Ironi Kemiskinan Akibat Sistem Kapitalisme
Oleh: Esnaini Sholikhah, S.Pd
(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)
Jumlah orang miskin di Indonesia terus mengalami penurunan. Hal ini terjadi di tengah rendahnya standar tingkat garis kemiskinan yang diberlakukan di Indonesia. Demi mencapai mimpi menjadi negara maju, angka kemiskinan merupakan salah satu indikator yang harus menjadi fokus pemerintah. Sayangnya, selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, penurunan kemiskinan memang berkurang, tetapi tidak terlalu signifikan【CNBC Indonesia, 7/7/2024】.
Di tengah stagnasi ekonomi global, berbagai kebijakan strategis pemerintah berhasil menopang resiliensi ekonomi nasional. Per Maret 2024, tingkat kemiskinan melanjutkan tren penurunan menjadi 9,03 persen dari 9,36 persen pada Maret 2023. “Penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,68 juta orang dari Maret 2023, sehingga jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 25,22 juta orang. Angka kemiskinan ini merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir,” ujar Kepala Badan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu, dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan【05/07/2024】.
Secara spasial, tingkat kemiskinan juga terlihat menurun baik di perkotaan maupun di perdesaan. Tingkat kemiskinan di perkotaan turun ke level 7,09 persen dari 7,29 persen pada Maret 2023. Sementara itu, persentase penduduk miskin di pedesaan mengalami penurunan menjadi sebesar 11,79 persen dari 12,22 persen pada Maret 2023. Penurunan kemiskinan juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan penurunan tertinggi terjadi di Bali dan Nusa Tenggara. “Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (rasio gini) juga menurun dan berada di bawah level prapandemi menjadi sebesar 0,379 pada Maret 2024 (Maret 2023: 0,388). Level tersebut merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir. Penurunan ketimpangan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan,” ujarnya.
Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2024 ditopang oleh solidnya aktivitas ekonomi domestik dan berbagai program bantuan sosial pemerintah, khususnya dalam merespons kenaikan inflasi pangan pada awal 2024. “Penurunan tingkat kemiskinan ini memberikan harapan di tengah stagnasi perekonomian global. Pemerintah akan terus berkomitmen menjaga stabilitas inflasi sehingga dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat, yang selanjutnya dapat mengakselerasi penurunan tingkat kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat,” tandas Febrio.
Pejabat mengklaim kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia menurun. Padahal, marak PHK di mana-mana, harga barang-barang mahal, daya beli menurun, dan lain-lain. Fakta tersebut menunjukkan bahwa sejatinya negara tidak sungguh-sungguh mengeliminasi kemiskinan dengan kebijakan nyata, tetapi hanya sekadar bermain angka-angka.
Inilah ironi kemiskinan yang terjadi di negeri yang makmur nan kaya raya ini. Sawah dan perkebunan terhampar luas. Sumber daya alam di Indonesia pun sangat kaya, mulai dari hutan, laut, minyak bumi, gas, batu bara, hingga emas. Semua kekayaan itu dimiliki oleh Indonesia dan tersebar di berbagai provinsi, dari Sumatra hingga Papua. Namun kemiskinan menjadi isu yang hingga kini belum terselesaikan.
Menurut pandangan kapitalisme, peran negara secara langsung di bidang sosial dan ekonomi harus diupayakan seminim mungkin. Bahkan, diharapkan negara berperan dalam fungsi pengawasan dan penegakan hukum semata. Oleh karena itulah, dalam masyarakat kapitalistik, kita jumpai banyak sekali yayasan, di antaranya bergerak di bidang sosial, pendidikan, dan lain-lain. Selain itu, kita jumpai pula banyak program swastanisasi BUMN. Peran negara semacam ini jelas menjadikan negara kehilangan fungsi utamanya sebagai pemelihara urusan rakyat. Negara yang dibangun di atas asas kapitalisme juga akan kehilangan kemampuannya dalam menjalankan fungsi pemelihara urusan rakyat. Akhirnya, rakyat dibiarkan berkompetisi secara bebas dalam masyarakat. Realitas ini menjadikan adanya orang kuat dan lemah, sehat dan cacat, tua dan muda, dan sebagainya. Sehingga kemudian yang berlaku adalah hukum rimba, yakni barang siapa yang kuat, ialah yang menang dan berhak hidup.
Kemiskinan yang tersistematis terjadi akibat pengaruh kebijakan pembangunan yang tidak menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Muncullah berbagai ketimpangan pendapatan dan standar kesejahteraan di negara ini. Daerah yang belum terjangkau program pembangunan akhirnya menjadi daerah tertinggal. Sistem kapitalisme juga menciptakan yang disebut kemiskinan struktural. Ini ditandai dengan rendahnya akses masyarakat terhadap sumber daya, yang umumnya terjadi dalam suatu tatanan sosial dan budaya, serta sosial politik yang kurang mendukung pembebasan kemiskinan masyarakat. Ditambah dengan segala kebijakan yang memiliki unsur diskriminatif terhadap rakyat kecil dan pro terhadap para kapitalis. Sistem kapitalisme juga meniscayakan adanya kemiskinan, apalagi dengan peran negara hanya sebagai regulator menjadikan rakyat diabaikan, sementara pengusaha dianakemaskan.
Sungguh berbeda jauh dengan Islam. Islam menetapkan negara sebagai raa’in yang wajib menjamin terwujudnya kesejahteraan individu per individu melalui berbagai kebijakannya. Terkait semua ini, Islam mengatasi masalah kemiskinan melalui berbagai mekanisme. Pertama, orang-orang wajib mengusahakan nafkahnya sendiri. Apabila tidak mampu, kerabat dekatnya yang memiliki kelebihan harta wajib membantu. Apabila kerabat dekatnya juga tidak mampu ataupun tidak mempunyai kerabat dekat, kewajiban tersebut beralih ke Baitulmal dari kas zakat. Apabila dari kas zakat tidak ada, wajib diambil dari kas lainnya. Apabila tidak ada juga, kewajiban beralih ke seluruh kaum Muslim. Secara teknis, hal ini dapat dilakukan dengan cara kaum Muslim secara individu membantu orang miskin, dan negara memungut dharibah (pajak) dari orang-orang kaya hingga mencukupi.
Kedua, syariat Islam juga mendefinisikan kepemilikan sebagai izin dari Asy-Syari’ (Pembuat Hukum) untuk memanfaatkan suatu zat atau benda. Terdapat tiga macam kepemilikan dalam Islam, yaitu individu, umum, dan negara. Kepemilikan umum adalah izin dari Allah SWT kepada jemaah (masyarakat), untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Aset yang tergolong kepemilikan umum tidak boleh sama sekali dimiliki individu atau dimonopoli oleh sekelompok orang. Aset yang termasuk jenis ini adalah pertama, segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital masyarakat dan akan menyebabkan persengketaan jika ia lenyap, misalnya, padang rumput, air, pembangkit listrik, dan lain-lain. Kedua, segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu, misalnya sungai, danau, laut, jalan umum, dan lain-lain. Ketiga, barang tambang yang depositnya sangat besar, misalnya emas, perak, minyak, batu bara, dan lain-lain.
Dalam praktiknya, kepemilikan umum ini dikelola oleh negara, dan hasilnya dikembalikan kepada masyarakat bisa dalam bentuk harga yang murah, bahkan gratis. Adanya pengaturan kepemilikan umum semacam ini jelas menjadikan aset-aset strategis masyarakat dapat dinikmati bersama-sama. Tidak dimonopoli oleh seseorang atau sekelompok orang, sehingga yang lain tidak memperoleh apa-apa, sebagaimana terjadi dalam sistem kapitalisme. Sistem politik dan ekonomi Islam mampu mewujudkan kesejahteraan secara nyata. Dengan demikian, masalah kemiskinan dapat dikurangi, bahkan diatasi dengan pengaturan sistem yang ideal seperti ini. Wallahu a'lam bisshawab.
0 Komentar