Oleh : Rey Fitriyani, Amd.KL
Melihat data statistik di Indonesia kasus remaja yang telah melakukan hubungan seksual jumlah pelakunya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan mayoritas anak remaja di Indonesia sudah berhubungan seksual. Untuk remaja 14-15 tahun jumlahnya 20 persen anak, dan 16-17 tahun jumlahnya mencapai 60 persen.
Menurut Aktivis Pemerhati Anak Kepri dan Sekretaris LPA Batam Erry Syahrial, pihaknya tak menampik tingginya anak remaja yang sudah berhubungan seksual tersebut akan berdampak pada tingginya angka kasus pencabulan, pernikahan dini, hingga kasus penjualan atau pembuangan bayi. Ia mengatakan, remaja yang sudah berhubungan seksual akan berdampak ke moralnya. Akibatnya, anak tidak fokus melanjutkan pendidikan hingga menentukan masa depan. Sehingga Erry meminta orangtua memberi perhatian khusus dengan menguatkan pendidikan karakter dan pendidikan agama anak.
“Orangtua yang memiliki peran besar, sekolah atau guru juga harus berperan memberikan edukasi ke anak,” kata Erry. (metro.batampos.co.id, Senin, 14/08/2023)
Kasus seks bebas juga mendapat tanggapan dari Praktisi Psikolog Keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum. Nuzulia mengungkapkan, banyaknya faktor yang membuat anak saat ini berani melakukan hubungan seksual di usia remaja, disinyalir salah satu penyebabnya akibat kurangnya pengetahuan mengenai dampak seks bebas. Seperti remaja putri berusia 15 tahun yang tersangkut kasus hukum bersama kekasihnya. Selain itu, ada juga remaja yang mengalami masalah mental dalam hal ekonomi. Baginya, dengan melakukan seks bebas mereka akan mudah mendapatkan uang secara instan.
Faktor pendukung lainnya adalah kurangnya pengawasan dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kurangnya kasih sayang dari orang tua dalam bentuk quality time dan komunikasi dua arah menyebabkan anak sering mencari kasih sayang di luar rumah. Tak hanya itu, Nuzulia menyebut ketidakharmonisan dalam keluarga menyebabkan kurangnya kasih sayang. Sehingga menjadikan anak memiliki kemarahan dan dendam pada orang tertentu atau ketidakpuasan, yang pada akhirnya situasi ini membuat mereka lebih mudah melakukan hubungan seksual di usia remaja.
"Misalnya marah pada orang tuanya, marah pada kondisi keluarganya," ungkap perempuan yang akrab disapa Lia ini kepada Republika.co.id, Sabtu (15/4/2023).
Sungguh miris, kasus seks bebas yang semakin meningkat jumlahnya menunjukkan tanda kerusakan perilaku remaja yang sangat parah di negri ini. Dan tidak jarang pelakunya masih berusia muda. Bagi beberapa kalangan mengatakan penyebabnya tidak hanya dari lingkungan keluarga dan sekolah. Namun di era perkembangan digital, baik itu media sosial dan konten negatif yang mudah diakses juga turut andil dalam rusaknya perilaku remaja. Penyalahgunaan akses internet, membuat anak remaja bisa dengan bebas berselancar hingga menemukan konten yang tidak sesuai, lalu mereka mencobanya hingga terjerumus pada pergaulan bebas. (batampos.jawapos.com, 06/08/2023)
Terkait kasus pergaulan bebas ini jika kita cermati, sebenarnya pemerintah sudah mengambil langkah dengan menggerakkan para remaja ini untuk mengikuti berbagai macam program yang ada di sekolah, sebut saja program mengatasi stunting, pendidikan seks dan reproduksi, bahaya narkoba, dan berbagai macam program lainnya. Namun, berbagai macam program yang ada, hasilnya tetap tidak menjadikan permasalahan pada generasi teratasi, justru yang ada seks bebas pada remaja semakin meningkat.
Sejatinya akar permasalahan kasus hubungan pergaulan bebas dikalangan anak remaja karena diterapkannya sistem sekulerisme. Sistem ini menganut pemisahan agama dari kehidupan dan menjadikan manfaat sebagai asasnya. Akhirnya, nilai agama dikesampingkan dan hanya menjadi urusan individu. Apalagi minimnya bekal agama menjadikan para remaja ini kehilangan jati diri dan pegangan hidup. Walhasil pergaulan mereka makin kebablasan dan yang lemah iman menjadi korban dalam sistem ini.
Peran keluarga dan masyarakat di sistem sekulerisme juga sangat minim. Orangtua yang seharusnya menjadi benteng utama justru lalai dalam hal pengawasan. Hal ini karena mereka harus bekerja di luar rumah untuk mencukupi kebutuhan ekononomi. Akibatnya mereka tidak mampu mengawasi tayangan yang ditonton anak anak di media sosial. Selain itu masyarakat di sistem ini, bersikap apatis, mereka cuek dan berdiam diri selama kasus yang ada tidak menimpa keluarga mereka sendiri. Alhasil kondisi rusak pada generasi muda akan terus terjadi dan semakin meningkat jumlahnya.
Kebijakan yang ada di sistem ini juga kurang tegas. Berbagai kebijakan tidak memberikan efek jera kepada pelaku, dan pada pembuat konten konten asusila. Tindakan yang diberikan hanya pemberian sanksi den gan pembayaran denda. Dan bagi anak dibawah umur sanksi yang diberikan hanya sebatas mengikuti rehabilitasi dan wajib lapor saja. Padahal konten tersebut bisa merusak remaja dan berdampak buruk bagi masa depan mereka.
Namun berbeda jika negri ini menerapkan aturan Islam. Dalam Islam sistem pendidikan, sistem pergaulan, sistem informasi termasuk pengelolaan media sosial, sistem sanksi, bahkan sistem ekonomi dan sistem politiknya harus terpadu berasaskan akidah Islam. Semua aturan yang ditetapkan negara senantiasa mengikuti aturan Allah dan Rasul-Nya
Langkah langklah yang diambil dalam Islam diantaranya : Pertama, menyelenggarakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah (1) membentuk kepribadian Islam (syahsiah Islam) bagi peserta didik; (2) membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu keislaman (tsaqafah Islam); dan (3) membekali dengan ilmu kehidupan, seperti sains dan teknologi. Kedua, menerapkan sistem pergaulan Islam. Tidak adanya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan. Sistem Islam akan menutup rapat pintu-pintu perzinaan, seperti berpacaran, berkhalwat (berduaan) dengan non mahram, dan ikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan perempuan.
Ketiga, menerapkan sistem ekonomi berbasis syariat Islam. Negara memastikan semua kepala keluarga (suami/ayah) memiliki pekerjaan layak sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan pemenuhan kebutuhan pokok yang cukup, para ibu bisa berfokus mendidik anak-anak mereka. Keempat, Negara wajib menjauhkan generasi dari informasi merusak yang dapat melemahkan iman dan akal generasi, kehadiran media yang produktif, konstruktif, serta sejalan dengan tujuan pendidikan akan menjauhkan generasi dari tayangan yang bersifat pornografi, dan pergaulan bebas. Kelima, pelaksanaan sistem sanksi yang tegas. Islam menetapkan sanksi bagi para pelaku maksiat dan kriminal. Dengan begitu, mereka yang tidak taat terhadap aturan Islam dapat ditindak dengan hukuman sesuai syariat Islam agar para pelaku jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya.
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan pergaulan bebas pada generasi emas ini hanya bisa terwujud jika negara melakukan langkah langkah yang terpadu dan menyeluruh. Karenanya tidak cukup hanya dengan memberikan edukasi tentang bahaya seks bebas. Tetapi dengan diterapkannya sistem Islam Kaffah, yaitu sistem yang mampu menutup rapat berbagai celah yang dapat memicu rangsangan syahwat remaja dan yang mengantarkan mereka kepada kemaksiatan. Wallahualam bissawab.
1 Komentar
Semoga Khilafah segera tegak sehingga dapat menyelamatkan generasi muda dari jeratan pergaulan bebas, Aamiin wallahua'lam bishawab .
BalasHapus