Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

TAPERA & BPJS: POTONG GAJI ASN DAN IURAN GAYA PEMERINTAHAN FASE KE-4

Oleh: Wahyudi al Maroky
(Dir. PAMONG Institute)

Ada kabar gembira di awal Juni ini. PP tentang Tapera sudah diteken Presiden. Kabar sedihnya, kita disuruh Iuran lagi, gaji mau dipotong lagi. Listrik naik, BPJS, harga kebutuhan naik, dipotong kredit di bank, nanti mau dipotong iuran Tapera lagi. Begitulah ungkapan sobat ASN yang ngobrol ketika dengar ada PP Tapera.

Bagi ASN yang kaya dan dekat lingkaran Rezim memang akan santuy saja. Karena selain gaji ASN, mereka juga bisa nyambi bisnis. Sebagian besar relasinya para politisi juga pebisnis. Selain gaji ASN mereka bisa mendapatkan penerimaan lain yang lebih dari cukup untuk biaya hidup plus biaya gaya hidup dan tingkah laku. 

Namun bagi ASN yang hanya mengandalkan gajinya saja tentu merasa berat dengan potongan baru untuk Tapera. Apalagi sebagian besar ASN sudah biasa dipotong gajinya karena terlilit Kredit di Bank. Entah berapa banyak ASN yang kini masih punya kredit di Bank. Hanya mereka yang bisa menjawabnya. 

Diluar ASN, para para pendukung rezim patut berbangga. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Ini berarti Sang Presiden sangat perhatian dengan rakyatnya. Ia bekerja keras dan berfikir keras agar rakyat Indonesia punya rumah. Minimal punya tabungan perumahan (Tapera). 

Di sisi lain para pengkritik rezim merasa prihatn dan semakin sulit mengerti. Karena baru saja ia menaikan Iuran BPJS ditengah kesulitan rakyat menghadapi pandemi corona, kini muncul lagi iuran baru. Entah nanti iuran apalagi yang bisa dibebankan kepada rakyat.

Dalam PP. 25/2020 yang diteken Jokowi pada 20 Mei 2020 tersebut pemerintah akan memotong gaji para pekerja di Indonesia sebesar 2,5 persen. Para pekerja itu mulai dari PNS, Polisi, TNI, karyawan swasta, hingga buruh.

Khusus ASN, ketentuan ini berlaku mulai Januari 2021. Sementara karyawan swasta akan mendapat giliran secara bertahap. Intinya semua pekerja wajib jadi peserta Tapera. Mulai dari Calon PNS, ASN, hingga TNI/Polri. Tak ketinggalan, para karyawan BUMN, BUMD, bahkan perusahaan swasta, harus menjadi peserta Tapera.

Peserta yang wajib membayaran iuran Tapera adalah mereka yang telah berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah saat mendaftar. Para pekerja yang wajib bayar iuran Tapera;  
(a) Calon Pegawai Negeri Sipil; (b) Pegawai Aparatur Sipil Negara; (c) Prajurit Tentara Nasional Indonesia; (d) Prajurit siswa Tentara Nasional Indonesia; (e) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; (f) Pejabat negara; (g) Pekerja/buruh badan usaha milik negara/daerah; (h) Pekerja/buruh badan usaha milik desa; i. Pekerja/buruh badan usaha milik swasta; dan (i) Pekerja yang tidak termasuk Pekerja sebagaimana dimaksud pada huruf (a) sampai dengan huruf (i) yang menerima Gaji atau Upah. https://wartakota.tribunnews.com

Jika meihat ketentuan ini maka nyaris tidak ada pekerja yang bisa lolos dari kewajiban bayar iuran Tapera. Poin (i) menjadi pukat harimau untuk menjaring semua pekerja.
Bagi karyawan diluar ASN, TNI/Polri, Dana Tapera menjadi kewajiban karyawan yang akan dibayarkan oleh para karyawan serta perusahaan. Mereka yang berpenghasilan paling sedikit sebesar UMR wajib menjadi peserta. Kepesertaan akan berakhir setelah pensiun atau sekira 58 tahun. Setelah pensiun itu, dana simpanan baru bisa dicairkan.

Besaran simpanan sebesar 3 persen dari gaji atau upah peserta. Bagi peserta pekerja, maka iuran ditanggung bersama pemberi kerja atau perusahaan sebesar 0,5 persen. Pekerja akan membayar 2,5 persen yang diperoleh dari pemotongan gaji.

Dari kebijakan Tapera ini dapat kita pahami, hal sebagai berikut:

PERTAMA; kebijakan yang miskin empati. Hadirnya pemerintahan bertujuan untuk mengurusi dan menyelesaikan masalah rakyatnya. Masalah rakyat di saat pandemi ini sedang terbebani kesulitan ekonomi, kehilangan pekerjaan, kehilangan pendapatan bahkan sulit memenuhi kebutuhan. Kebutuhan rakyat yang mendesak itu bukan membayar iuran Tapera. Mengeluarkan kebijakan yang membebani rakyat ditengah wabah corona itu terkategori MISKIN EMPATI. 

KEDUA; Kebijakan yang Zalim. Jika tidak membantu rakyatnya yang kesulitan itu miskin empati. Namun membebani rakyat dengan iuran Tapera itu termasuk menambah beban orang yang sedang susah. Itu tergolong kebijakan yang zalim. Meski belum dibayar saat ini namun memberikan kabar akan adanya iuran itu sudah menjadi beban tersendiri bagi rakyat yang sedang susah.

Pemerintah yang baik itu, Jika belum bisa membantu rakyat minimal memberikan kabar gembira. Jika belum bisa memberikan kabar gembira minimal jangan memberikan kabar yang menambah susah. Menandatangani PP Tapera di tengah wabah corona ini bukan kabar gembira.

KETIGA; kebijakan tak kreatif dan tak inovatif. Diantara ciri pemerintahan fase ke-4, mulkan jabriyatan (pemerintahan yang menghisab rakyat dengan berbagai pajak dan pungutan). Jika kita mengamati kebijakan pemerintah kini terindikasi memenuhi kreteria fase ke-4. Ini ditandai dengan kebijakan yang bertubi-tubi membebani rakyat dengan berbagai pajak dan pungutan, termasuk iuran. Ada kebijakan menaikan tarif iuran BPJS, tarif Listrik, tarif Tol, dll.

Semestinya negeri yang kaya sumber daya alam ini tak perlu membebani rakyat dengan pajak dan berbagai iuran lainnya. Jika saja Tambang emas, timah, batu bara, nikel, minyak dan gas, dll. itu semua dikelola negara dan hasilnya dipakai untuk kesejahteraan rakyat, apakah perlu iuran lagi? Fakta kini berbagai kekayaan alam itu diserahkan ke perusahaan asing. Mestinya segera dinasionalisasi dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Dalam sejarah pemerintahan islam (era Khilafah), tak ada catatan menarik iuran sejenis BPJS, Tapera, dll. yang ada justru negara memberikan bantuan kepada rakyat. Bagaimana Khalifah Umar bin Abdu Azis membagikan zakat sampai ke Afrika karena dalam negeri tidak ada lagi rakyat miskin yang berhak menerima zakat. Bandingkan dengan sekarang, padahal di zaman dulu kekayaan alam belum dieksplorasi. 

Semestinya ini bisa menjadi inspirasi bagaimana cara mengurus rakyat yang lebih baik. Semoga kita segera melewati pemerintahan fase ke-4 dan segera memasuki pemerintahan fase-5. Aamiin 

NB; Penulis pernah belajar pemerintahan di STPDN angkatan ke-04 dan IIP Jakarta angkatan ke-29 serta MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

Posting Komentar

0 Komentar