Oleh : Indha Tri Permatasari, S. Keb., Bd.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukanlah hal baru. Viralnya kasus suami berinisial NKW, 24, menjadi tersangka lantaran membunuh istrinya sendiri berinisial MSD, 24, di Cikarang Barat, Bekasi. Kapolsek Cikarang Barat AKP Rusnawati mengatakan, pembunuhan itu dilakukan sang suami dengan cara Setelah itu mengiris-iriskan pisau tersebut ke leher korban secara berkali-kali. Motif pelaku tega membunuh istrinya sendiri karena sakit hati korban sering memaki tersangka disebabkan kebutuhan hidup ekonomi. (https://www.jawapos.com/kasuistika/012955354/motif-suami-gorok-leher-istrinya-di-bekasi-lantaran-sakit-hati-dimaki-maki-soal-ekonomi)
Adanya UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT ini dibuat dalam rangka memberikan sanksi tegas bagi para pelaku dan meminimalkan KDRT pun tidak membuat efek jera pelaku KDRT.
Fakta ini menunjukkan adanya relasi yang salah antara laki-laki dan perempuan. Ketika pasangan suami istri atau orang terdekat juga menjadi pelaku kekerasan, maka termasuk relasi yang salah dalam keluarga. Relasi yang salah ini sesungguhnya merupakan tanda masyarakat yang sakit.
Untuk memecahkan masalah KDRT maka kit harus memahami faktor-faktor penyebab KDRT, baik dari faktor internal rumah tangga, maupun eksternal. Faktor internal yakni berasal dari pasangan suami istri, seperti ketidakcocokan, kesalahpahaman akibat mis komunikasi.
Sedangkan faktor eksternal yakin faktor ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan terkait lingkungan maupun sistem yang diterapkan di tengah masyarakat. Dari sini kitab bisa simpulkan bahwa masalah KDRT adalah masalah sistemis, banyak faktor yang berkaitan satu dengan yang lain.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak cukup sekadar penyelesaian yang parsial, semisal menyelesaikan soal komunikasi suami istri saja. Sebagai penguasa harus menyelesaikan problem ekonomi, sosial, hukum, perundangan. Dari sini kita bisa melihat tatanan kehidupan hari ini yang sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) tidak mampu menyelesaikan masalah KDRT dengan tuntas.
Semakin parah dengan adanya penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang akan terus memunculkan kesenjangan ekonomi berdampak pada kesehatan mental keluarga. Jika lemah iman maka pasti muncul percekcokan antar suami istri berujung KDRT.
Berbeda dengan islam, sejak syariat islam dibawa oleh Rasulullah, terdapat seperangkat aturan bagi kehidupan manusia, termasuk dalam berumah tangga. Islam telah mengatur hak dan kewajiban suami istri. Islam mewajibkan keduanya untuk bekerja sama dan saling menolong dalam membangun keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. Bagaimana mewujudkannya ? yakin dengan cara suami istri saling bersikap baik dan lemah lembut dan tidak kasar. Laki-laki adalah pemimpin rumah tangga (qawwam). Segala permasalahan rumah tangga harus diselesaikan dengan cara yang makruf dan tidak emosional.
Dalam bidang ekonomi, Islam mewajibkan laki-laki mencari nafkah untuk dirinya dan keluarganya. Jika tidak mampu, nafkah keluarga akan ditunggu oleh saudara atau keluarga dari pihak laki-laki. Jika tidak ada yang mampu lagi, negara lah yang akan memberikan bantuan langsung kepada keluarga tersebut melalui Baitul Mal. Sedangkan, bagi istri hukumnya boleh untuk bekerja. Hanya saja, banyak hal yang harus diperhatikan dan tetap wajib terikat dengan syariat Islam dalam pergaulan dan menutup aurat secara sempurna.
Dan dalam bidang sosial dan pergaulan, sistem Islam akan menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan, seperti larangan khalwat dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan non mahram tanpa aturan dan hajat syar’I untuk mencegah terjadinya perselingkuhan, zina, dan sejenisnya yang bisa saja memicu KDRT.
Begitu pula, dalam sistem hukum islam memiliki sistem sanksi yang tegas terhadap pelaku kejahatan, termasuk KDRT. Dengan demikian, solusi tuntas hanya dengan tegaknya sistem islam kaffah dalam kehidupan.
0 Komentar