Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Indonesia Darurat Homoseksual

Oleh: dr. Tuti Rahmayani


Diberitakan, polisi mengamankan 34 orang dalam pesta gay yang digelar di salah satu hotel kawasan Ngagel, Surabaya, pada Minggu (19/10/2025) dini hari. Dari hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kota Surabaya, sebanyak 29 dari 34 pria tersebut dinyatakan positif terinfeksi HIV.


Fakta ini kian mempertegas kondisi darurat moral yang tengah melanda negeri ini. Berdasarkan data estimasi terbaru, Jawa Timur menempati posisi kedua provinsi dengan jumlah LGBT terbanyak, yakni sekitar 300 ribu orang, sedangkan posisi pertama diduduki Jawa Barat dengan 302 ribu orang.


Fenomena yang Kian Merebak


Penggerebekan pesta homoseksual bukanlah hal baru di Indonesia. Namun, alih-alih berkurang, perilaku menyimpang ini justru semakin merebak. Berbagai kecaman dan penolakan masyarakat tak lagi mampu membendung laju penyimpangan ini.


Fakta ini menunjukkan bahwa perilaku homoseksual bukan sekadar penyimpangan individu semata. LGBT kini telah menjelma menjadi gerakan global yang terorganisir dan memiliki misi ideologis: menuntut legalitas dan pengakuan atas eksistensi mereka di tengah masyarakat.


Kampanye global ini didukung oleh berbagai lembaga resmi, organisasi internasional, bahkan perusahaan multinasional. Dengan berlindung di balik isu Hak Asasi Manusia (HAM), propaganda mereka disebarluaskan secara masif di berbagai event, media hiburan, dan platform media sosial. Akibatnya, masyarakat yang terpapar atmosfer sekularisme dan liberalisme perlahan mulai menormalisasi keberadaan perilaku menyimpang tersebut.


Sekularisme: Akar Suburnya Penyimpangan


Sungguh ironis, perilaku homoseksual justru tumbuh subur di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Fenomena ini adalah buah dari sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan.


Islam hanya dijadikan aturan dalam ibadah ritual, sementara urusan sosial, budaya, hukum, dan politik dibangun berdasarkan asas kebebasan (liberalisme) dan orientasi materi (kapitalisme). Akibatnya, masyarakat kehilangan arah moral, dan sistem hukum pun menjadi tebang pilih tidak mampu memberikan efek jera bagi pelaku maksiat.


Tak heran bila Allah SWT menimpakan akibat dari kerusakan yang diciptakan manusia itu sendiri, yakni merebaknya penyakit menular seperti HIV/AIDS yang hingga kini belum ditemukan obat penyembuhnya.


Pandangan Islam terhadap Homoseksual


Islam memiliki sistem hidup yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk perilaku seksual manusia. Dalam pandangan Islam, liwath (hubungan seksual antara sesama laki-laki) merupakan perbuatan keji yang termasuk dosa besar dan pelanggaran terhadap hukum Allah.


Allah SWT berfirman:


“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kamu? Sesungguhnya kamu mendatangi laki-laki untuk melampiaskan nafsumu, bukan kepada perempuan. Bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas.’”

(QS Al-A’raf: 80–81)


Rasulullah ï·º juga bersabda:


“Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan seperti kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (HR. Abu Dawud)


Sanksi Tegas dalam Syariat Islam


Syariat Islam menetapkan sanksi hukuman mati bagi pelaku liwath, baik ia pelaku aktif maupun pasif, dan baik yang sudah menikah (muhsan) maupun belum (ghairu muhshan).


Sanksi ini dijatuhkan setelah terpenuhi syarat-syarat hukum, yaitu pelaku telah baligh, berakal, dan melakukan tanpa paksaan, serta terbukti dengan pengakuan (iqrar) atau kesaksian dua orang laki-laki yang adil.


Para sahabat Nabi berbeda pendapat dalam bentuk teknis pelaksanaannya ada yang dirajam dengan batu, dibunuh lalu dibakar, atau dilempar dari ketinggian dalam posisi terbalik lalu dilempari batu. Namun, esensinya sama: Islam menetapkan hukuman tegas untuk menjaga kesucian masyarakat dari perilaku keji yang menyalahi fitrah.


Menjaga Fitrah dan Mencegah Azab


Dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, rantai penyimpangan homoseksual dapat terputus secara tuntas. Penerapan hukum Allah bukan semata-mata bentuk kekerasan, tetapi sebagai penjagaan fitrah manusia agar tetap berada di jalan yang lurus—melalui pernikahan antara laki-laki dan perempuan untuk melanjutkan keturunan.


Islam menutup setiap celah yang dapat mengundang kemurkaan Allah. Karena itu, satu-satunya jalan untuk menyelamatkan masyarakat dari kerusakan moral dan bencana sosial akibat LGBT adalah dengan kembali kepada hukum Allah secara menyeluruh.


“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha: 124)


Wallahu a’lam bish-shawab.


Posting Komentar

0 Komentar