Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Politisi Kritisi Kenaikan BBM, Harusnya Solusi Nggak Cuma Ganti Presiden?



Oleh Hanif Kristianto (Analis Politik-Media di Pusat Kajian dan Analisis Data)


  Bagaimana nasib rakyat pasca kenaikan harga BBM? September yang biasanya jadi bahan marketing ceria, kini menjadi September tak bahagia. Pasalnya kenikan harga BBM memicu inflasi dan kenaikan harga lainnya. Efek domino ini konsekuensi logis dari kebijakan yang tak populis. Kebijakan ini pun mendapat sorotan tajam dari Cak Imin.


  Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar melakukan lawatan ke Banyuwangi. Muhaimin menyoroti kenaikan BBM di Indonesia. Dia menilai, kenaikan BBM ini merupakan kegagalan pemerintah dalam melakukan pengelolaan keuangan, lebih khusus subsidi BBM.


  Menurut Muhaimin, jika kelak dirinya jadi presiden RI, dia akan mengubah sistem ekonomi yang ada saat ini. Ia berjanji bakal menggalakkan penguatan ekonomi masyarakat kecil khususnya UMKM. Karena, basis UMKM ini sebagai dasar penguatan ekonomi negara. (https://www.detik.com/jatim/berita/d-6284622/kritik-bbm-naik-cak-imin-lempar-janji-manis-jika-kelak-jadi-presiden.)


  Kritik Cak Imin kepada penguasa ini menarik. Beliau menawarkan perubahan sistem ekonomi dan penguatan UMKM. Pertanyaannya, apakah ini akan menjadi solusi fundamental? Atau jangan-jangan parsial dan tambal sulam? Maka mencari solusi dari kegagalan pengelolaan keuangan negeri ini harusnya tuntas.


Logika BBM


  Publik sebenarnya bertanya-tanya, benarkah ada subsidi selama ini? Atau harga BBM selama ini memang harga pasar? Naasnya, yang selalu disalahkan adalah orang kaya dan pengusaha. Seolah mereka berdosa mendapatkan BBM dengan harga murah. Negara tak boleh membedakan antara si kaya dan si miskin. Keduanya merupakan rakyat yang seharusnya diurusi kehidupannya. Bahkan negara berkewajiban memenuhi sandang, pangan, dan papan rakyat keseluruhan. Tanpa membedakan suku, agama, ras, dan lainnya. Inilah jika negara adil.


  Ketika logika BBM terkait kepemilikan belum jelas, maka yang terjadi salah kaprah. BBM yang termasuk sumber daya alam sebenarnya milik rakyat. Negara tidak boleh mengklaim itu milik pemerintah. Fatalnya, jika itu diakui pemerintah maka negara akan berbisnis dengan rakyat. Rakyat menjadi target market dan sumber mendulang rupiah.


  Sesungguhnya pengelolaan BBM selama ini bukan sebab salah subsidi. Lebih pada arus liberalisasi sektor migas. Sumber kekyaan minyak banyak dikuasai korporasi asing. Negara sekadar regulator dengan menunggu pajaknya. Padahal negara memiliki kebijakan dan kekuatan yang harus berdaya. Berdiri di atas semua korporasi asing. Tak boleh negara kalah dengan oligarki.


  Tarik kembali tambang minyak ke Indonesia. Kelola dengan baik dan berikan hasilnya dengan harga murah atau gratis. Hasil pengelolaan minyak bisa dimanfaatkan untuk membiayai kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Ketika ini bisa berwujud kesejahteraan di depan mata. Pengelolaan BBM tak perlu ribut-ribut dengan salah sasaran subsidi, harga minyak dunia naik, atau lainnya.


  Sekali lagi, logika BBM yang salah tadi karena pandangan ekonomi kapitalisme. BBM diserahkan kepada pasar dan swasta dalam pengelolaannya. Implikasinya roda bisnis berjalan. Untung dan rugi jadi perhitungan. 


Bagaimana Jalan Keluar?


 Kenapa masih muncul solusi yang belum mendasar dalam persoalan kenaikan BBM? Hal ini dikarenakan beberapa hal:


Pertama, sudah benar menyoroti kegagalan pemerintah dalam pengelolaan keuangan. Hanya, harus dilihat lebih jauh bahwa APBN terbesar dananya untuk membiayai utang dan bunganya. Titik kritis kebijakan APBN yang dibangun dari ekonomi kapitalis menjadi biang dari problem ekonomi.


Kedua, produk kebijakan UU selama ini melahirkan aturan yang meliberalisasi sektor pertambangan. Anggota DPR RI dan politisi juga harus memahami bahwa konstitusi ini sering menjadi pijakan para kapitalis dan oligarki menggeruk kekyaan negeri ini. Jangan sampai politisi dan anggota DPR RI masuk dalam perangkap oligarki


Ketiga, nasib UMKM di Indonesia tak seberuntung di negara lainnya. UMKM selama ini berdiri sendiri. Modal pun kadang pinjam dengan berbunga. Kadang UMKM yang merupakan pengusaha pemula tak tahu bisnis model yang harus dibangun meliputi branding, marketing, dan selling. Terkadang UMKM pun kalah dengan korporasi besar. Masalah yang sering terjadi tidak hanya permodalan, tapi bagaimana produk ini juga diserap pasar.


  Oleh karena itu, jika ingin merubah sistem ekonomi tak hanya menguatkan UMKM. Lebih dari itu merubah sistem ekonomi kapitalis ini kepada ekonomi Islam. Inilah jawaban penting dari kemelut kenaikan harga BBM. Ekonomi Islam memandang bahwa BBM adalah milik Allah yang diperuntukan untuk umat manusia. Negara hanya mengelolanya untuk disalurkan kepada umat. Tak boleh dijadikan ladang bisnis.


  Ekonomi Islam menyusun APBN berdasarkan sumber yang jelas dan halal. Potensi sumber daya alam dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Jaminan hidup rakyat terpenuhi. Di sinilah kesejahteraan itu diraih. Hal penting yang harus dipahami bahwa perubahan ekonomi menuju sistem ekonomi Islam harus ditopang oleh politik. Inilah kenapa esensi khilafah yang akan menerapkan syariah kaffah dalam kehidupan. Jadi, nggak Cuma ganti presiden polemik BBM naik akan beres. Harus ganti person dengan khalifah yang amanah. Ganti sistem dengan syariah. Inilah esensinya.

Posting Komentar

0 Komentar