Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Road to 2024 (41): Pemilu Demokrasi Penuh Kecurigaan

Oleh Hanif Kristianto (Analis politik-Media)


Tahun politik 2024 benar-benar memanas dan penuh kecurigaan. Kekerasan bahkan terjadi dengan penembakan salah satu simpatisan pasangan calon. Riak-riak muncul di tengah rakyat. Pembagian bantuan dan subsidi pun dipertanyakan karena dikhawatirkan ditunggangi oleh kepentingan politik. Kondisi negara tidak stabil, dengan munculnya dugaan dan kecurigaan di antara pasangan calon dan calon penguasa, yang semuanya menciptakan catatan kritis atas sistem politik demokrasi.


Maraknya kecurigaan dipicu oleh kurangnya kepercayaan pada penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. Aroma memaksakan kekuasaan dengan segala tipu daya semakin terasa. Politik demokrasi terkapitalisasi oleh oligarki dan elit politik. Politisi tertentu terlihat membajak dan mengangkangi, mengindikasikan kelemahan dalam pengelolaan negara yang tidak seimbang dan lebih memprioritaskan golongan, kelompok, dan partai tertentu.


Arus bawah di tengah rakyat terpecah. Kebingungan dalam menentukan pilihan menjadi masalah akut. Sebagian rakyat mulai jengah terhadap demokrasi, sementara yang lain merasa tertipu oleh janji-janji perubahan dalam setiap pemilu. Perubahan yang sebenarnya hanya terjadi pada wajah pemerintahan, tanpa membawa perubahan substansial. Pertanyaannya, bagaimana nasib rakyat ke depan? Mengapa kecurigaan dan prasangka buruk selalu melekat dalam politik demokrasi?


Curiga dan Prasangka


Jika pilihan politik demokrasi dipenuhi dengan kecurigaan dan prasangka, perlu ada koreksi dari dalamnya. Sistem yang tidak berjalan secara optimal dan maksimal akan merugikan, terutama ketika melibatkan rakyat sebagai objek yang harus diurus dalam kehidupan mereka. Bicara politik bukan hanya tentang berkuasa, tetapi juga tentang bagaimana menjaga kekuasaan dan memelihara urusan rakyat.


Curiga dan prasangka dapat muncul dari hati manusia setelah mengindera fakta yang ada di depan mata. Ini diolah dalam pemikiran dan dikaitkan dengan informasi sebelumnya. Beberapa faktor yang memicu curiga dan prasangka dalam pemilu demokrasi meliputi:


1. Liberalisasi Politik yang Meluas: Demokrasi sejak lahir menjadikan liberal sebagai proses aktivitasnya, mengedepankan kebebasan di atas segalanya. Ini mengakibatkan pelaksanaan demokratisasi yang semaunya dan sesuai kepentingan masing-masing, tanpa menjaga keaslian demokrasi.


2. Desain Demokrasi Bukan untuk Kepentingan Rakyat: Demokrasi yang lahir didesain bukan untuk kepentingan rakyat pada zaman polis. Gagasan yang mungkin baik pada masa itu, tidak selalu relevan pada masa kini. Hal ini mengakibatkan pengooptasian dan kapitalisasi demokrasi, menjadikannya alat yang dapat merugikan rakyat.


3. Misi Paslon dan Calon Penguasa yang Tergantung pada Kepentingan Kelompok: Setiap paslon dan calon penguasa membawa misi yang dipengaruhi oleh kelompok dan kepentingan tertentu. Hal ini menyebabkan ketidakpercayaan publik terhadap koalisi partai dan pembagian jabatan yang seringkali dianggap tidak transparan.


4. Mengedepankan Kepentingan Dunia Daripada Tuhannya: Politisi cenderung menggunakan kekuasaan untuk kepentingan dunia (kekuasaan) daripada beribadah kepada Tuhan. Janji-janji yang diberikan saat kampanye seringkali terlupakan setelah berkuasa.


5. Amnesia Rakyat dan Penguasa: Politisi seringkali lupa janjinya setelah berkuasa, dan rakyat juga lupa ketidakpenuhan janji tersebut ketika memilih mereka kembali dalam pemilu. Kurangnya edukasi politik yang benar bagi rakyat dapat mengakibatkan amnesia yang merugikan.


Dengan memperhatikan poin-poin di atas, sistem demokrasi sebagai dasar pemilu dapat menciptakan keraguan terhadap makna keterpilihan. Kecurigaan dan prasangka yang terus dipelihara akan membawa kegelapan dalam politik di masa depan.


Politik Tanpa Kecurigaan


Beberapa orang bertanya, apakah mungkin ada politik tanpa kecurigaan dan prasangka buruk? Kondisi ini dapat dicapai jika politik didasari oleh aqidah dan ideologi yang benar. Standar ini tidak berasal dari kepentingan manusia, melainkan disandarkan pada Allah sebagai pencipta kehidupan dan manusia. Politik yang bertujuan untuk mengurusi kehidupan manusia dan menjaga agama dapat ditemukan dalam sistem politik Islam.


Politik Islam mendasari siapapun yang berkuasa untuk melayani, melindungi, dan mengurusi rakyat dengan sepenuh hati. Ketaatannya dibuktikan dengan menerapkan syariah kaffah dalam sendi-sendi kehidupan. Dengan demikian, siapapun yang berkuasa tidak akan menimbulkan curiga dan prasangka buruk dari rakyat, karena semuanya dibangun atas kesadaran ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Oligarki dan politisi oposisi akan tersingkir, dan rakyat akan terlibat dalam amar ma'ruf nahi munkar. Hasilnya, politik ini membawa perubahan dan kebaikan untuk seluruh alam.


Posting Komentar

0 Komentar