Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Kesadaran Politik Gen Z Dikriminalisasi

 


Oleh:Esnaini Sholikhah,S.Pd

(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)



Gelombang aksi demonstrasi besar-besaran di bulan Agustus, menunjukkan bahwa ada respons umat terhadap permasalahan yang terjadi. Mulai dari naiknya kebutuhan sehari-hari, biaya pendidikan, pajak yang makin mencekik rakyat, kebijakan kenaikan tunjangan anggota DPR, yang kemudian diperparah aksi anggota DPR yang asyik berjoget saat sidang paripurna, seolah nirempati terhadap nasib rakyat. Puncaknya, di tengah aksi rakyat menyampaikan aspirasi, terjadilah peristiwa pelindasan driver ojol Affan Kurniawan hingga meregang nyawa oleh mobil rantis yang dikendarai oleh anggota Brimob. 


Demonstrasi pun terjadi di berbagai daerah, bahkan makin tidak terkendali dan mengarah kepada kerusuhan, seperti terjadi pembakaran gedung DPRD Makassar yang mengakibatkan tiga korban meninggal dunia, pembakaran fasilitas umum, juga aksi penjarahan yang terjadi di rumah beberapa anggota DPR dan salah satu menteri. Pelaku aksi demonstrasi ini tidak hanya diikuti kalangan mahasiswa, buruh, masyarakat umum, tapi juga diikuti para pelajar SMP ataupun SMA. Melansir Berita Satu, aksi demonstrasi pada Senin (25-8-2025) di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, berlangsung tanpa mobil komando maupun koordinator lapangan. Terlihat sejumlah pelajar SMA ikut bergabung dalam aksi. Sejumlah siswa berseragam putih abu-abu masuk ke area unjuk rasa, meski pihak kepolisian telah berusaha menghalau mereka untuk tidak bergabung dalam aksi. Ternyata, sebagian massa aksi menjemput para pelajar untuk masuk ke kerumunan demonstran.


Polisi kemudian menetapkan 295 anak sebagai tersangka kerusuhan demo di berbagai wilayah di Indonesia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengingatkan kepolisian akan potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam penetapan 295 tersangka berusia anak dalam kerusuhan pada akhir Agustus 2025. Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan, polisi harus mengkaji kembali apakah penetapan tersangka ini sudah sesuai dengan hukum acara pidana dalam sistem peradilan pidana anak (SPPA). Karena kalau tidak (sesuai dengan SPPA), itu nanti bisa terjadi potensi atau risiko pelanggaran HAM dalam proses pendekatan hukum. Anis menegaskan, pendekatan SPPA mutlak harus dilakukan agar kepolisian tidak melakukan potensi pelanggaran HAM. Komnas HAM mengingatkan adanya potensi pelanggaran HAM dalam penetapan anak-anak sebagai tersangka anarkisme, karena proses penyelidikan sarat ancaman dan intimidasi.(Kompas.com, 20/9/2025)


Sedangkan menurut Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menyebut bahwa penetapan 295 tersangka berusia anak dalam kerusuhan pada akhir Agustus 2025 tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak sesuai UU Peradilan Anak. Menurutnya masih banyak yang kemudian tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak, ada anak yang diperlakukan tidak manusiawi, bahkan ada yang kemudian diancam, dikeluarkan dari sekolahnya. Aris menambahkan, Dinas Pendidikan bahkan tidak melakukan tindakan apa pun untuk mencegah anak yang terlihat demonstrasi dikeluarkan dari sekolahnya.(Kompas.com,26/9/2025)



Gen Z mulai sadar politik dan menuntut perubahan atas ketidakadilan. Secara fitrah setiap manusia termasuk Gen Z bisa merespon berbagai tekanan maupun kezaliman yang ada di sekitar mereka. Hanya saja secara psikologis, Gen Z menggunakan mekanisme “face”, yakni menghadapi ancaman secara rasional, asertif, dan tetap terhubung. Gen Z memilih berbicara dengan cara khas mereka, yakni menggunakan media sosial, meme, poster kreatif, hingga estetika visual. Dalam kaitan Gen Z ikut menyuarakan pendapatnya, baik ikut aksi demonstrasi ataupun aktif di media sosial, ini adalah bentuk cara mempertahankan diri mereka ketika mendapat tekanan; merasa tidak suka, marah, kesal yang datang dari luar sehingga ingin melakukan pembelaan atau perlawanan sebagai aktualisasi naluri baqa’-nya. Oleh sebab itu, ini adalah fitrah karena pada hakikatnya semua manusia mempunyai potensi ini. Namun, kesadaran politik itu justru dikriminalisasi dengan label anarkisme. Ini adalah bentuk pembungkaman agar generasi muda tidak kritis terhadap penguasa. Dalam sistem kapitalis, kebebasan berpendapat adalah sesuatu yang absurd. Demokrasi kapitalisme hanya memberi ruang pada suara yang sejalan, sementara yang mengancam akan dijegal atau dikriminalisasi.


Agar tak terjebak pada politik populis, Gen Z perlu memahami arah perubahan seperti apa yang dapat menjadi solusi tuntas atas semua problem yang ada. Perubahan bukan hanya pergantian pemimpin, membubarkan DPR, ataupun menurunkan harga-harga kebutuhan hidup. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang menghantarkan pada perubahan sistem hidup yang menyeluruh, yang saat ini menggunakan sistem sekuler kapitalisme (pemisahan agama dari kehidupan) menuju sistem Islam. Islam akan digunakan sebagai asas dalam setiap aktivitas perbuatan manusia, baik secara individu, masyarakat, maupun negara.


Islam juga mempunyai mekanisme muhasabah lil hukkam (mengoreksi penguasa). Dalam QS An-Nahl ayat 125 Allah Swt. berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” Dengan demikian, ketika Gen Z berbicara tentang perubahan hakiki, cara yang dipakai haruslah cara yang dibenarkan oleh Islam. Mengingatkan kepada penguasa untuk menerapkan aturan yang datang dari Allah. Keberaniannya menyampaikan kebenaran merupakan bukti ketaatannya kepada Allah.


Rasulullah ﷺ bersabda, “Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthallib dan (juga) seorang laki-laki yang berdiri di hadapan penguasa zalim, lalu ia memerintahkannya (kepada kebaikan) dan melarangnya (dari kemungkaran), kemudian penguasa itu membunuhnya.” (HR Al-Hakim). Pemuda adalah tonggak perubahan; kesadaran politik mereka harus diarahkan pada perubahan hakiki menuju Islam kaffah. Islam mewajibkan amar ma’ruf nahi munkar, termasuk mengoreksi penguasa ketika berbuat dzalim, bukan malah membungkam suara kritis.


Khilafah membentuk pemuda dengan pendidikan berbasis aqidah Islam sehingga kesadaran politik mereka terarah untuk memperjuangkan ridha Allah, bukan sekadar luapan emosi seperti anarkisme. Sejarah peradaban Islam mencatat bahwa perubahan besar yang Rasulullah ﷺ bawa dari kegelapan jahiliah menuju cahaya Islam kafah, tidak pernah lepas dari peran pemuda. Dalam hal ini Gen Z adalah bagian dari pemuda, yang mana mereka bukan sekadar pelengkap dalam perjalanan dakwah, melainkan garda terdepan yang berani, penuh energi, dan siap mengorbankan jiwa serta raga demi tegaknya kalimatullah. Pemuda adalah fase kehidupan manusia yang penuh kekuatan, idealisme, dan keberanian untuk mengambil risiko. Al-Qur’an sendiri menyinggung hal ini dalam firman Allah ﷻ tentang Ashabulkahfi, “Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS Al-Kahfi: 13).


Ayat di atas menegaskan bahwa pemuda adalah kelompok yang berpotensi besar untuk menjadi pionir perubahan karena keberanian mereka melawan arus kebatilan demi kebenaran. Sejak awal dakwah Islam, mayoritas pengikut Rasulullah ﷺ adalah para pemuda. Mereka datang dari berbagai latar belakang, tapi sama-sama memiliki semangat untuk meninggalkan sistem jahiliah menuju Islam kafah.


Beberapa contoh pemuda inspiratif ialah Ali bin Abi Thalib (usia 10 tahun), yaitu pemuda pertama yang menerima Islam dan kelak menjadi simbol keberanian, kecerdasan, dan keteguhan dalam membela agama. Mus’ab bin Umair (20), yaitu pemuda kaya raya yang meninggalkan kemewahan dunia untuk mengemban amanah sebagai duta dakwah pertama di Madinah. Zubair bin Awwam (usia belasan tahun) yang rela berkorban nyawa untuk melindungi Rasulullah ﷺ dan selalu tampil sebagai pejuang tangguh. Usamah bin Zaid (17), yaitu mendapat amanah besar sebagai panglima pasukan kaum muslim menghadapi Romawi, menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak ditentukan oleh usia, melainkan iman dan kapasitas. Mereka adalah bukti nyata betapa pemuda menjadi pilar utama dalam kebangkitan umat dan mewujudkan perubahan hakiki. Wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar