Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Peran Santri Sebagai Garda Terdepan Dalam Perjuangan Kebangkitan Umat

Oleh: Esnaini Sholikhah,S.Pd

(Penulis dan Pengamat Sosial)


Hari Santri diperingati setiap tahun sejak Presiden Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) 22/2015 teantang Hari Santri Nasional. Oleh karena itu, seremonial Hari Santri mendapat banyak perhatian publik dari tahun ke tahun dengan meriah, dengan serangkaian seremonial, dari upacara, kirab, baca kitab sampai festival sinema. Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan ucapan selamat Hari Santri Nasional Tahun 1447 Hijriah kepada para santri, santriwati, kiai, nyai, hingga keluarga besar pondok pesantren di seluruh Tanah Air. Dalam ucapannya, Kepala Negara menekankan bahwa Hari Santri merupakan momentum untuk mengenang jasa para ulama dan santri yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan. 


Peringatan Hari Santri Nasional 1447 Hijriah menjadi momen bagi Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, untuk mengenang semangat Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang digelorakan KH Hasyim Asy’ari, ulama sekaligus tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Tema tahun ini adalah "Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia.” Peringatan tahun ini menegaskan peran santri sebagai agen kemajuan global yang tetap berpijak pada nilai keislaman. Hari Santri Nasional 2025 menjadi pengingat akan perjuangan sejarah santri dan tanggung jawab mereka dalam mengawal kemerdekaan menuju peradaban dunia yang berkeadilan. (GarudaTV, 25/10/2025)


Peringatan Hari Santri saat ini lebih banyak seremonial, namun tidak menggambarkan peran santri sebagai sosok yang fakih fiddiin dan agen perubahan. Hendaknya Hari Santri tidak hanya diperingati sebagai bentuk penghargaan terhadap adanya seruan jihad melawan penjajah, melainkan mengembalikan peran santri sebagai garda terdepan dalam perjuangan untuk kebangkitan umat dan peradaban Islam. Jika sekadar mengenang romantisnya sejarah kelahiran Hari Santri, hal ini justru hanya akan memandulkan peran santri. Secara etimologis bahasa “santri” dalam bahasa Arab terdiri dari lima huruf yang setiap hurufnya memiliki arti ‘pelopor kebaikan’, ‘penerus ulama’, ‘orang yang meninggalkan kemaksiatan’, ‘rida Allah’, dan ‘keyakinan’. 


Inilah karakter santri sesungguhnya, yakni pelopor kebaikan yang meneruskan tugas ulama, serta meninggalkan kemaksiatan untuk meraih rida Allah dengan penuh keyakinan. Santri merupakan pelajar di lembaga pendidikan pesantren. Pesantren menyelenggarakan pendidikan dengan misi mengkader umat menjadi tafaqquh fiddin dan memotivasi kader ulama sebagai warasat al-anbiya. Pesantren tempat santri menimba ilmu berperan sebagai penyebaran agama Islam dengan dakwah dan jihad.


Peran santri diabadikan dalam sejarah, salah satunya juga perjuangan ulama dan para santri melawan penjajah Belanda, seperti perlawanan Ki Bagus Rangin dari Majalengka bersama santri Cirebon (1802-1812). Pujian soal peran santri dalam jihad melawan penjajah di masa lalu tidak sejalan dengan berbagai kebijakan dan program menyangkut santri dan pesantren di masa kini. Santri justru dimanfaatkan untuk menjadi agen moderasi beragama dan agen pemberdayaan ekonomi. Hanya saja, saat ini penjajahan fisik memang tidak lagi terjadi, tetapi penjajahan secara ideologi masih terus berlangsung di negeri ini. Hal ini terlihat dari sistem demokrasi kapitalistik dan kebijakan ekonomi neoliberalisme yang dilancarkan oleh penguasa. Mereka menjual SDA kepada korporasi asing dan swasta. Ditambah gempuran pemikiran kufur yang terus menyerang kaum muslim, seperti ide HAM, pluralisme, hedonisme, sinkretisme, dan sekularisme yang menjadi ancaman dan gangguan nyata.


Santri tidak diarahkan memiliki visi dan misi jihad melawan penjajahan gaya baru dengan menjaga umat dan syariat. Namun peran strategis santri dan pesantren justru dibajak untuk kepentingan mengokohkan sistem sekuler kapitalisme. Semestinya, eksistensi pesantren ditujukan untuk terus melahirkan kader ulama yang bervisi surga, bermisi penerus aktivitas para nabi, serta membangkitkan umat dan memperjuangkan tegaknya peradaban Islam. Gagasan kembalinya peradaban Islam melalui penerapan syariat Islam kafah tidak akan pernah bisa dihilangkan dari benak umat Islam, apalagi soal Khilafah. Para santri dan ulama mengetahui bahwa hal itu merupakan ajaran Islam dan menjadi bagian dari sejarah dunia. Untuk itu perlu upaya massif menjelaskan peran strategis santri dalam menjaga umat dan mewujudkan peradaban Islam cemerlang, yaitu: fakih fiddin dan menjadi agen perubahan menegakkan syariat Islam.


Negara menjadi penanggung jawab utama untuk mewujudkan eksistensi pesantren dengan visi mulia mencetak para santri, yang siap berdiri di garda terdepan melawan penjajahan dan kezaliman. Politik pendidikan Islam merupakan sekumpulan hukum syariat dan berbagai peraturan administrasi yang berkaitan dengan pendidikan formal. Ia merupakan bagian integral dari pelaksanaan seluruh sistem kehidupan Islam. Kehadiran penguasa sebagai pelaksana syariat kafah menjadikan pemimpin (Khalifah) berkarakter penuh kepedulian dan tanggung jawab. Karakter ini terlihat dari visi pengurusan hajat hidup publik yang begitu menonjol.


Dari segi kesahihan konsep maupun bukti sejarah peradaban, terlebih lagi dari segi keyakinan, lebih dari cukup menjadi bukti bahwa kehadiran politik pendidikan Islam yang dilaksanakan Khilafah sebagai satu-satunya metode yang kompatibel, adalah kebutuhan mendesak bagi negeri ini. Lebih dari itu, Khilafah adalah ajaran Islam yang diwajibkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita semua. Keberadaannya merupakan kunci bagi terbukanya pintu-pintu keberkahan. Firman-Nya, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”


Dengan demikian, Hari Santri sejatinya harus menjadi spirit kebangkitan Islam. Santri wajib berada di garda terdepan untuk mengganti sistem dan pemimpin sekuler beralih menjadi sistem dan pemimpin yang bertakwa. Merekalah pelopor kebaikan, penerus ulama demi meraih rida Allah Taala. Wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar