Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Refleksi Hari Buruh: Kapan Buruh Sejahtera?

Oleh: Esnaini Sholikhah, S.Pd (Penulis dan Pengamat Sosial)


Pada tanggal 1 Mei, selalu diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hari Buruh Internasional bermula dari aksi demonstrasi para buruh di Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1886. Dalam demonstrasi tersebut, para buruh menuntut jam kerja 8 jam per hari, 6 hari seminggu, dan upah yang layak. Aksi ini kemudian diwarnai dengan kerusuhan dan tragedi Haymarket Affair. Sejak saat itu hingga kini, 1 Mei diperingati sebagai hari buruh internasional.


Setiap tahun, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menetapkan tema Hari Buruh Internasional berdasarkan isu global yang sedang hangat diperbincangkan. Mengacu pada laporan ILO tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial 2024, dua isu utama yang menjadi sorotan diantaranya, Tingkat pengangguran global yang tinggi: diperkirakan 200 juta orang lebih masih menganggur pada tahun 2024. Kesenjangan sosial yang semakin melebar: ketimpangan antara kaya dan miskin semakin parah, dengan 1 persen populasi terkaya dunia menguasai lebih dari setengah kekayaan global. (tirto.id, 26/4/2024)


Adapun kondisi buruh di Indonesia, survei menunjukkan bahwa 69% perusahaan di Indonesia menyetop perekrutan karyawan baru. Kondisi ini dilakukan karena khawatir terjadi PHK, dari 69% itu, 67% diantaranya merupakan perusahaan besar. Industri perbankan, perhotelan, dan farmasi adalah tiga sektor terbanyak yang membekukan perekrutan pekerja. Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa 23% perusahaan di Indonesia melakukan PHK pada tahun lalu, sedangkan rata-rata global sebesar 32%. (CNN Indonesia, 26-4-2024).


Sementara itu, tuntutan buruh pada May Day juga masih berputar pada kesejahteraan. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyebutkan, ada dua isu utama yang diusung pada aksi Hari Buruh tahun ini, yaitu Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja dan HOSTUM: Hapus Outsourcing, dan Tolak Upah Murah. (Liputan 6, 29-4-2024).


Peringatan hari buruh 2024, dengan tema "Social Justice and Decent Work for All", menunjukkan bahwa secara global maupun nasional, buruh masih terbelit pada persoalan kesejahteraan, seperti upah rendah, kondisi kerja yang tidak layak, maraknya PHK, dan sempitnya lapangan kerja. Persoalan-persoalan tersebut membuat nasib buruh makin terpuruk. Akibatnya, persoalan buruh akan terus ada selama diterapkan sistem kapitalisme yang menganggap buruh hanya sebagai faktor produksi. Nasib buruh tergantung pada perusahaan, sementara tidak ada jaminan dari Negara karena Negara hanya berperan sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan.


Berbeda dengan Islam, Islam memandang buruh sebagai bagian dari rakyat dan Negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraannya. Islam memiliki pandangan khas terhadap buruh, yang berbeda dengan kapitalisme yang melepaskan tanggung jawab terhadap kesejahteraan buruh. Islam memandang buruh sebagai bagian dari rakyat yang harus di-riayah (diurusi) oleh Negara. Dalam sistem Islam, Negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan tiap-tiap warga Negaranya, termasuk para buruh.


Rasulullah SAW bersabda terkait tugas seorang pemimpin rakyat, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).


Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam buku Politik Ekonomi Islam menjelaskan bahwa politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer pada tiap-tiap individu secara menyeluruh, dan membantu tiap-tiap individu di antara mereka dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya.


Dengan demikian, tanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat (termasuk buruh) ada pada Negara, bukan perusahaan. Negara akan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya secara orang per orang sehingga tiap-tiap rakyat merasakan kesejahteraan. Negara juga melakukan fungsi pengawasan untuk memastikan bahwa tidak ada rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya.


Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat oleh Negara ini dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara langsung, Khilafah (pemimpin Islam) menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis, sehingga rakyat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengaksesnya. Mekanisme tidak langsungnya, Negara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat laki-laki yang baligh, untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Lapangan kerja tersebut bisa berupa kesempatan bekerja menjadi buruh, membuka usaha tertentu, menjadi petani, bisnis dagang, jasa, industri, maupun yang lainnya.


Terkait dengan hubungan buruh dan perusahaan, Khilafah menjamin nasib buruh dan sekaligus keberlangsungan perusahaan melalui penerapan Islam kaffah dalam semua bidang kehidupan. Dengan demikian, semua pihak, baik buruh maupun per


usahaan, sama-sama diuntungkan. Negara memastikan bahwa di antara buruh dan perusahaan ada akad yang jelas dan syar’i terkait deskripsi pekerjaan, upah, jam kerja, fasilitas, keselamatan kerja, dan lain lain, sehingga kedua pihak merasa ridha. Negara juga memastikan kedua pihak menjalankan kewajibannya dan memperoleh haknya secara makruf. Jika ada perselisihan di antara keduanya, Negara tampil sebagai hakim yang memberikan keputusan secara adil berdasarkan syariat Islam.


Terkait upah, Islam menentukan upah dalam akad kerja berdasarkan ridha antara kedua belah pihak (antara dhu'in). Islam juga memiliki standar upah yang ditentukan oleh para ahli (khubbara) sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan, risiko, dan lainnya. Dengan demikian, bisa dipastikan tiap-tiap pihak merasa senang.


Negara dalam Islam memiliki mekanisme ideal melalui penerapan sistem Islam kaffah dalam semua bidang kehidupan, yang menjamin nasib buruh dan juga keberlangsungan perusahaan sehingga menguntungkan semua pihak. Akibatnya, buruh senang karena mendapatkan upah secara makruf, perusahaan juga senang karena mendapatkan manfaat yang baik dari karyawannya. Negara dan masyarakat juga senang karena produk perusahaan bisa memasok kebutuhan masyarakat, ekonomi pun berputar dengan sehat. Inilah gambaran kondisi buruh yang kita semua dambakan. Sistem inilah yang kita harapkan tetap eksis agar kesejahteraan dapat terwujud nyata untuk semua pihak, baik itu buruh, perusahaan, dan seluruh masyarakat. Wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar