Ilusi Keadilan Dalam Sistem Demokrasi
Oleh : Esnaini Sholikhah,S.Pd
(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)
Berbagai kasus kriminalitas yang terjadi di Negeri ini tidak mendapatkan sanksi tegas, yang mengoyak nurani keadilan masyarakat, diantaranya kasus asusila ketua KPU Hasyim asyari dan kasus Ronald Tannur. Pengacara keluarga mendiang Dini Sera Afrianti, mengumumkan akan membuat laporan kepada Hakim Pengawas (Bawas) di Mahkamah Agung, setelah hakim ketua Erentua Damanik menjatuhkan vonis bebas untuk Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti. Ketidakpuasan Dimas dimulai ketika Gregorius Ronald Tannur, yang sebelumnya dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menjalani hukuman penjara selama 12 tahun, akhirnya dibebaskan dari tuduhan tersebut. (Surabayapost.news.com, 29/7/2024)
Demikian juga dengan Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari tercatat memiliki kekayaan sebesar Rp9,5 miliar. Hasyim Asy'ari yang menurut DKPP terbukti melakukan tindak asusila itu memiliki sejumlah aset. Hal itu berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara Negara (LHKPN) yang terakhir disetorkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi pada 29 Maret 2024 untuk pelaporan periodik 2023. (JPPN,5/7/2024)
Menurut catatan KPK ada 22 gubernur dan 154 walikota/bupati dan wakil, serta 319 anggota dewan terjerat kasus korupsi. Berdasarkan statistik KPK per 22 Januari 2024, total 1.681 tindak pidana korupsi telah ditangani oleh lembaga antirasuah ini sejak 2004. Dari ribuan kasus tersebut, sejumlah profesi dan jabatan pernah terlibat kasus korupsi, mulai dari anggota lembaga perwakilan rakyat, kepala lembaga atau kementerian, serta kepala pemerintahan daerah. (Kompas, 11/3/2024)
Hukum juga sering tidak berlaku adil bagi rakyat kecil. Pada 2015, seorang nenek divonis satu tahun penjara oleh pengadilan di Situbondo dengan tuduhan mencuri dua batang kayu jati. Namun, Pemerintah pada tahun ini malah membebaskan sejumlah korporasi pelaku pembabatan hutan seluas 3,3 juta hektar untuk dijadikan perkebunan sawit ilegal, padahal Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, keberadaan 505 kebun kelapa sawit ilegal di sejumlah daerah merugikan Negara senilai Rp44 triliun.
Akibat hukum pidana Islam tidak diterapkan, maka, berbagai kejahatan telah merajalela. Setiap hari nyaris tidak sepi dari berita pembunuhan dan penganiayaan. Polri mencatat selama empat tahun terakhir ada 3.000 warga menjadi korban pembunuhan. Bahkan, kekerasan hari ini lebih buruk dibandingkan dengan masa jahiliah. Saat ini banyak korban pembunuhan dimutilasi. Selain karena kian rusaknya nilai kemanusiaan, jelas juga karena hukum yang berlaku tidak memberi efek jera dan efektif memberikan pencegahan.
Hal ini menggambarkan sistem hukum yang jauh dari keadilan, dan tidak memberikan efek jera. Bahkan hukum dikatakan tajam ke bawah tumpul ke atas. Ini menjadi bukti lemahnya hukum buatan akal manusia yang diterapkan hari ini. Kondisi ini wajar terjadi, karena manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas, dan sering terjebak pada koflik kepentingan. Inilah gambaran sistem hukum dalam demokrasi, yang bahkan juga membuka celah terjadinya kejahatan.
Sesungguhnya pangkal kemungkaran hari ini bukanlah semata disebabkan oleh pribadi-pribadi yang bermaksiat pada Allah. Kemungkaran hari ini berasal dari sikap umat yang berpaling dari syariat Islam. Inilah induk dari segala kerusakan yang menyebabkan kerusakan terjadi secara luas. Allah SWT. Berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum [30]: 41).
Sungguh berbeda dengan sistem islam, Islam menegakkan keadilan dengan berpedoman pada aturan Allah, dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Adil. Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, yang berfungsi jawabir dan zawajir. Islam juga memiliki definisi kejahatan dan sanksi yang jelas, juga upaya pencegahan yang menyeluruh. Sedangkan bagi penegak hukum, Islam telah menempatkan individu yang amanah dan bertakwa pada Allah.
Sudah saatnya umat menjadikan Islam sebagai dasar keyakinan dan aturan kehidupan dalam semua aspek, baik itu ekonomi, sosial, militer, politik dan kenegaraan. Ini karena Islam adalah ideologi yang benar dan sempurna. Syariatnya memberikan perlindungan terhadap jiwa, harta, akal, kelahiran dan nasab, kehormatan, akidah, keamanan, serta Negara. Keadilan sistem Islam akan terwujud jika umat berislam secara total (kaffah). Tidak akan terwujud keadilan Islam jika ajaran Islam hanya diambil unsur spiritualnya dan moralnya. Sebaliknya, aturan ekonomi, pidana, dan politik Islam dicampakkan. Yang diterapkan malah aturan demokrasi dan kapitalisme. Kalaupun sebagian hukum Islam diambil, itu karena semata memberikan keuntungan materi kepada pengelolanya seperti hukum haji, umrah, nikah, zakat, infak juga sedekah. Dengan cara seperti itu maka berbagai persoalan tidak akan pernah bisa diselesaikan.
Mengharapkan persoalan umat akan selesai dengan hanya mengangkat pemimpin beragama Islam tanpa penerapan hukum Islam adalah ilusi. Terbukti, hari ini di tanah air mayoritas kepala daerah, anggota dewan dan pejabat beragama Islam. Namun, persoalan umat tidak kunjung selesai. Malah tidak sedikit pejabat dan anggota dewan beragama Islam terperosok dalam kejahatan korupsi.
Oleh karena itu, saatnya kaum muslim berjuang untuk hijrah secara total, dari sistem yang penuh kezaliman menuju keadilan Islam. Caranya dengan menerapkan syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah. Wallahualam.
0 Komentar