Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Masya Allah!! Peran Khilafah Islam dalam Jejak Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan di Nusantara

FDMPB "Pandangan yang mengaitkan Walisongo dengan mistik dipengaruhi orientalis Barat. Padahal mereka itu ahli pertanian dan politik,”ungkap Dr Ahamad Sastra, Dosen Filsafat Pascasarjana UIKA Bogor pada FGD Online “Menakar Sejarah Islam dan Nusantara dari Tinjauan Multiprespektif dan Obyektif” Sabtu (29/8/2020).

Diskusi online dihadiri lebih 6.300 viewers melalui YouTube, 2.700 viewer melalui Facebook dan 209 orang melalui Zoom Cloud Meeting, dari ragam latar belakang pendidikan. Dr Sastra menjelaskan detail akar pendidikan di Indonesia yang disemai oleh dakwah utusan Khilafah.

“Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Beliau mencoba menghubungi ulama dari Timur Tengah dan Afrika yang kemudian diutus ke Jawa. Walisongo bukan hanya 9 orang, tetapi banyak, ada sekitar 7 angkatan yang datang bergelombang,”ungkapnya.

Berdasarkan buku Atlas Walisongo karya Agus Sunyoto, Dr Sastra membeberkan bahwa “Lahirnya pesantren sebagai insitutsi pendidikan Islam dan khas Indonesia. Pendiri pesantren adalah Walisongo yang merintis secara institusi maupun diawali dari proses pembelajaran dari rumah ke rumah.”

Tambahnya, “Langkah akulturasi ini diprakarsai oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim di Ampel Denta, Surabaya. Hingga kini kitab-kita ulama masih dikaji di pesantren secara luas. Hal ini mengonfirmasi ada hubungan keilmuan dengan penyebaran dakwah Islam.”
Prof Fahmi Amhar (Cedekiawan Muslim dan Peneliti) juga memaparkan hal senada. Lama berada di Austria meneyelesaikan pendidikan hingga Doktoral tak memalingkannya dari Islam. Justru kecintaan pada Islam menjadikannya turut berjuang dan mengungkap kontribusi ilmuwan muslim dalam sains dan teknologi.

“Jejak peradaban itu multi dimensi. Bisa di ranah militer, politik, hukum, diplomatik, teknologi, ekonomi, seni, ekologis, bahkan pemikiran (mabda’),”ungkapnya membuka diskusi.

Kemudian beliau menyontohkan jejak Khilafah di Indonesia di ragam ranah. Misalnya:

1. Ranah militer: adanya penasehat militer bahkan armada Khilafah yang diperbantukan melawan penjajah. Contoh bukti: catatan-catatan di Aceh, kuburan di Aceh & Pasai. struktur tentara Pangeran Diponegoro.

2. Ranah politik: adanya permintaan pengakuan keabsahan kedudukan (calon) sultan di Nusantara kepada Sultan di Istanbul melalui wakilnya yaitu Syarif Makkah. 
Contoh bukti: Pataka Kyai Tunggul Wulung.

3. Ranah diplomatik: adanya konsul Utsmani di Batavia, di mana sering menjadi tempat mengeluh pribumi Nusantara atas kesewenang-wenangan kolonial Belanda. 
Contoh bukti yang lebih tua: riwayat surat-surat dari Kerajaan Sriwijaya ke Khalifah Umar bin Abdul Azis.

4. Ranah teknologi: adanya senjata api & meriam yang digunakan di Nusantara yang diadopsi dari Turki. Bentuk masjid. Belakangan juga sains untuk menentukan arah qiblat dan waktu sholat (peralatan astronomi).

5. Ranah ekonomi: adanya matauang emas dengan kalimat Tauhid. Aneka pertukaran barang, seperti karpet, tasbih dll.

6. Ranah seni: aneka lagu yang meniru lagu Utsmani, aneka simbol yang meniru simbol Utsmani. Jubah & surban Pangeran Diponegoro/Tuanku Imam Bonjol.

7. Ranah pemikiran/mabda: Agama Islam! Kosa-kosa kata Arab dalam Bahasa Melayu. Huruf Arab Melayu (Pegon).

Alhasil dari pemaparan Dr Ahmad Sastra dan Prof Fahmi Amhar kian menguatkan bukti nyata hubungan Khilafah di Nusantara. Jangan sampai ada lagi upaya distorsi Islam dan peran Khilafah di Nusantara. Tatkala buktu sudah nyata dan kebenaran sesuai fakta, maka bagaimana bisa dibantah?

Acara berlangsung lancar dan penuh kehangatan. Diskusi online kali ini benar-benar mencerahkan dan mencerdaskan. Kembali menggugah semangat untuk mengkaji Islam dan sejarah.[hn]

Posting Komentar

0 Komentar