Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Solusikah?

 


Oleh : Dwi Aminingsih, S.Pd

(Pemerhati Masalah Sosial dan Politik Islam)


Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2023 (16 Days of Activism against Gender-Based Violence 2023) berlangsung mulai 25 November sampai 10 Desember 2023. Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) 2023 merupakan sebuah kampanye yang diselenggarakan selama 16 hari. Gerakan HAKTP bertujuan untuk mencegah dan menghapus kekerasan terhadap anak-anak perempuan maupun perempuan dewasa. (tirto.id, 23/11/2023)


Peringatan HAKTP ini pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute pada 1991 dan disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Hingga 2023 ini kampanye memasuki tahun ke-32. Sedangkan kampanye dilakukan selama 16 hari mulai 25 November sampai 10 Desember adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolis antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.


Kendati begitu, kampanye yang sudah puluhan tahun dilakukan, tidak kunjung menghapus kekerasan terhadap perempuan. Namun justru kekerasan terhadap perempuan terus terjadi bahkan makin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kampanye ini bukanlah solusi yang tepat akan tetapi hanya seremonial belaka tanpa ada langkah nyata yang menyasar pada akar masalah kekerasan terhadap perempuan.


Berdasarkan data pada sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), sepanjang 2023 terdapat 11.116 kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia dengan 4.277 kasus terhadap perempuan usia dewasa dan 6.745 kasus terhadap anak.


Pada 2022, angka kekerasan jauh lebih tinggi daripada 2021, yakni dari 27.593 kasus menjadi 25.210 kasus kekerasan. Di sisi lain, berdasarkan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), tercatat kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 457.895 kasus pada 2022. (Good Stats, 19/06/2023).


Dalam hal ini, ada yang perlu dikritisi terkait ide yang dikampanyekan oleh kaum feminis yang berdalih untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan. Kaum Feminis berpandangan bahwa kekerasan terhadap perempuan terjadi karena ketidaksetaraan gender (budaya patriarki), dimana laki-laki lebih mendominasi kaum perempuan. Sehingga muncul anggapan di kalangan Feminis bahwa perempuan yang hanya berperan sebagai ibu rumah tangga akan berpeluang menjadi korban kekerasan oleh laki-laki. Masih menurut Feminis, perempuan harus punya uang dan berdaya ekonomi untuk bisa mengangkat harkat martabatnya.


Inilah letak dasar kesalahan mereka, menganggap bahwa budaya patriarki adalah sumber masalah, padahal penyebab diskriminasi pada perempuan adalah sistem kehidupan kapitalisme yang memandang perempuan sebagai komoditisasi. Perempuan dianggap berdaya jika mampu menghasilkan materi. Berbondong-bondonglah para perempuan bekerja. Dari sini problem kekerasan terhadap perempuan mulai marak.


Kapitalisme juga menjamin kebebasan bertingkah laku yang menjadikan setiap orang bebas melakukan apa pun yang mereka inginkan. Perempuan bebas memakai busana apa pun, tidak peduli auratnya tampak atau tidak. Laki-laki bebas melakukan apa pun tanpa merasa terbebani dengan moral akibat dangkalnya pemahaman agama. Industri pornografi tumbuh subur. Maka munculah pelecehan seksual terhadap perempuan.


Selain itu, kapitalisme gagal menyejahterakan rakyat sehingga menambah beban hidup yang sangat berat bagi para suami yang punya tanggungan menafkahi keluarganya. Sempitnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki menyebabkan banyaknya para suami yang menganggur. Terjadilah pertukaran peran antara suami dengan istri. Suami yang lebih banyak di rumah dan istri yang lebih banyak di luar rumah, akhirnya memunculkan konflik rumah tangga.


Dari sini jelaslah, penyebab kekerasan terhadap perempuan adalah kapitalisme. Sehingga peringatan HAKTP yang mengusung ide feminis yakni ide kesetaraan gender, hakikatnya adalah seruan kebebasan yang lahir dari sistem kapitalisme. Maka wajar kampanye tersebut tidak akan pernah membuahkan hasil. Kekerasan terhadap perempuan akan tetap ada selama sistem kapitalisme masih bercokol di bumi ini.


Sudah saatnya dunia menolak kapitalisme dan kembali pada aturan yang memuliakan perempuan yakni aturan Islam yang hakikatnya aturan dari Allah SWT.


Islam sangat memuliakan perempuan. Sejak awal, Islam telah menetapkan bahwa perempuan sama dengan laki-laki dalam masalah kedudukannya di hadapan Allah, hanya tingkat ketakwaan saja yang membedakannya. Islam juga melarang umatnya untuk menyakiti dan meremehkan wanita.


Rasulullah Saw. berwasiat kepada ribuan umatnya yang disampaikan berulang-ulang dalam Haji Wada:

"Aku mewasiatkan kepada kalian agar berbuat baik pada wanita." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah)


Kedudukan laki-laki dan perempuan sama, juga disampaikan oleh Allah SWT dalam surat Al-Hujurat ayat 13:

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu."


Dalam Islam, wanita juga berhak untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana laki-laki. Rasulullah Saw. bersabda, "Mencari ilmu wajib hukumnya bagi mukmin laki-laki dan perempuan." (HR. Ibnu Abdil Barr)


Islam juga mewajibkan para suami untuk berbuat baik kepada istri dan keluarganya. Rasulullah telah memberikan teladan nyata mengenai hal itu. Beliau adalah orang yang paling cinta dan lemah lembut kepada keluarganya sebagaimana diriwayatkan Al-asud bin Yazid An-Nakha'i yang mengatakan, "Aku bertanya kepada Aisyah apa yang telah dibuat oleh Nabi kepada para keluarganya?"

Dia menjawab, "Beliau dalam keadaan membantu keluarganya, artinya membantu dalam pekerjaan mereka. Manakah shalat telah tiba, beliau bangkit menuju shalat."


Islam pun sangat menjaga kehormatan perempuan. Suatu ketika Khalifah Muhammad bin Harun al-Rasyid, yang bergelar Al-Mu’tasim Billah, seorang khalifah di masa Bani Abbasiyah, sedang memegang gelas untuk minum ketika didengarnya berita seorang muslimah dilecehkan oleh tentara Romawi. Khalifah pun langsung berseru kepada panglima perangnya agar bersiap menuju Ammuriah, Turki, tempat dimana muslimah tersebut berteriak meminta tolong.


Sang muslimah diganggu oleh seorang lelaki Romawi dengan menyentuh ujung jilbabnya hingga dia secara spontan berteriak : “Wa Mu’tashamah!!!” Yang berarti “Dimana kau Mu’tasim??? Tolonglah Aku”


Teriakan muslimah tersebut akhirnya sampai ke telinga Khalifah al-Mu’tasim. Puluhan ribu tentara pun digelar mulai dari gerbang ibukota di Baghdad hingga ujungnya mencapai kota Ammuriah. Pembelaan kepada muslimah ini sekaligus dimaksudkan oleh khalifah sebagai pembebasan Ammuriah dari jajahan Romawi.


Begitulah catatan sejarah yang menunjukkan betapa Islam sangat menjaga kehormatan perempuan. Selain itu, dalam menjaga kehormatan perempuan Allah SWT telah mewajibkan perempuan untuk menutup aurat (Q.S. An-Nur : 31) dan memakai jilbab (Q.S. Al-Ahzab : 59) serta melarang tabarruj (Q.S. Al-Ahzab : 33).


Demikianlah konsep Islam dalam memuliakan perempuan. Dan konsep Islam akan bisa diterapkan secara sempurna jika telah tegak Daulah Khilafah Rasyidah.


Wallahu A'lam Bishawab

Posting Komentar

0 Komentar