Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Pelaksanaan Syariat Islam Mampu Mendorong Pergerakan Ekonomi

 


Oleh : Esnaini Sholikhah,S.Pd (Penulis dan Pengamat Kebijkan Sosial)


Perputaran ekonomi di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif diprediksi akan capai Rp276 triliun di musim libur Lebaran 2024. Jumlah ini meningkat 15% dibandingkan dengan libur Lebaran tahun lalu. Perputaran ekonomi sejalan dengan mobilitas masyarakat selama musim libur Lebaran. Tingginya perputaran ekonomi saat Ramadan maupun Lebaran membawa kebaikan pada dunia pada saat ekonomi dunia lesu. (katadata,12/4/2024)


Lalu lalang kendaraan masyarakat menyambut hari nan suci Idul Fitri 2024 begitu terasa meriah, terlebih beberapa hari jelang Lebaran yang ditetapkan Pemerintah pada Rabu, 10 April 2024. Mobilitas masyarakat di sejumlah wilayah terpantau tinggi untuk sekadar persiapan merayakan Lebaran, seperti belanja makanan, pakaian, hingga bersiap melakukan perjalanan pulang kampung alias mudik. Perayaan khas Indonesia yang ditandai dengan perjalanan dari kota rantau menuju kampung asal menyuguhkan beragam cerita. Pada Lebaran 2024 diproyeksikan terdapat sebanyak 193,6 juta orang atau 71,7 persen dari total penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan mudik. Islam dengan dorongan untuk berbagi dan membahagiakan saudaranya yang tidak mampu atau saudara dekat di bulan Ramadan maupun Lebaran, membawa kebaikan pada perekonomian. 


Kementerian Perhubungan memprediksi perjalanan tersebut berdasarkan pemetaan dari tanggal-tanggal libur yang ditetapkan. Berdasarkan survei yang dilakukan Kemenhub, perjalanan tersebut didominasi perjalanan mudik sebanyak 52 persen untuk berlebaran di kampung halaman, disusul 35,2 persen melakukan tradisi mengunjungi sanak saudara di kampung, serta 10,6 persen memanfaatkan waktu libur Lebaran untuk berkunjung ke tempat wisata.


Bila menilik hasil survei pada 2023, potensi pergerakan masyarakat pada momentum Lebaran mencapai 123,8 juta orang, sementara tahun ini mengalami kenaikan signifikan. Dengan proyeksi pergerakan yang besar pada Lebaran tahun ini, perputaran ekonomi selama libur yang ditetapkan selama 10 hari ini juga diprediksi bakal berdampak secara ekonomi di berbagai daerah. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bahkan menakar proyeksi perputaran ekonomi di sektor parekraf mencapai Rp276,1 triliun. (Antara,14/4/2024)


Namun, pengamat ekonomi Dr. R.A. Vidia Gati, S.E, Ak, M.E.I. menilai, perkiraan ekonomi yang mengacu pada pertumbuhan adalah ukuran semu. Bisa jadi secara hitungan produksi tumbuh atau meningkat dibandingkan dengan tahun kemarin, tetapi menjadi kurang, berarti jika tingginya produksi tidak dibarengi dengan pemastian distribusi barang dan jasa. “Demikian pula ukuran pendapatan per kapita yang digunakan sebagai ukuran kesejahteraaan. Pendapatan per kapita dihitung berdasarkan rata-rata, tidak menggambarkan kondisi riil di lapang. Meskipun secara statistik pendapatan per kapita penduduk Indonesia adalah $4.580 berdasarkan data Bank Dunia pada 2022, tetapi terdapat 26,36 juta orang miskin dengan pendapatan di bawah Rp535.547 per kapita per bulan,” bebernya.


Kondisi ini, menurut Vidia, kontras dengan indikator yang dimiliki dalam sistem ekonomi Islam. “Islam tidak terpaku pada jumlah kekayaan, namun fokus pada sisi manusianya yang berhak mendapatkan hidup yang layak dan sejahtera. Ia menuturkan, Islam mewajibkan Negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok manusia berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Oleh karenanya, ukuran kesejahteraan tidak dihitung secara rata-rata, namun dipastikan individu per individu mendapatkan pemenuhan kebutuhannya. Kemudian, ia mencontohkan, kisah masyhur Umar bin Khaththab yang memanggul sendiri gandum untuk diserahkan kepada rakyatnya ketika ia berpatroli dan menemukan ternyata ada rakyatnya yang lapar. “Tampak, jaminan pemenuhan kebutuhan oleh Negara disandingkan oleh Islam dengan perintah untuk saling tolong menolong dengan sesama saudaranya. Jaminan kesejahteraan dalam Islam dibangun sejak pilar dalam keluarga itu sendiri dengan mewajibkan seorang laki-laki sebagai pencari nafkah dan tidak mewajibkan perempuan untuk bekerja. “Namun, ketika ia tidak dapat memenuhi kebutuhannya, maka di-backup oleh anjuran untuk membantu karib kerabat dan dipastikan pemenuhannya oleh Negara,” pungkasnya. (mediaumat, 20/1/2024)


Islam menetapkan bahwa kesejahteraan adalah hak setiap orang. Oleh karenanya, harus diukur secara orang per orang. Hal ini terkait dengan posisi seorang imam (kepala Negara) yang bertanggung jawab kepada seluruh rakyatnya juga secara orang per orang. Dari Ibn Umar ra., ia berkata, Rasulullah SAW. pernah bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang Imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (Hadis sahih, Muttafaq ‘alaih).


Konsep kepemimpinan Islam ini memiliki dimensi ruhiyah karena akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Banyak nas-nas hadis yang menjelaskan beratnya kepemimpinan dalam pandangan Islam, diantaranya sabda Rasulullah SAW., “Barang siapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan surga baginya.” (HR Bukhari dan Muslim).


Untuk itulah, Islam menetapkan seperangkat aturan (sistem) hidup yang akan membimbing para pemimpin umat hingga tujuan kepemimpinan itu bisa direalisasikan dengan sebaik-baiknya. Dengan syariat Islam, mereka benar-benar akan memfungsikan dirinya sebagai pengurus sekaligus pelindung umat, bukan pebisnis atau kacung kapitalis seperti tampak pada era sekarang. Aturan-aturan Islam tersebut meliputi sistem politik dalam dan luar Negeri, sistem ekonomi, pergaulan, hukum dan sanksi, bahkan pertahanan dan keamanan. Semua aturan ini saling mengukuhkan. Oleh karenanya, tidak bisa diterapkan secara sebagian-sebagian. Penerapan strategi politik ekonomi Islam memastikan Negara akan punya modal melimpah untuk menyejahterakan rakyatnya hingga orang per orang. Ini karena dalam Islam, seluruh sumber daya alam seperti aneka tambang, hasil laut, dan hutan, secara syar’i ditetapkan sebagai milik umum yang tidak boleh dikuasai secara personal sebagaimana dalam sistem sekarang. Begitu pun Negara wajib memberi ruang kondusif bagi seluruh warganya sehingga mampu mengakses seluruh faktor ekonomi secara berkeadilan. Oleh karenanya, sistem politik Islam tidak membiarkan Negara dalam tekanan hingga hilang kemandirian dan kedaulatannya, sebagaimana Allah SWT. berfirman:

“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS Al-Nisâ’ [4]: 141).


Sejarah membuktikan, penerapan sistem Islam selama belasan abad mampu mewujudkan kesejahteraan secara orang per orang dalam level yang tidak terbayangkan. Tidak hanya umat Islam yang merasakan, bahkan Negara-Negara kafir pun merasakan rahmat risalah Islam, sebagaimana kisah fenomenal bantuan khilafah saat kelaparan melanda Irlandia dan pada korban kebakaran di Amerika. Adapun paradigma kepemimpinan sekuler kapitalisme neoliberal terbukti tidak bisa diharapkan oleh umat Islam, apalagi manusia secara keseluruhan. Para pemimpinnya laksana serigala berbulu domba, pandai menyembunyikan segala bentuk pengkhianatan dengan berbagai cara dan kemasan. Seandainya semua hukum Islam diterapkan, maka perekonomian akan lebih cepat lagi perputarannya dan membawa kebaikan bagi Dunia. Wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar