Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Gaji Dosen Rendah, Kemuliaan Pendidik Diabaikan

Oleh : Esnaini Sholikhah,S.Pd

(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)


Setiap tanggal 2 Mei selalu rutin diperingati sebagai hari pendidikan di Indonesia. Namun sayangnya, hari pendidikan sekedar seremonial tanpa peningkatan kesejahteraan para pendidiknya. Gaji guru dari tingkat guru paud/TK hingga dosen yang minim, menunjukkan gambaran rendahnya perhatian dan penghargaan Negara atas profesi yang mempengaruhi masa depan bangsa. Hasil penelitian Serikat Pekerja Kampus atau SPK mengungkap mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp 3 juta pada kuartal pertama 2023. Termasuk dosen yang telah mengabdi selama lebih dari enam tahun. Sekitar 76 persen responden atau dosen mengaku, harus mengambil pekerjaan sampingan karena rendahnya gaji dosen. Pekerjaan itu membuat tugas utama mereka sebagai dosen menjadi terhambat dan berpotensi menurunkan kualitas pendidikan. (Tempo.co, 2/5/2024)


Sejumlah dosen mengungkapkan kekecewaan akibat gaji mereka yang masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR) di media sosial, disertai dengan tagar #JanganJadiDosen. Menurut pengamat pendidikan, gaji dosen yang rendah dapat berdampak buruk pada kualitas pendidikan di perguruan tinggi. Ikhwan, seorang dosen dari sebuah Perguruan Tinggi Negeri satuan kerja mengatakan, bahwa ia dan beberapa dosen membagikan tangkapan layar slip gaji mereka pada platform media sosial X, tujuannya agar dapat menyadarkan publik pada kondisi pelik tersebut. Sebab ungkapnya, banyak rekannya akhirnya meninggalkan profesi dosen karena gaji kurang layak, sehingga memaksa mereka untuk mengambil pekerjaan sampingan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup. “Bisa dibilang berat betul. Akhirnya saya harus invest dengan karier saya, karena kalau karier harus lengkap, dosen tidak bisa hanya mengajar saja tanpa riset dan pengabdian. Itu juga tidak akan naik gajinya,“ ujar Ikhwan kepada BBC News Indonesia pada Kamis (23/02/2024).


Akademisi Dr. Aminatun, Ir., M.Si. mengungkapkan kepada MNews, Ahad (25-4-2024), bahwa penetapan gaji ini tidak terlepas dari sistem demokrasi kapitalisme. “Pada masa awal kerja, CPNS harus bertahan dulu dengan menerima gaji 80% dari gaji pokok. Mereka akan mendapatkan gaji penuh 100% ketika sudah menjadi PNS. Kemudian ditambah tunjangan jabatan fungsional sebagai asisten ahli setelah memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah publikasi ilmiah. Seiring dengan perjalanan waktu akan ada kenaikan gaji berkala selama 2 tahunan dan kenaikan pangkat golongan jika telah memenuhi kredit poin di Tridarma Perguruan Tinggi,” jelasnya.


Merujuk pada UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, ulasnya, dosen didefinisikan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama untuk mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, baik itu ilmu mengenai teknologi ataupun seni melalui pendidikan, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat. Menurut UU tersebut, dalam menjalankan profesinya, seorang dosen berhak mendapatkan penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan mendapatkan jaminan kesejahteraan sosial.


Gaji dosen PTN sudah ditetapkan menurut PP 15/2009 mengenai penggajian pegawai Negeri. Untuk gaji PNS ditentukan berdasarkan golongan mulai dari golongan III sampai IV. Golongan III.a s.d. III.d (lulusan S2 hingga S3) berkisar antara Rp2.688.500-Rp4.797.000. Golongan IV.a s.d. IV.e (lulusan S3) berkisar antara Rp3.044.300-Rp5.901.200. Selain mendapatkan gaji pokok, lanjutnya dosen PTN juga mendapatkan tunjangan fungsional berdasarkan PP 41/2009, tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen. Dosen PTN yang menduduki jabatan fungsional mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu kali dari gaji pokok. Namun, menurutnya, tunjangan fungsional, apalagi tunjangan profesi ini tidak akan diperoleh pada masa awal dosen bekerja. “Kadang-kadang butuh waktu 1-2 tahun untuk mendapatkan tunjangan fungsional, sedangkan 2-3 tahun untuk bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi dosen. Di sinilah persoalan itu muncul, yakni ketakadilan atau ketimpangan antara kerja yang dicurahkan dengan upah yang diterima. Ditambah lagi, biaya hidup pangan, sandang, dan papan yang makin mahal dan tidak adanya jaminan Negara dalam pemenuhan kebutuhan komunal masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan, menjadikan kehidupan dosen ini dirasa sangat jauh dari apa yang disebut sejahtera.


Sungguh berbeda dalam sistem Islam. Islam memandang dosen adalah profesi mulia, menyebarkan ilmu dan membangun karakter mahasiswa sebagai agen perubahan dan calon pemimpin masa depan. Islam menghargai ilmu dan menjunjung tinggi para pemilik ilmu apalagi yang mengajarkan ilmu. Terlebih posisi strategis dosen sebagai pendidik calon pemimpin peradaban masa depan yang mulia. Syariat Islam mendefinisikan pekerja atau ajir seperti halnya dosen, yaitu orang yang bekerja dengan gaji atau upah tertentu. Dosen PNS adalah pekerja atau pegawai yang dipekerjakan oleh Negara, sehingga kepada mereka bisa diberlakukan hukum-hukum ijarah (kontrak kerja). Mengutip sabda Rasulullah SAW, yang diriwayatkan Ad-Daruquthni, dari Ibnu Mas’ud ra.,


“Apabila salah seorang diantara kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberitahukan upahnya kepadanya.”


Dalam hal penentuan standar gaji pegawai, standar yang digunakan adalah manfaat tenaga yang diberikan oleh pegawai, bukan living cost terendah sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Oleh karena itu, tidak akan terjadi eksploitasi tenaga pegawai. Namun dalam Islam, penentuan upah semata-mata oleh mereka yang memiliki keahlian menentukan upah, bukan Negara atau siapa pun, juga bukan berdasarkan kebiasaan penduduk suatu Negara. Pijakan penentuan upah tidak berdasarkan produktivitas pekerja maupun batas taraf hidup paling rendah dalam komunitas tertentu. Islam sangat menghargai pekerjaan dosen, karena perannya sangat penting dalam melahirkan temuan sains dan teknologi, untuk kemajuan peradaban sekaligus mendidik mahasiswa sebagai generasi pengisi peradaban pada masa depan.


Sejarah islam mencatat bagaimana pemuliaan Islam terhadap para dosen. Islam telah mencontohkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, gaji guru itu fantastis, yaitu 15 dinar per bulan (sama dengan 63,75 gram emas atau 63,75 juta rupiah jika harga emas Rp1 juta per gram). Kemudian pada masa kekhalifahan Harun ar-Rasyid, Khalifah kelima dari kekhalifahan Abbasiyah (786-803 M), beliau mengganti setiap hasil karya intelektual berupa buku, dibayarnya mereka dengan emas seberat dengan buku hasil karyanya. Dari sini jelas tampak gambaran Islam dalam memberikan penghargaan yang sangat fantastis, jauh dari nilai upah pada sistem saat ini. Selain upah yang fantastis, sistem Islam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan hidup individual dan komunal masyarakat secara sempurna yang ditanggung oleh Negara, maka kebutuhan sehari hari tidak akan menambah beban hidup dosen. Jadi, Islam menjamin adanya sistem penggajian yang setimpal antara kerja dan upah yang diterima, serta adanya pemenuhan kebutuhan hidup yang dijamin oleh Negara, oleh karenanya kehidupan sejahtera akan teraih dengan sempurna dengan sistem Islam. Wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar