Sekulerisme Lahirkan Generasi Miskin Iman
Oleh : Esnaini Sholikhah,S.Pd
(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)
Viral di sosial media seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Hasil penyelidikan polisi, pelaku nyatanya dua anak kandungnya sendiri. Dua orang anak remaja putri bernama K dan P. Anak berinisial K masih berusia 17 tahun, sementara P berumur 16 tahun. Modusnya sakit hati terhadap korban karena pelaku dimarahin oleh korban. Kedua pelaku ditangkap di rumah kediaman yang tidak jauh dari Tempat Kejadian Perkara (TKP), yang masih berada di wilayah Duren Sawit, Jakarta Timur, pada Sabtu 22 Juni 2024 sore. Kasus pembunuhan tersebut kini ditangani oleh Resmob Polda Metro Jaya, tutur Kapolres Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly. (Liputan6.com, 23/6/2024)
Kasus pembunuhan serupa juga dilakukan oleh seorang anak di Pesisir Barat, Lampung, terhadap orangtuanya yang berawal dari permintaan korban (ayah kandungnya yang sedang stroke) untuk dibantu diantarkan ke kamar mandi. (Liputan6.com,21/6/2024)
Sistem sekularisme kapitalisme telah merusak dan merobohkan pandangan masyarakat mengenai keluarga. Sekularisme melahirkan manusia-manusia miskin iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, rapuh dan kosong jiwanya. Kapitalisme menjadikan materi sebagai tujuan, abai pada keharusan untuk birrul walidain. Sistem pendidikan yang dihasilkan dari sistem sekuler, juga tidak mendidik agar memahami birul walidain. Akibatnya lahirlah generasi rusak, yang menjadikan rusak pula hubungan mereka dengan Allah. Seorang anak yang seharusnya merawat orang tuanya dengan kasih sayang, berubah bengis karena tidak sabar atas kelemahan fisik orangtuanya. Penerapan sistem hidup kapitalisme gagal memanusiakan manusia. Sehingga menjadikan fitrah dan akal tidak terpelihara, dan juga menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya, yaitu sebagai hamba dan khalifah pembawa rahmat bagi alam semesta.
Namun berbeda dengan sistem Islam, Islam mendidik generasi menjadi generasi berkepribadian Islam, yang akan berbakti dan hormat pada orang tuanya, dan memiliki kemampuan dalam mengendalikan emosi. Islam juga memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal. Sistem Islam akan menegakkan sistem sanksi yang menjerakan, sehingga dapat mencegah semua bentuk kejahatan termasuk kekerasan anak pada orangtua.
Ada tiga pilar penting dalam Islam, sebagai langkah untuk mencegah ragam kejahatan. Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Ketakwaan akan mendorong setiap anggota keluarga senantiasa terikat dengan seluruh aturan Islam. Hal ini jelas akan membentengi setiap anggota keluarga dari melakukan kemaksiatan dan tindak kejahatan. Allah SWT., berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa api neraka.” (TQS At-Tahrim [66]: 6).
Oleh karena itu, sangat penting peran orang tua dalam menanamkan pendidikan Islam di tengah keluarga. Pendidikan Islam tentu mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian Islami yang kukuh. Caranya dengan meletakkan pondasi cara berpikir dan berperilaku berdasarkan keimanan kepada Allah. Keimanan yang kuat kepada Allah akan melahirkan ketundukan pada semua aturan-Nya. Kedua, kontrol masyarakat, kontrol masyarakat akan makin menguatkan ketakwaan individu dan keluarga. Caranya dengan menumbuhkan kepedulian sosial dan membudayakan aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat. Rasulullah SAW., bersabda :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا، فَلْيَغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
“Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran, hendaknya ia mengubah kemungkaran itu dengan tangan (kekuasaan)-nya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, dengan hatinya. Hal demikian adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim).
Aktivitas amar makruf nahi mungkar yang dilakukan secara kolektif akan mampu mencegah terjadinya berbagai kemungkaran dan kejahatan yang mungkin dilakukan oleh individu. Ketiga, peran Negara, Negara dalam Islam wajib menjaga masyarakat dari kemungkinan berbuat dosa dan kejahatan. Caranya adalah dengan menegakkan aturan-aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara wajib menjamin setiap warganya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, papan dan pangan. Saat semua kebutuhan pokok warga terpenuhi, mereka tidak akan terdorong untuk melakukan berbagai tindak kejahatan.
Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam secara cuma-cuma dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang memiliki kepribadian Islam yang handal sehingga terhindar dari berbagai perilaku maksiat dan kejahatan. Selain itu, Negara wajib menjaga agama dan moral masyarakat, serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslim. Misalnya, Negara wajib menghentikan peredaran minuman keras, narkoba, pornografi, termasuk berbagai tayangan yang merusak di media maupun di media sosial. Sebab semua itu jika dibiarkan, bisa memicu terjadinya ragam kemaksiatan dan kejahatan di masyarakat. Semua ini menjadi tanggung jawab Negara. Rasulullah SAW., bersabda :
الإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Kepala Negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).
Negara dalam Islam adalah pelaksana utama penerapan seluruh syariat Islam dan memiliki wewenang untuk memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku tindak kejahatan. Dari sinilah pentingnya Negara memberlakukan hukum pidana Islam. Hukum pidana Islam tentu memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Sebabnya, hukum pidana Islam itu memiliki sifat jawâbir dan zawâjir. Bersifat jawâbir karena penerapan hukum pidana Islam akan menjadi penebus dosa bagi pelaku kriminal yang telah dijatuhi hukuman yang syar’i. Hukum pidana Islam bersifat zawâjir, yakni dapat memberikan efek jera bagi pelakunya dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa.
Dengan hukum pidana Islam, masyarakat akan terlindungi dari berbagai tindak kejahatan. Keamanan dan rasa aman bagi semua orang akan terwujud. Jumlah pelaku tindak kejahatan di masyarakat akan minimal. Penuh sesaknya penjara dan lembaga pemasyarakatan, seperti yang terjadi saat ini hampir di seluruh dunia, tidak akan terjadi saat hukum pidana Islam diterapkan. Oleh karena itu, kebaikan dan keadilan hukum pidana Islam secara i’tiqâdi tidak boleh diragukan. Hal itu merupakan bagian dari perkara yang harus kita imani. Secara faktual, kebaikan dan keadilan hukum pidana Islam juga pernah dirasakan bukan hanya oleh kaum muslim, tetapi juga oleh nonmuslim, yakni ketika hukum-hukum Islam diterapkan secara riil.
Namun, saat ini hukum-hukum Islam tidak lagi diterapkan. Ia digantikan oleh hukum-hukum jahiliah, yang berasal dari manusia sendiri. Inilah yang membuat kehidupan masyarakat sarat dengan kezaliman dan kejahatan, hilang pula keamanan dan rasa aman. Semua itu semestinya mendorong kita untuk segera menerapkan hukum-hukum Islam, untuk mengatur perkara kehidupan dan memutuskan segala persoalan yang terjadi. Jangan sampai kita termasuk orang yang zalim, fasik, apalagi kafir karena enggan menerapkan hukum-hukum Islam. Penerapan semua hukum Islam secara total tentu hanya mungkin diwujudkan dalam institusi Pemerintahan Islam, yaitu Khilafah ala minhâj an-nubuwwah. Wallahualam bissawab
0 Komentar