Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Gaungkan Politik Ideologis Daripada Politik Praktis



Road to 2024 (27): Gaungkan Politik Ideologis Daripada Politik Praktis 
Oleh Hanif Kristianto (Analis Politik dan Media) 
 

  Surat edaran telah terbit terkait penertiban tempat ibadah di tahun politik. SE dengan Nomor 172.D/III/SE/PP-DMI/IX/2023 diterbitkan tanggal 29 September 2023 dan ditandatangani oleh Ketua DMI Jusuf Kalla dan Sekretaris Jenderal DMI Imam Addaquruni berisikan. DMI meminta seluruh pengurus masjid di Indonesia untuk menjaga tempat ibadah agar steril dari kepentingan politik dan partai politik (parpol). Semua masjid, mushalla, langgar, dan surau harus dijaga fungsinya sebagai tempat beribadah dan pembinaan umat. Masjid juga diminta bebas dari atribut parpol. 

 

  Jika sebelumnya mencuat larangan politik identitas. Sebuah label pada politik Islam yang dianggap mengganggu kepentingan publik. Padahal itu mengganggu kepentingan elit dan oligarki yang selama ini menikmati kue kekuasaan. Tampaknya opini publik dalam sementara ini akan banyak pembicaraan seputar politik. Mengingat pergantian kepemimpinan sangat dinanti mayoritas rakyat di neger ini. 

 

  Sekilas, penerbitan SE ini mengonfirmasi akan ketakutan sebagian pihak terkait pemanfaatan fasilitas agama. Pun menjadi sebab jika politik yang selama ini identik dengan perebutan jabatan dikhawatirkan mencoreng tempat ibadah yang suci. Tampak juga masih terdapat kebingungan bagaimana agama dalam mengatur politik? Terkhusus tidak begitu banyak yang memahami jika Islam merupakan agama yang mengatur politik secara komperhensif.  

 

 Politik praktis selama ini hanya fokus pada identitas parpol dan calon yang akan duduk di kursi jabatan. Proses kampanye dan upaya mendulang suara dari mayoritas umat Islam. Suara rakyat begitu berharga. Simbol keagamaan dianggap sebagai komunikasi politik yang mudah dan dekat dengan umat. Tak hanya itu, tempat berkumpul paling mudah dan murah yaitu di tempat ibadah dan kegiatan keagamaan (seperti perayaan hari besar, momen hari raya, hingga reuni sekolah/pesantren). 

 

  Selain politik praktis yang memang tujuannya mengejar jabatan dan kerap mengabaikan kepentingan rakyat. Terdapat politik ideologis yang berorientasi ke depan untuk menyelesaikan problem kehidupan dengan ideologi sahih yang berasal dari Islam. Jika politik praktis biasanya diliputi pragmatis, maka politik ideologis diliputi paradigmatik dan solusi sistemik. 

 

Praktis vs Ideologis 

 

  Politik demokrasi oleh sebagian publik dikenal hanya rebutan kekuasaan dan jabatan. Alhasil, terkadang ada sikap yang tak elok muncul ke permukaan. Seperti menggunakan agama untuk tujuan kepentingan kekuasaan (politisasi agama), saling mencela dan menjatuhkan kontestan lainnya, hingga money politic yang kerap menyasar rakyat sebagai bentuk tarik suara. 

 

  Akan cukup sulit untuk memisahkan kepentingan politik ke depan dari kerumunan massa di tempat ibadah. Hal ini karena perubahan ke depan menyangkut kepentingan orang banyak. Pun demikian di era keterbukaan aspirasi rakyat, sebuah pembatasan akan menjadi bumerang bagi pembuat kebijakan. Perlu juga ada penilaian jujur dari politik praktis yang selama ini dipraktikkan elit. Rakyat sebenarnya sudah membaca, elit politik membutuhkan suara rakyat hanya menjelang pemilu. Setelah itu rakyat kerap dibuat pilu dengan kebijakan yang tak pro rakyat. 

 

  Terdapat beberapa analisis terkait kemunculan pelarangan politik praktis di tempat ibadah. 

 

Pertama, politik praktis dalam sistem demokrasi mengonfirmasi jika untuk meraih kekuasaan bisa menghalalkan segala cara. Hal ini karena demokrasi berakitifitas dengan kebebasan tanpa ada batasan. Apalagi mengenal benar atau salah dalam pandangan syariah. 

 

Kedua, masyarakat Indonesia masih menjadikan politik terpisah dari kepentingan umat Islam. Kondisi ini diperparah dengan kemunduran umat Islam terkait pengaturan Islam dalam berpolitik yang sesuai dengan al-quran dan sunnah. 

 

Ketiga, politisi dalam demokrasi tidak bisa menjadi teladan. Meski ini tidak bisa digebyahuyah untuk semuanya. Sebagian politisi kerap tersangkut korupsi, penyelewengan jabatan, hingga kasus kriminal yang mencoreng nama besar institusi kenegaraan. 


Keempat, mengonfirmasi politik demokrasi itu berasas sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Fakta ini juga menunjukkan demokrasi tidak berasal dari Islam bahkan ini ide asing di luar Islam. 


  Karenanya, langkah pelarangan politik praktis yang dianggap menimbulkan keresahan di tengah umat bisa jadi langkah bagus. Terkadang politisi itu mau suaranya, tapi tak mau syariah-Nya. Giliran berjanji di depan umat seperti sebuah impian yang akan menjadi kenyataan. Giliran sudah jadi dan ditagih janji, mencla-mencle memutar cara untuk menjawab secara bijaksana.


  Seyognyanya, umat Islam juga perlu edukasi politik yang benar. Inilah momentum siapapun yang ingin membawa rakyat dan umat ini menuju kemaslahatan bersama. Nah, edukasi yang sahih ini juga perlu dilaksanakan di masjid atau pertemuan akbar. Bahan edukasinya berupa Islam dan relasinya dengan negara, politik kenegaraan dalam Islam, kriteria pemimpin dalam Islam, hingga negara Islam yang sesuai dengan al-quran dan sunnah.


Politik Islam


  Politik ideologis yang berbasi dari Islam berfikir ke arah depan dan berkemajuan. Politik yang akan memecahkan problem dari hal yang paling mendasar dengan landasan aqidah Islam. Sebuah gagasan politik yang meneladani nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam politik dan pemerintahan. Inilah kehebatan Islam yang komperhensif termasuk mengatur politik. Maka membahas politik dari sudut pandang Islam yang ideologis bisa menjadi perkara wajib di masjid dan dalam pengajian publik.


  Politik dalam Islam sangat unik, karena bermakna mengurusi urusan umat dengan syariah baik dalam negeri maupun luar negeri. Serta kepentingannya menjaga agama dan mengurusi rakyatnya. Hal ini kontradiktif dengan politik praktis demokrasi yang mengabaikan syariah dan menghalalkan cara untuk mendapatkan kekuasaan.


  Siapapun yang mengkaji politik Islam akan menemukan kepemimpinan yang berlandaskan ketaqwaan dan ketaatan. Seorang pemimpin tidak akan tunduk pada kepentingan asing dan oligarki. Pemimpin yang hati dan pikirannya bersama rakyat. Kehadirannya dirindu dan didoakan rakyat karena mengemban amanah yang berat. Pemimpin bersatunya kata dan perbuatan, karena pertanggungjawabannya tidak hanya kepada manusia tapi juga kepada Allah SWT.


  Gambaran politik Islam akan tercermin dalam penerapan syariah kaffah dalam kehidupan. Sebab Islam merupakan seperangkat aturan yang mengatur urusan aqidah dengan ibadah, manusia dengan dirinya sendiri, hingga urusan pengaturan rakyat (meliputi hukum, ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, dan lainnya). Kalau politik praktis hanya demi kepentingan pragmatis, maka politik Islam yang ideologis demi kepentingan rakyat yang ujungnya manis.


  Insya Allah dengan gambaran politik Islam yang benar. Kemudian digali dari dalil yang kuat dari sumber hukum Islam dan kitab-kitab ulama. Hal ini akan menjadikan politik Islam dirindukan rakyat. Tidak hanya umat Islam yang berharap, tapi juga umat yang lain. Karena terkait politik menyangkut pengaturan kehidupan publik yang di dalamnya ada muslim dan non muslim. Inilah keindahan Islam yang akan bisa dirasakan oleh semuanya. Inilah wujud Islam rahmatan lil ‘alamin. Siapa di antara Anda yang siap menjadi edukator politik Islam?

Posting Komentar

0 Komentar