Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Tak Cukup Boikot Produk Israel, Tapi Boikut Juga Ideologinya

Oleh : Esnaini Sholikhah,S.Pd

(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)


Serangan entitas Yahudi terhadap Palestina makin membabi buta sejak agreasi pada 7 Oktober 2023, kejahatan Zionis pun di Palestina semakin parah. Mirisnya hingga hari ini, kaum Muslim Palestina belum juga mendapat pembelaan dari pemimpin-pemimpin Negeri muslim di seluruh dunia. Dukungan yang mereka dapatkan baru sebatas seruan boikot produk Yahudi, yang berasal dari berbagai Negeri muslim dan baru bersifat individu, seperti dari muslim di Indonesia. Tujuan boikot adalah untuk mencegah adanya aliran dana dari konsumen muslim melalui produk pro Yahudi. Namun jika dilakukan secara masif oleh seluruh rakyat Indonesia, apalagi muslim sedunia, diharapkan bisa membantu rakyat Palestina. Banyak umat Islam yang menyambut seruan boikot ini, masyarakat di berbagai belahan dunia saling berbagi daftar produk yang diboikot, juga menginformasikan produk substitusinya. Ini menunjukkan antusiasme umat Islam untuk mendukung pembebasan Palestina mulai masif. Gerakan boikot produk pro Yahudi menunjukkan adanya girah perjuangan pada diri umat Islam. Meski jauh di mata, sejatinya Palestina dekat di hati umat, seperti perintah Allah dalam QS Al-Hujurat: 10, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.”


Umat akhirnya mulai sadar dengan mewujudkan solidaritas sesama muslim dengan melakukan aksi boikot melalui media sosial. Umat Islam juga gencar menyuarakan penolakannya terhadap penjajahan entitas Yahudi di Palestina, meski media Barat kerap membungkam mereka. Umat juga mengumpulkan donasi dan mengadakan doa bersama untuk rakyat palestina, dan di bulan Ramadhan ini, salah satu yang bisa dilakukan adalah boikot kurma produk zionis, apalagi zionis adalah pengekspor kurma terbesar di dunia. Boikot harus terus dilakukan atas produk-produk zionis lainnya, bahkan juga harus terus ditingkatkan hingga boikot ideologi yang membiarkan kekejaman di Palestina.


Namun gerakan boikot akan efektif jika dilakukan secara total oleh Negeri-Negeri muslim sedunia. Indonesia sebagai salah satu Negeri muslim terbesar, yang mayoritas penduduknya muslim, sebenarnya bisa melarang produk-produk pro Yahudi untuk beredar di Indonesia, sekaligus memutus hubungan dagang dengan entitas Yahudi dan Negara-Negara pendukungnya, seperti Amerika Serikat. Tidak hanya itu, sebenarnya Indonesia juga bisa memutus hubungan diplomatik dengan semua Negara yang mendukung Yahudi jika Indonesia menerapkan sistem Islam. Negara dengan sistem Islam akan mampu melemahkan Yahudi karena Negara memiliki kekuatan politik kuat. Negara yang menerapkan sistem Islam memiliki kekuatan untuk membuat aturan yang memaksa para pengusaha produsen dan importir produk pro Yahudi agar menghentikan usahanya dan melakukan usaha lain. Inilah bentuk boikot yang konkret. Jika Indonesia menerapkan ideologi Islam, Indonesia tidak hanya bisa memboikot produk pro Yahudi secara total. Lebih dari itu, Indonesia bisa mengirimkan tentara yang bukan sekadar menjadi penjaga perdamaian, tetapi untuk melakukan jihad fi sabilillah menumpas penjajah zionis Yahudi dan membebaskan Palestina. Indonesia sangat bisa melakukannya karena memiliki kekuatan militer yang cukup untuk mengalahkan entitas Yahudi. 


Ini adalah pengamalan terhadap firman Allah SWT, “Persiapkanlah untuk (menghadapi) mereka apa yang kamu mampu, berupa kekuatan (yang kamu miliki) dan pasukan berkuda. Dengannya (persiapan itu) kamu membuat gentar musuh Allah, musuh kamu, dan orang-orang selain mereka.” (QS Al-Anfal: 60).


Sayangnya, Pemerintah seolah telah mati hati, para pejabatnya pun tampak hadir hanya pada aksi bela Palestina, tetapi mereka tidak menggunakan kekuasaannya untuk membela Palestina. Pembelaan mereka berhenti hanya pada pemberian donasi dan doa, tindakannya hanya menunjukkan kapasitas rakyat, bukan sebagai pejabat. Para penguasa Negeri ini hanya bisa mengecam di berbagai forum, padahal yang dibutuhkan untuk membebaskan Palestina adalah pengiriman pasukan, bukan sekadar memberikan kecaman. Jika hanya mengecam zionis, Negara-Negara non muslim juga bisa melakukannya.


Kita bisa melihat totalitas AS dalam mendukung Yahudi. Dewan Perwakilan Rakyat AS, pada Kamis (2/11/2023) telah menyetujui paket bantuan militer senilai 14,3 miliar US dolar (sekitar Rp225,4 triliun) untuk Yahudi. (Antara News, 3/11/2023). Namun, Negeri-Negeri muslim, termasuk Indonesia, tidak ada satu pun yang memberikan dukungan militer pada Palestina. Bantuan yang ada hanya berupa logistik dan kain kafan. Bungkamnya para penguasa muslim ini terjadi karena mereka telah terjajah oleh nasionalisme. Ide ini dihembuskan oleh penjajah Barat ke dunia Islam untuk mengerat wilayah Khilafah Utsmaniyah menjadi lebih dari 50 Negara bangsa pada awal abad ke-20.


Nasionalisme juga yang kini membelenggu Negeri-Negeri muslim sehingga acuh pada penderitaan umat Islam di Negeri yang lainnya, seperti penderitaan muslim Palestina, Uighur, Rohingya, dan sebagainya. Akibat nasionalisme pula, umat Islam laksana buih di lautan, umat Islam hanya menjadi santapan Barat tanpa ada pelindung. Kondisi ini tidak pernah terjadi ketika umat Islam masih bersatu di bawah institusi Khilafah Islamiah.


Rasulullah SAW, bersabda “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai yang orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Daulah Islam, sejak masa Rasulullah SAW, telah merancang pembebasan wilayah Palestina (Al-Quds) dari penjajahan Romawi. Pembebasan itu terealisasi pada masa Khalifah Umar bin Khaththab secara damai setelah beliau mengirimkan pasukan ke Al-Quds. Khilafah kembali membebaskan Al-Quds, setelah sempat dikuasai pasukan salib, dengan mengirimkan pasukan di bawah komando Shalahuddin al-Ayyubi pada 1187. Kini, Al-Quds kembali terjajah setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah sebagai junnah (perisai) pada 1924, umat Islam pun tidak bisa berharap pada Negara-Negara bangsa, untuk mengirim pasukan membebaskan Palestina meski jumlah mereka banyak. Umat juga tidak bisa berharap pada organisasi internasional, seperti PBB dan OKI, yang terbukti mandul.


Saat ini umat hanya bisa melakukan aksi boikot sebagai bentuk keberpihakan pada Palestina dan perlawanan terhadap Yahudi. Namun, boikot bukanlah solusi hakiki, karena solusi hakiki atas penjajahan Yahudi adalah jihad fi sabilillah untuk mengalahkan entitas Yahudi. Umat harus menyuarakan ideologi yang lebih layak untuk diterapkan, yaitu ideologi Islam. 


Namun agar Negara dapat mengemban ideologi Islam, maka harus menggencarkan dakwah. Dakwah yang dilakukan adalah dakwah pemikiran yang menjadikan rakyat berpegang kuat pada akidah Islam sekaligus menjadikannya sebagai Qaidah dan Qiyadah Fikriyah. Dakwah inilah yang dicontohkan Nabi SAW kepada umatnya. Islam menjadikan Negara berdaulat dan bersikap tegas demi keselamatan rakyatnya. Satu-satunya institusi yang akan menggelorakan jihad membebaskan Palestina adalah Khilafah dan sejarah telah membuktikannya. Oleh karenanya, tidak cukup hanya boikot, umat harus mewujudkan institusi Khilafah ini secara nyata dengan memberikan dukungan politik terhadap Daulah Khilafah sang pembebas Palestina. Wallahualam bissawab

Posting Komentar

0 Komentar