Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Deklarasi Tanpa Basa-Basi

 

Road to 2024 (23): Deklarasi Tanpa Basa-Basi - Oleh Hanif Kristianto (Analis Politik-Media)


  Tak salah memilih Surabaya pada perhelatan deklarasi Capres-Cawapres 2024 dari Koalisi Nasdem, PKB, PKS. Hotel Yamato menjadi kilasan sejarah untuk pertempuran perebutan suara. Seolah ingin menggambarkan heroisme para pendukung dan pembela. Anies-Cak Imin kini resmi maju yang pertama. Pasca Capres jomblo berlalu kini sudah berpasangan. Ada yang meradang dan merasa ditendang. Politik selalu membawa cerita baru untuk disimak. 


  Deklarasi menjadi penting mengingat sudah dekat masa pendaftaran. Saling tarik ulur sesama anggota koalisi menandakan kealotan untuk menentukan formasi. Akibatnya, publik pun masih berkutat pada jodoh-jodohan. Hal yang lebih mengejutkan ialah penetuan cawapres di detik akhir pendaftaran nanti. Seperti yang pernah dilakukan oleh PDI-P pada pemilu 2019 yang akhirnya memilih KH Ma’ruf Amin mendampingi Jokowi.


  Untuk pemilu 2024 ini begitu unik. Pasalnya siapa pun yang maju akan diterpa beragam isu. Ibaratkan ada dosa politik masa lalu yang siap-siap menjadi tombak untuk menikam. Mulai dari isu skandal korupsi, perilaku yang tak patut ditiru, hingga persekongkolan jahat sesama mafia politik. Saling bongkar ‘aib’ menjadi bahan kampanye hitam untuk saling menjatuhkan.


  Rasanya, begitu sulit menemukan pribadi bersih dalam politik demokrasi. Demokrasi telah melumuri darah kotor siapapun yang pernah terlibat di dalamnya. Bahkan demokrasi menjadi momok untuk mengobrak-abrik tatanan pemerintahan. Saling sikut dan saling sudut. Hingga pembungkaman yang akhirnya dijebloskan ke dalam tahanan.


  Deklarasi pertama tanpa basa-basi Anies-Cak Imin di Surabaya akan semakin mengokohkan perjuangan. Jika Surabaya menjadi titik tolak, maka Jawa Timur menjadi barometer politik nasional. Ini setelah ibu kota akan pindah ke Nusantara dari Jakarta.


Deklarasi Tanpa Basa-Basi


  Sebagian publik tak menyangka, jika Anies yang digadang-gadang membawa perubahan dan perbaikan bersama AHY, akhirnya disodok oleh Cak Imin. Suatu hal yang biasa sebenarnya dalam politik. Karena politik itu dinamis. Bahkan di detik terakhir semuanya bisa berubah. Deklarasi pasangan capres-cawapres yang pertama ini menjadi leading untuk strategi kampanye pemenangan.


  Deklarasi dalam sudut pandang komunikasi politik dipandang sebagai step awal untuk menggeber mesin partai dan under bow nya. Partai menyiapkan SDM dan sumber dananya. Sebaliknya, rakyat akan diajak ber hiruk pikuk dalam dukung mendukung. Bagaimana memahami deklarasi tanpa basa-basi yang kerap terjadi dalam politik? Berikut analisisnya:


Pertama, politik demokrasi kerap bongkar pasang koalisi. Dasar dari itu semua untuk kepentingan yang sama-sama berbagi kue kekuasaan. Tiadanya partai tunggal dan prasyarat presidential treshold (PT) mau tidak mau koalisi menjadi jalan pasti. Sistem multi partai di Indonesia inilah yang kerap membingungkan publik terkait manuver cepat dari partai politik.


Kedua, deklarasi terkadang tanpa persetujuan anggota lainnya. Perasaan tak terima pun diungkit di akhir deklarasi. Suka tak suka anggota koalisi harus menerima. Tinggal mau melanjutkan atau berlabuh di koalisi lainnya. Lompat sana sini menjadi manuver biasa dalam politik demokrasi. Ini menandakan kepentingan kekuasaan menjadi hasrat yang besar.


Ketiga, deklarasi menjadi filter kelompok dan entitas yang mau bergabung mendulang kue kekuasaan. Kelompok politik, ormas, dan komunitas pun akan menentukan sikap. Pernyataan sikap akan digelar besar-besaran kepada publik. Siapa yang akan bersama dalam kapal yang sama atau beralih haluan mendukung pasangan lainnya. Filter ini dianggap efektif untuk konsolidasi dalam meraih ceruk suara yang dibidik sebagai target marketnya.


Keempat, deklarasi akan diikuti deklarasi di tempat lainnya. Sebuah kordinasi akbar dari sudut Indonesia. Rakyat pun akan di-marketingi politik untuk mau memilih dan mendukung capres-cawapres yang diusung. Begitu pun ini untuk menyiapkan logistik politik.


Kelima, ada tangan yang tak tersentuh dari deklarasi yang gegap gempita. Segelintir oligarki sudah menyiapkan dana dukungannya. Kepastian deklarasi ini menjadi penting bagi oligarki. Kepada siapa yang akan didukung dan dipilih. Oligarki memang tak menampakkan diri. Cukup sekali sentuh semua capres-cawapres bisa dikangkangi. Bermain di ranah strategis demi kepentingan bisnis.


  Deklarasi yang dihadiri pucuk pimpinan partai dan tokoh-tokoh penting menjadi legitimasi publik. Pasangan yang akan maju di pilpres akan bertarung sengit dengan biaya politik selangit. Politik kembali menemukan momennya. Sementara rakyat tetap dalam kondisi yang tak berubah.


Pasca Deklarasi


  Pasca deklarasi akan ada klarifikasi. Sebab deklarasi tanpa basa-basi atau melibatkan anggota koalisi kondisinya sama. Hal ini menjadi tawar-menawar politik di antara elit. Terdapat partai yang loncat-loncat. Ada pula yang istiqomah tak meminta jatah karena tahu masih baru. 


  Rakyat kembali disuguhi berita dan manuver ciamik. Seketika opini pun dipenuhi analisis deklarasi dan menunggu pasangan lainnya. Sementara, persoalan rakyat pun masih belum beranjak dari kondisi sebelumnya. Malahan rakyat dibuai janji-janji pasca deklarasi. Entah janji itu sekadar janji untuk menarik suara atau gimmick pemanis muka?


  Sebenarnya rakyat akan terus dipermainkan dalam deklarasi pencalonan pemilihan pemimpin politik demokrasi. Nuansa kebatinan rakyat diaduk-aduk hingga tak menyadari problem utama negeri ini. Seolah ganti pemimpin ganti lembaran kehidupan. Padahal ada sistem yang perlu dijalankan. Tuhan tidak akan merubah sebuah bangsa, sebelum rakyat merubah pemimpin dan sistem kenegaraannya.


  Oleh karena itu, tatkala demokrasi hanya dihuni segelintir elit untuk kepentingannya, maka rakyat perlu membuat arus baru dengan berpegang pada politik yang sahih. Politik yang mengedepankan urusan rakyat daripada pejabat dan penjahat. Politik yang lebih mementingkan ridho ilahi daripada ridho ketua partai dan oligarki. Serta politik yang lebih menyejahterakan dunia akhirat daripada menyejahterahkan kaum penjajah. Inilah esensi rakyat yang mayoritas muslim di negeri ini memahami perannya. Jika politik Islam itu diatur dalam al-quran dan sunnah kenabian. Jadi, politik Islam bukan basa-basi, justru manuver politik demokrasi itu yang basi.

Posting Komentar

0 Komentar