Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Penghinaan Terhadap Nabi: Mengapa Selalu Terulang dalam Sistem Sekuler Demokrasi?

Oleh: Murtini, S.E (Aktifis Muslimah)


Pada Senin (30/6), ribuan warga Turki turun ke jalan memprotes karikatur Nabi Muhammad yang diterbitkan oleh majalah satir Le Man. Aksi ini mencerminkan kemarahan umat Islam terhadap penghinaan terbuka yang terus berulang terhadap figur paling mulia dalam Islam. Meskipun pihak media membantah tudingan itu dan otoritas setempat telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap pihak yang bertanggung jawab, masyarakat tetap tidak dapat menerima penghinaan semacam ini.


Pertanyaannya: mengapa peristiwa seperti ini terus berulang, bahkan di negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim? Apa akar persoalannya?


Kebebasan Ekspresi dalam Sistem Sekuler Demokrasi 


Dalam sistem sekuler demokrasi, kebebasan berekspresi dijunjung tinggi sebagai salah satu pilar utama. Namun, justru atas nama kebebasan ini, penghinaan terhadap simbol-simbol suci umat Islam seringkali dilindungi dan dilegalkan. Karikatur Nabi, drama satir, bahkan ujaran kebencian yang disamarkan sebagai kritik, kerap mendapat pembelaan dari negara dan media Barat.


Sistem sekuler memisahkan agama dari kehidupan. Agama dianggap sebagai urusan pribadi, bukan fondasi dalam pengaturan kehidupan publik. Akibatnya, tidak ada rambu-rambu moral maupun spiritual yang mengatur batasan dalam berekspresi. Inilah mengapa penghinaan terhadap agama—khususnya Islam—begitu mudah terjadi dan nyaris tanpa konsekuensi yang berarti.


Lebih dari itu, sistem demokrasi liberal memberikan ruang bagi siapa saja untuk menyuarakan opini, tak peduli apakah opini tersebut menyakiti keyakinan orang lain atau tidak. Selama itu dikategorikan sebagai “hak berekspresi”, pelakunya dilindungi hukum, bukan dihukum. Inilah kontradiksi besar yang terus melukai umat Islam di berbagai penjuru dunia.


Peradaban Islam Menjaga Kehormatan Nabi 


Berbeda dengan sistem sekuler, peradaban Islam dibangun di atas fondasi akidah Islam yang lurus. Dalam peradaban ini, kebebasan bukanlah nilai absolut. Islam memuliakan kebebasan yang bertanggung jawab, bukan kebebasan yang melukai atau menodai kesucian agama.


Dalam sejarah Islam, kehormatan Nabi Muhammad SAW dijaga dengan sangat serius. Negara dalam sistem Khilafah memiliki tanggung jawab syar’i untuk melindungi agama, termasuk dari penghinaan dan pelecehan. Siapa pun yang menghina Nabi, baik secara terang-terangan maupun tersirat, baik Muslim, kafir harbi (musuh Islam), kafir dzimmi (non-Muslim yang tinggal di bawah perlindungan negara Islam), maupun orang asing, akan dikenakan sanksi yang tegas dan menjerakan.


Islam bukan hanya agama ritual, tapi sistem hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan—politik, hukum, pendidikan, hingga budaya. Ketika hukum Islam diterapkan secara menyeluruh oleh institusi Khilafah, maka penghinaan terhadap Nabi tidak akan dibiarkan menjadi polemik tahunan. Negara akan bertindak tegas tanpa menunggu tekanan publik atau demonstrasi jalanan.


Jalan Keluar: Kembali pada Sistem Islam 


Kemarahan umat Islam atas penghinaan terhadap Nabi adalah sesuatu yang wajar dan harus dihargai. Namun kemarahan saja tidak cukup. Umat Islam perlu kembali merenungkan bahwa selama sistem kehidupan yang dijalani masih tunduk pada sekulerisme demokrasi, maka penghinaan demi penghinaan akan terus berulang. Karena sistem inilah yang menjadi akar masalahnya.


Solusinya bukan sekadar memperkuat undang-undang anti-penistaan agama, apalagi berharap pada negara-negara Barat yang justru menjadi pelaku atau pelindung penghinaan itu sendiri. Solusi sejatinya adalah menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, dalam naungan Khilafah Islamiyyah. Sebuah sistem yang tidak hanya melindungi kehormatan Nabi, tetapi juga memuliakan Islam dan umatnya secara utuh.

Posting Komentar

0 Komentar