Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Musim Hujan dan Kebijakan Pembangunan di Tengah Ancaman Bencana Alam

Oleh: Indha Tri Permatasari, S.Keb., Bd.


Musim hujan telah tiba, namun tingginya intensitas curah hujan mengakibatkan bencana alam melanda sejumlah daerah. Empat wilayah di Sumatera Barat (Sumbar) dilanda banjir dan longsor sejak Kamis (7-3-2024) malam, yaitu Padang, Pesisir Selatan, Pasaman Barat, dan Limapuluh Kota, dengan Padang dan Pesisir Selatan sebagai wilayah yang terdampak paling parah. Akibatnya, akses jalan Sumbar-Bengkulu terputus di Pesisir Selatan dan akses Padang-Solok terputus di Kecamatan Lubuk Kilangan, Padang. Di Pasaman Barat, banjir merusak satu jembatan penghubung. Sementara itu, di Limapuluh Kota, banjir bandang terjadi di Kecamatan Sitijuh Limo Kaum (Kompas, 8-3-2024).


Beberapa hari sebelumnya, banjir melanda tujuh kecamatan di Kabupaten Cirebon sejak Selasa (5-3-2024) malam dan meluas ke sembilan kecamatan. Sebanyak 20 ribu unit rumah terdampak dan dua orang meninggal dunia akibat banjir tersebut. Banjir disebabkan oleh meluapnya debit air sungai, yang menyebabkan pemukiman warga terendam hingga ketinggian 20 sentimeter sampai 2,5 meter. Sebanyak 83 ribu warga dilaporkan terdampak banjir (Tirto[dot]id, 6-3-2024).


Tidak lama setelah kita mengingat banjir yang terjadi pada awal musim pada November 2023, kejadian serupa kembali terulang. Banjir bandang menghantam sejumlah wilayah pada Februari 2024, dengan yang terparah adalah jalur nasional Pantura Jateng, khususnya di kawasan Demak-Kudus. Namun, meski berganti bulan, banjir masih melanda banyak kawasan, menunjukkan kurangnya upaya antisipasi. Banjir yang terjadi bukan sekadar banjir biasa, melainkan banjir besar yang mengakibatkan korban jiwa dan bencana tambahan seperti tanah longsor. Curah hujan tinggi selama musim hujan memang merupakan risiko yang dapat diprediksi. Namun, upaya mitigasi yang baik dapat mengurangi dampaknya terhadap masyarakat.


Normalisasi dan peremajaan kawasan sungai merupakan langkah efektif untuk mengurangi risiko banjir. Namun, perusakan lingkungan dan alih fungsi lahan yang tidak terkendali dapat menjadi penyebab banjir. Misalnya, di Sumbar pada tahun 2024, Pemerintah Provinsi Sumbar fokus pada program prioritas pembangunan seperti peningkatan produktivitas pertanian dan pembangunan infrastruktur. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Sumbar 2024 senilai Rp6,7 triliun, dengan target Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar Rp44 triliun. APBD Sumbar 2024 dialokasikan ke berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) untuk optimalisasi pembangunan di berbagai sektor.


Kabupaten Pasaman Barat, yang telah dua kali dilanda banjir sejak awal musim hujan November 2023, mengikuti Penilaian Tahap II Penghargaan Pembangunan Daerah (PPD) Tingkat Provinsi Sumbar 2024. Kabupaten ini ditargetkan menurunkan angka kemiskinan menjadi 6,84% pada 2024, meningkatkan indeks pembangunan manusia, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi menjadi 4,6% (2024). Namun, jika kebijakan pembangunan tersebut tidak memperhitungkan aspek mitigasi bencana dan dampak lingkungan, apakah masih layak untuk dilanjutkan? Hal ini harus menjadi pembelajaran bagi daerah-daerah lainnya.


Hujan merupakan rahmat dari Allah. Dalam Al-Qur'an, Allah menjelaskan proses terjadinya hujan dan mengingatkan kita akan kekuasaan-Nya. Doa saat turun hujan menjadi cara untuk memohon agar hujan tersebut menjadi rahmat bagi kita semua. Dengan demikian, fungsi ekologis hujan menjadi seimbang bagi suatu kawasan. Namun, jika kerusakan lingkungan terjadi akibat ulah manusia, hujan yang seharusnya menjadi rahmat dapat menjadi bencana. Untuk itu, solusinya adalah kembali kepada aturan Allah dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pengambilan kebijakan politik.


Pemerintah seharusnya malu jika daerahnya sering dilanda bencana alam. Hal itu menunjukkan kurangnya upaya dalam mitigasi bencana. Penguasa seharusnya kembali kepada aturan Allah dan meneladani Rasulullah dalam mengurus urusan umat. Pembangunan dalam Islam tidak hanya sekadar memperbaiki infrastruktur, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Sejarah peradaban Islam menunjukkan bahwa pembangunan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan memenuhi visi pengabdian kepada Allah Ta'ala. Oleh karena itu, setiap proyek pembangunan harus selaras dengan ajaran Allah dan tidak menimbulkan penindasan terhadap hamba-Nya. Jika suatu proyek pembangunan melanggar aturan Allah atau menyebabkan ketidakadilan, maka proyek tersebut tidak boleh dilanjutkan.


Selain itu, tata guna lahan juga menjadi perhatian penting dalam Islam. Penguasa harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang fungsi setiap jenis lahan. Lahan yang subur dan cocok untuk pertanian sebaiknya tidak dialihfungsikan menjadi permukiman atau kawasan industri. Demikian pula, lahan pesisir harus dimanfaatkan sesuai dengan potensi ekologisnya, seperti


 mencegah abrasi dan menjaga kelestarian lingkungan. Kawasan hutan juga harus dilestarikan sebagai area konservasi untuk menjaga siklus air dan mencegah bencana alam seperti tanah longsor. Dengan demikian, Islam mengajarkan pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Posting Komentar

0 Komentar