Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Meningginya Kasus Baby Blues, Berujung Depresi Pada Calon Ibu


Oleh : Nabilah

Penggerak Majelis Taklim Muslimah Cerdas


Dilansir oleh detik.com berita kasus ibu baby blues di Indonesia menempati ranking ke-3 se-Asia. Kondisi ini menunjukkan bahwa ibu hamil dan menyusui menjadi salah satu kelompok masyarakat yang memiliki persentase gangguan kesehatan mental tingkat tinggi di Indonesia. Jika kondisi ini terjadi berlarut-larut dan tidak ditangani, maka bisa berujung depresi. Sungguh keadaan ini sangat mengejutkan dan memprihatinkan di kalangan ibu. Dan seharusnya wajib mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, karena ibu adalah tempat lahirnya generasi. 


"Gangguan kesehatan mental banyak terjadi pada ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu dengan anak usia dini," kata Ketua komunitas Wanita Indonesia Keren dan Psikolog Dra Maria Ekowati ketika ditemui detikcom di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (26/5/2023).


Baby blues tidak hanya terjadi di daerah ibu kota, di daerah luar Jawa seperti di Lampung, sekitar 25 persen para ibu juga mengalami gangguan depresi setelah melahirkan. Maria menjelaskan, baby blues biasanya terjadi karena kondisi hormonal yang meningkat dikalangan para wanita yang sudah lama mempersiapkan diri sebagai calon ibu. Disamping itu Maria juga menambahkan kondisi baby blues parah bisa dialami wanita yang hamil karena ‘kecelakaan’, atau berada dalam rumah tangga yang tak harmonis, dan sering mengalami KDRT. (Republika.com)


Sebenarnya, penyebab kasus baby blues ini disinyalir ada beberapa faktor, diantaranya pertama dari faktor internal, yang dipengaruhi oleh kesiapan seorang wanita untuk menjadi sosok seorang ibu baik secara mental maupun fisik. Selain kondisi mental, dipengaruhi pula oleh pemahaman ilmu yang dimilikinya tentang cara pandang dalam berumah tangga seperti, mendidik anak, merawat anak, serta hal-hal yang berkaitan tentangnya. Kedua dari faktor eksternal, yaitu kondisi diluar diri calon ibu, termasuk dukungan dari suami dan keluarga besar, serta dari lingkungan sekitarnya. 


Lantas mengapa banyak wanita mudah mengeluh dan merasa cemas tatkala menghadapi kondisi baru setelah ia melahirkan? Hal ini lantaran mental mereka tidak terlatih sejak dini untuk menyiapkan diri menjadi ibu dan mengurus rumah tangga. Padahal ada proses panjang untuk membentuk setiap wanita agar siap menjadi istri dan ibu bagi anak-anak mereka, yakni proses pendidikan dari usia dini hingga dewasa, terutama dalam sistem sekuler saat ini. Sistem sekuler yang menjauhkan peran agama dalam kehidupan. Menjadikan seorang ibu mengalami krisis keimanan. Karena baginya hidup hanyalah disandarkan pada capaian nilai-nilai materi semata. 


Sehingga wajar buah dari sistem ini adalah ibu terjauhkan dari aqidah dan pemahaman dalam merawat serta mengurus anak -anaknya. Faktanya ketika seorang ibu menjalankan perannya, mereka merasa berat dan terbebani dengan keberadaan anak. Sistem sekuler ini menjadikan wanita hanya siap menjadi istri, tetapi tidak siap menjadi seorang ibu. Kurikulum pendidikan yang ada, hanya fokus pada nilai materi dan nilai akademik. Pun kompetensi bagi para orang tua tidak menjadi standart yang harus dimiliki. Padahal pendidikan memiliki peran penting dalam mendidik generasi penerus. Generasi calon ibu hari ini seolah menjadi generasi bermental “kerupuk”, diuji dengan sedikit cobaan dan musibah, mereka mudah goyah, stres, dan rentan depresi.


Pendidikan yang diterapkan bagi calon-calon ibu, membentuk mereka agar siap memikul beban dan tanggung jawab besar. Akan tetapi, calon-calon ibu ini dirusak dengan pola pendidikan sekuler. Jadilah mereka tidak paham cara menjadi ibu arsitek peradaban yang akan melahirkan generasi yang tangguh dan berkualitas. Disadari atau tidak, kehidupan sekuler kapitalistik telah merenggut kesehatan mental individu. Remaja mengalami gangguan mental karena nilai-nilai sekuler liberal, yang menjadi kiblat gaya hidup mereka. Akibatnya, banyak di antara remaja kita mudah mengalami stress, hingga depresi dalam setiap masalah yang menghampiri mereka, bahkan bunuh diri dianggap sebagai solusi terbaik. Inilah kurikulum sistem pendidikan ala sekuler, yang menjauhkan manusia dari aturan agama. Makna agama dipersempit pada pelaksanaan ibadah ritual semata.


Hal ini berbeda dengan sosok seorang ibu yang ada dalam Negara Islam (Khilafah). Ibu adalah sosok yang memahami peran utamanya sebagai Al umm warabatul bait (pendidik utama dan pertama) serta sebagai pengatur rumah tangga keluarganya. Tidak hanya handal dalam rumah tangga, sosok ibu dalam Islam juga harus paham perannya dalam politik. Yaitu keberadaan hidupnya bermasyarakat, yang wajib melakukan amar makruf nahi mungkar (dakwah) di kehidupan umum. 


Dengan kesabaran dan keberhasilannya mendidik serta mencetak generasi menjadi pemimpin (Khalifah) terbaik untuk umat. Inilah yang akan menentukan kualitas generasi penerus peradaban. Sebagaimana sejarah menunjukkan gambaran suksesnya ibu-ibu Shahabiyah menyiapkan anak anaknya menjadi ulama besar dan seorang mujahid. Menurut syekh Atha' Khalil Ar Rustah dalam kitabnya dasar-dasar pendidikan dalam Negara khilafah. Kurikulum pendidikan Islam secara khusus akan menyediakan mata pelajaran kerumah tanggaan. Dimana mata pelajaran ini dikhususkan bagi para remaja perempuan agar siap menjadi seorang ibu dan menjadi masyarakat yang mempunyai kepedulian kepada sesamanya. Disinilah pendidikan Islam mampu mencetak generasi berkepribadian Islam. Hal ini tentu saja tidak luput dari pengayoman Negara (Khilafah) yang ikut andil dalam menyiapkan, mendukung proses pendidikan didalamnya.


Dengan terbentuknya support sistem bagi para ibu, baik dari keluarga, masyarakat sekitar, dan Negara. Maka calon ibu dapat menjalankan perannya sebagai ibu dengan optimal. Dan tidak kalah pentingnya bagi para pemuda, Negara juga memberikan pendidikan kepada mereka, agar menjadi sosok suami yang kelak peduli dan mendukung istrinya sesuai tuntunan syariah. Maka kondisi yang kondusif ini hanya ada pada sistem yang menerapkan hukum Islam Kaffah yaitu di dalam Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu 'alam bishowwab.

Posting Komentar

0 Komentar