Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Marak Bencana di Indonesia, Akibat Mitigasi Bencana yang Seadanya

Oleh: Esnaini Sholikhah, S.Pd (Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial) 


Pasca Lebaran 2024, Indonesia diuji dengan berbagai bencana, termasuk banjir dan tanah longsor di Lumajang, pada Kamis (18-4-2024). Banjir tersebut disebabkan tidak hanya oleh banjir lahar hujan dari Gunung Semeru, tetapi juga oleh meluapnya air sungai yang berdekatan dengan aliran lahar. Menurut data BPBD, sembilan kecamatan terdampak, dengan empat kecamatan terdampak banjir lahar Gunung Semeru, empat kecamatan lainnya terdampak banjir akibat meningkatnya debit air sungai, dan satu kecamatan terdampak bencana longsor. Keempat kecamatan yang terdampak banjir lahar Gunung Semeru adalah Candipuro, Pasirian, Tempah, dan Pasrujambe, sedangkan keempat kecamatan lainnya terdampak banjir akibat meningkatnya debit sungai adalah Senduro, Sumbersuko, Lumajang, dan Sukodono. Kecamatan lain yang terdampak adalah Pronojiwo, yang mengalami bencana longsor.


Kepala BPBD Kabupaten Lumajang, Patria Dwi Hastiadi, mengungkapkan bahwa terdapat tiga korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Pasangan suami istri, Bambang dan Ngatini, warga Desa Kloposawit, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, menjadi korban ganasnya banjir lahar hujan Gunung Semeru. Sedangkan satu korban lainnya, Ernawati, warga Desa Sumberurip, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, menjadi korban tanah longsor. (Kompas, 18/4/2024)


Tidak hanya di Lumajang, bencana banjir juga melanda Sigi, Sulawesi Tengah. Banjir yang menerjang Desa Balongga dan Sambo mengakibatkan 173 rumah terendam air lumpur, dengan 487 jiwa dan 419 kepala keluarga terdampak. Beberapa fasilitas umum juga rusak, termasuk SMP 26 Sigi, SDN Balongga, Puskesdes Balongga, rumah adat, dan jembatan Balongga. (Tribun News, 19/4/2023)


Sementara itu, banjir disertai tanah longsor melanda Kabupaten Lebong, Bengkulu, sejak Selasa (16-5-2024). Sebanyak 2.712 warga mengungsi akibat banjir ini. Banjir merusak fasilitas umum, rumah, dan sektor pertanian di enam kecamatan. Banjir ini merupakan banjir terburuk yang melanda Lebong dalam 30 tahun terakhir, dengan 195 rumah rusak sedang dan berat. Kerusakan infrastruktur juga terjadi di 35 titik seperti jembatan, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan desa, dan jalan usaha tani. Sebanyak 22 lokasi sentra perekonomian juga hancur tersapu banjir. (Kompas, 18/4/2024)


Masih banyak persoalan dalam penanganan bencana di Indonesia yang sebenarnya dapat dicegah dengan mitigasi yang sungguh-sungguh dan profesional. Namun faktanya, negara selalu gagap ketika terjadi bencana, dan seringkali mengutip keterbatasan dana sebagai penyebabnya. Akibatnya, masyarakat yang terdampak banjir mengalami penderitaan dan kehilangan tempat tinggalnya. Negara hanya mengandalkan swadaya masyarakat setempat untuk mengatasi kebutuhan dana dalam penanganan bencana.


Secara geografis, Indonesia memiliki karakteristik yang rentan terhadap bencana banjir karena memiliki pegunungan aktif, wilayah perairan yang luas, dan curah hujan yang tinggi. Namun, upaya mitigasi bencana di Indonesia masih sangat minim, terutama dalam penanganan banjir. Meskipun banjir merupakan fenomena berulang yang penyebabnya dapat diprediksi, seperti curah hujan tinggi, pemerintah dan masyarakat seharusnya dapat bersiap menghadapinya.


Mitigasi bencana banjir sangat penting dilakukan di Indonesia, yang sering mengalami curah hujan tinggi. Mitigasi ini mencakup langkah-langkah sebelum, saat, dan setelah terjadinya bencana. Mitigasi dapat berupa pembangunan fisik (struktural) dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana (non-struktural). Misalnya, pembangunan yang membatasi perkembangan wilayah rawan banjir, serta revitalisasi sungai untuk meningkatkan kapasitas tampungnya. Masyarakat juga perlu diberi informasi yang cukup sebelum terjadinya bencana, termasuk jalur evakuasi dan langkah-langkah pengurangan risiko.


Pada saat bencana, informasi mengenai tempat pengungsian, waktu pengungsian, rute menuju tempat pengungsian, dan barang yang harus dibawa juga sangat penting. Setelah bencana, langkah-langkah untuk memulihkan kondisi seperti membersihkan dan memperbaiki rumah, gedung, dan fasilitas umum harus dilakukan. Dengan mitigasi yang efektif, risiko terkait bencana bisa diminimalkan, korban jiwa dapat dicegah, dan dampak bencana dapat dikurangi.


Dalam Islam, penanganan mitigasi bencana menjadikan negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Khilafah akan melaksanakan mitigasi dengan sungguh-sungguh, sehingga dapat mengurangi risiko akibat bencana banjir. Negara Khilafah akan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk menangani bencana, tanpa mengandalkan swadaya masyarakat. Islam menjamin ketersediaan dana untuk penanggul


angan bencana melalui pemasukan dari berbagai sumber.


Negara Khilafah akan menjamin ketersediaan dana untuk penanggulangan bencana, tanpa membebani masyarakat dengan tanggung jawab yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Islam menetapkan alokasi dana khusus untuk penanganan bencana alam dalam struktur keuangan negara. Oleh karena itu, sistem Islam memberikan jaminan bahwa ketersediaan dana untuk penanganan bencana akan terpenuhi. Dalam sistem Khilafah, dana untuk kepentingan rakyat akan disediakan langsung oleh negara dari berbagai sumber penerimaan. Itulah keunggulan sistem Islam dalam penanganan bencana. Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar