Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Hakordia Sekedar Seremoni, Islam Punya Solusi



Oleh: M. Za'far A

Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2022 menjadi catatan penting bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, kepercayaan publik terhadap institusi ini anjlok, yang diduga tak terlepas dari perilaku insan di dalamnya.


Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 19-21 Juli lalu terhadap 502 responden, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antirasuah ini berada di posisi terendah dalam lima tahun terakhir. (Kompas, 09-12-2022)


"Citra KPK terekam berada di angka 57 persen, paling rendah dalam lima tahun terakhir," ujar peneliti Litbang Kompas, Rangga Eka Sakti, dikutip dari Harian Kompas, Senin (8/8/2022).


Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) adalah bentuk komitmen dunia melawan korupsi yang diperingati pada 9 Desember setiap tahunnya. Ditetapkan PBB sejak 2003, Hakordia telah menyatukan pandangan negara-negara bahwa korupsi adalah musuh bersama karena dampak buruk yang ditimbulkannya.


Melalui Hakordia, negara-negara ingin menunjukkan peran dan tanggung jawabnya dalam upaya pemberantasan korupsi yang telah menjadi kejahatan luar biasa. Di Indonesia, KPK menggelar peringatan Hakordia dengan sosialisasi, kampanye, dan penyadaran bahaya korupsi kepada masyarakat melalui berbagai program dan acara menarik.


Di Indonesia sendiri masalah korupsi ditangani oleh komisi pemberantasan korupsi KPK. Sayangnya sejak berdirinya KPK tahun 2022 ternyata korupsi tidak berkurang dan berhenti. Padahal awalnya KPK didirikan karena kepolisian dianggap kotor dan ingin dibersihkan dari korupsi.


Akan tetapi saat ini meski KPK ada korupsi tetap marak. Tidak hanya dalam institusi kepolisian dan pemerintahan. Bahkan lembaga pemberantasan korupsi juga termasuk tempatnya korupsi. Salah satu diantaranya adalah 

ditangkapnya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bernama Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju terkait kasus jual-beli jabatan di Tanjungbalai tahun 2021.

 

KPK tercatat telah menangani 1.194 kasus tindak pidana korupsi sejak 2004 hingga 2021. Tercatat, jenis perkara tindak pidana korupsi yang terbanyak adalah penyuapan yakni sebanyak 775 kasus.


Kasus penyuapan yang berhasil ditindak KPK terbanyak pada 2018 yakni sebanyak 168 kasus. Diikuti tahun 2019 dan 2017 yang masing-masing sebanyak 119 kasus dan 93 kasus.


Pengadaan barang atau jasa merupakan tindak pidana korupsi yang tebanyak ditangani KPK selanjutnya yakni 266 kasus. Lalu, sebanyak 50 kasus penyalahgunaan anggaran telah ditangani KPK sejak 2004 hingga 2021.(kata data.com)


Kasus korupsi yang tidak pernah usai menunjukkan bahwa ini tidak hanya persoalan individual, ada persoalan paradigma dan persoalan sistemis yang harus diselesaikan.


Persoalan paradigma masyarakat memandang bahwa pejabat identitk dengan kaya dan mewah.  Banyak orang tidak menyadari bahwa jabatan adalah amanah. Sehingga jabatan dan kekuasaan disalahgunakan, bahkan terkesan kalau sudah menjabat wajar hidup mewah. Bahkan pejabat itu identik dengan kemewahan.


Ada yang awalnya sekedar rakyat biasa dan pedagang yang bersahaja akan tetapi setelah menjabat tidak lama kehidupannya berubah mewah. Ini juga menjadi magnet pendorong banyak orang pengen sekali menjadi pejabat karena ingin kaya. Dalam pandangan awam pejabat lebih terhormat dan terjamin hidupnya. Orang-orang pun berbondong-bondong jadi pejabat. Padahal jika mengandalkan gaji dan tunjangan saja bisa jadi kemewahan itu tidak mampu diraih. Sehingga korupsi pun menjadi solusi praktis.


Secara sistematis dalam sistem demokrasi menjadi pejabat baik anggota legislatif maupun kepala daerah hatta menjadi lurah pun butuh biaya besar. Biaya ini tidak mungkin dari kantong sendiri. Akhirnya muncullah pemodal yang membiayai semua hingga menang dalam kontestasi. Sehingga wajar ketika telah terpilih harus melakukan upaya-upaya untuk menambah penghasilan untuk mengembalikan modal tersebut korupsi pun menjadi jalan pintas. 


Wajar dalam atmosfer demokrasi kita temukan fenomena korupsi berjamaah. Pejabat dari hulu sampai hilir rawan menjadi koruptor. Tanpa rasa malu dan takut para koruptor ini bangga dengan tindakannya.


Islam memandang bahwa jabatan adalah amanah. Hanya layak diemban oleh orang-orang yang kuat dan bertaqwa. Meskipun profesionalisme sesuatu yang urgen. Akan tetapi ketaqwaan juga harus menyertai. Ketaqwaan ini yang akan mengontrol individu pejabat sehingga tetap lurus dalam menunaikan amanah.


Rasulullah Saw ketika menasehati abu Dzar bersabda:

Wahai abu Dzar sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Dan sesungguhnya jabatan itu adalah amanah dan sungguh pada hari kiamat nanti jabatan itu akan menjadi sumber kehinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang memangkunya dengan benar dan mampu menunaikan apa yang menjadi kewajiban lnya

(HR Muslim 3404)


Islam melarang individu dan pejabat untuk mengambil harta yang bukan miliknya. Seorang pejabat yang diberi tugas dan telah ditetapkan gajinya, maka jika dia mengambil tambahan diluar gaji tersebut terkategori gulul, harta hadil korupsi yang statusnya harta haram.


Dari Mu’adz bin Jabal yang berkata, “Rasulullah Saw telah mengutus saya ke Negeri Yaman. Ketika saya baru berangkat, ia mengirim seseorang untuk memanggil saya kembali, maka saya pun kembali.” Nabi bersabda, “Apakah engkau mengetahui mengapa saya mengirim orang untuk menyuruhmu kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu apa pun tanpa izin saya, karena hal itu adalah Ghulul (korupsi). Barang siapa melakukan ghulul, ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat. Untuk itu saya memanggilmu, dan sekarang berangkatlah untuk tugasmu.” (HR. At-Tirmidzi)


Islam memiliki mekanisme untuk menghentikan korupsi. Pertama, Islam melarang pejabat untuk tidak menerima selain gaji dan memanfaatkan jabatan. Kedua memberikan gaji yang cukup kepada semua pegawai negara dan pejabat. Selain itu Islam memberikan pelayanan umum yang bersifat gratis termasuk perdidikan, kesehatan dan keamanan. Ketiga menetapkan syarat taqwa, profesional dan amanah atas setiap pejabat dan pegawai negara. Keempat Adanya badan pengawas kekayaan pejabat. Seluruh kekayaannya di data sebelum menjabat dan jika terjadi pertambahan tidak wajar selama masa jabatannya maka disita dan dimasukkan ke baitul mal. Kelima memberikan  sanksi yang tegas bagi pelaku korupsi.


Dengan mekanisme ini wajar jika korupsi bisa diminimalisir bahkan dihentikan dalam Islam. Hanya sistem Islam yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan korupsi sampai tuntas.


Wallahu 'alam

Posting Komentar

0 Komentar