PKAD—Menanggapi pasal krusial di RUU IKN ini dan pertanyaan 'apakah terjadi kemiskinan dalam inovasi sehingga perlu adanya studi banding keluar negeri?', Analisis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data Agus Kiswantono menyampaikan fenomena ini agak unik.
“Sebab disaat kita sedang memasuki era revolusi industri 4.0 yang serba borderless, tanpa sekat, batasan, maupun kesulitan untuk mengakses dan hanya sekedar mencari data, ini memprihatinkan,”ungkapnya di Insight PKAD #123, Rabu (5/1/2022).
Apalagi pemerintah sampai melakukan kunjungan luar negeri, membuang-buang anggaran yang sangat luar biasa di tengah pandemi. Padahal menurut Agus, itu bisa dilakukan hanya dengan menghadap komputer untuk mencari apapun.
“Tentu itu lebih simpel, praktis, cepat, dan resiko dari kegagalan juga rendah sekali. Kelihatannya pemerintah belum bisa move on. Sehingga di satu sisi berkompetisi terjadi speak up terkait dengan teknologi sementara perilaku legislatif masih jadul era tahun 90-an,”tandasnya.
"Jadi ini kan agak saya katakan unik ya. Kalau sekedar menghabiskan anggaran Kenapa habis kita gunakan seperti itu. Meskipun rencana kerja pemerintah nomor 85 tahun 2021, tahun 2022 itu sudah cair itu anggarannya itu, 510 Miliar. Ya memang pada saat kita melakukan proses pembangunan itu sebenarnya gampang. Yang penting ada anggaran ya pasti akan jalan," ungkpatnya di diskusi tem “Demi Ibu Kota Baru Plesiran ke Kazakhstan: Miskin Inovasi? di YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.
Agus pun menutup dengan pernyataan "Jadi di satu sisi yang lain, RUU IKN mulai dari pasal 8 sampai 13 ini kan Saya melihat ini ada sesuatu yang luar biasa. Karena IKN ini kan akan dibentuk satu otoritas khusus, otoritas terkait dengan pengelolaan ibukota itu. Nah ini yang harus dicermati ini. Karena hampir mirip-mirip kaya Batam punya otoritas khusus nanti, gitu.”
0 Komentar