawah asuhan sistem sekularisme.


Sangat berbeda dalam sistem Isalam, Islam memiliki sistem kehidupan terbaik berasaskan akidah Islam. Diantaranya adalah sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkualitas dan berkepribadian Islam dan sistem sanksi yang menjerakan. Karakter dan kepribadian yang baik terbentuk dari pola pikir dan pola sikap yang baik pula. Dalam pandangan Islam, ketika anak sudah memasuki masa baligh, ia terikat dengan hukum-hukum Islam. Artinya, ia sudah menjadi seorang mukalaf (orang yang terbebani hukum) atas setiap amal perbuatannya, termasuk konsekuensi sanksi yang akan menjeratnya jika ia terbukti berbuat kriminal. Kita tentu merindukan hadirnya generasi berkualitas, berkarakter mulia, dan cerdas. Generasi seperti ini mustahil lahir dari rahim sistem kehidupan kapitalisme sekuler. Fakta membuktikan, makin jauh dari Islam, kerusakan generasi makin parah. Makin tinggi nilai-nilai sekuler yang diterapkan, kejahatan kian merajalela. Artinya, peran sistem sangat mendukung dan berpengaruh besar dalam pembentukan generasi.


Terkait hal ini, Islam memberi solusi mendasar dengan tiga pilar. Pertama, ketakwaan individu dalam pendidikan keluarga. P


endidikan keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Setiap keluarga muslim wajib menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam mendidik anak. Dengan pendidikan berbasis akidah Islam akan terbentuk karakter iman dan ketaatan yang dapat mencegahnya berbuat maksiat. Anak juga diajarkan tanggung jawab atas setiap perbuatannya sehingga akan terbentuk generasi yang mampu bersikap dewasa dengan menjadikan halal haram sebagai asas perbuatan. Kedua, kontrol masyarakat dengan tabiat amar makruf nahi mungkar. Budaya saling menasihati akan mencegah individu berbuat kerusakan. Masyarakat yang terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar, tidak akan memberi kesempatan perbuatan mungkar menyubur. Dengan begitu, fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial dapat berjalan dengan baik. Ketiga, negara menerapkan sistem Islam secara kaffah di segala aspek kehidupan. Negara menyelenggarakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam untuk membentuk generasi berkepribadian Islam. Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat sehingga masyarakat terhindar dari berbagai kejahatan.


Negara juga wajib menghilangkan segala hal yang merusak keimanan dan ketaatan setiap muslim. Sistem Islam memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak kejahatan, salah satunya dengan pengharaman khamar (minuman keras) yang merupakan induk kejahatan, menutup industri dan peredaran miras, hingga memberantas peredaran narkoba. Memblokir konten porno dan kekerasan, melarang produksi film atau tayangan pornografi, mengumbar aurat, dan konten negatif lainnya. Negara juga menegakkan sanksi tegas sebagai penindakan atas setiap pelanggaran syariat Islam. Namun, ketiga pilar ini hanya akan berfungsi secara optimal dan menyeluruh jika Negara ini menerapkan sistem Islam (Khilafah). Khilafah telah melahirkan banyak generasi cemerlang dan unggul, tidak hanya dalam ilmu saintek, tetapi juga sukses menjadi ulama yang faqih fiddin. Keseimbangan ilmu ini terjadi karena menjadikan Islam sebagai asas dan sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Wallahualam bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar