Oleh: Indha Tri Permatasari, S. Keb., Bd. ( Aktifitas Muslimah)
Generasi muda adalah kekuatan utama kebangkitan dan keberlanjutan peradaban. Allah Swt. menciptakan masa muda sebagai fase kekuatan yang berada di antara dua kelemahan: masa kanak-kanak dan masa tua. Namun hari ini, kondisi generasi berada dalam situasi memprihatinkan. Di tengah masyarakat, marak kasus bunuh diri pada usia 14–28 tahun, meningkatnya perundungan dan kekerasan, serta persoalan kesehatan mental yang semakin kompleks. Gen Z yang hidup dalam kepungan narkoba, judi online, pinjaman online, dan pergaulan bebas, seringkali dipersepsikan sebagai generasi rapuh. Beragam label negatif dilekatkan kepada mereka: FOMO, terlalu bergantung pada teknologi, minim komitmen, instan, anti sosial, dan gemar rebahan.
Klasifikasi generasi seperti Baby Boomers, Gen X, Y, dan Z yang awalnya sekadar kajian sosial kini justru memperlebar jurang perbedaan antargenerasi. Pada saat yang sama, ideologi sekularisme kapitalisme mendominasi seluruh aspek kehidupan. Dalam atmosfer inilah Gen Z diposisikan. Padahal, mereka adalah calon pemimpin masa depan yang punya potensi besar sebagai penggerak perubahan. Identitas mereka harus dikembalikan sebelum terseret lebih jauh ke jebakan sistem yang rusak.
Kesenjangan generasi yang tampak hari ini bukan fenomena alami, melainkan produk sejarah panjang sekularisme kapitalisme yang mengubah orientasi hidup manusia. Sekularisme menjauhkan agama dari kehidupan, sementara kapitalisme mengukur kesuksesan dengan materi dan konsumsi. Perubahan nilai itu tampak dalam data Pew Research Center (2023), yang menunjukkan bahwa Gen Z menjadi generasi dengan tingkat religiusitas terendah di lebih dari 46 negara. Di Indonesia pun, meski banyak mengaku religius, kedalaman pemahaman masih minim.
Kemajuan teknologi semakin memperkuat pudarnya nilai spiritual. Sebagai digital native, Gen Z hidup dalam dunia virtual yang terus dibentuk algoritma. Kapitalisme memanfaatkan ruang digital untuk memasarkan gaya hidup, membentuk opini, bahkan membangun identitas generasi yang sesuai kepentingan pasar. Narasi generasi akhirnya menjadi komoditas: Gen Z digambarkan spontan, ekspresif, dan self-love; Milenial disebut loyal dan pekerja keras. Semua label itu menciptakan jarak antargenerasi dan memutus mata rantai pewarisan nilai.
Di sisi lain, Gen Z juga memiliki potensi besar. Mereka tumbuh di tengah krisis ekonomi, iklim, pandemi, dan polarisasi sosial—situasi yang membentuk karakter kritis dan kepekaan tinggi terhadap isu ketidakadilan. Sepanjang 2025, gelombang aksi pemuda muncul di berbagai negara, termasuk di Asia dan Afrika. Aktivisme mereka bergerak secara glocal: dimulai dari aksi lokal, kemudian menyebar luas melalui media sosial. Namun pergerakan ini masih bersifat pragmatis, belum ideologis, sehingga mudah diarahkan oleh agenda global seperti program moderasi atau keterlibatan pemuda versi lembaga internasional yang justru menjauhkan mereka dari solusi Islam.
Dalam menghadapi tantangan itu, Islam sejatinya tidak mengenal kesenjangan generasi. Rasulullah ﷺ mempersatukan seluruh usia dalam satu barisan perjuangan. Anak, remaja, dan orang tua dibina dalam ikatan akidah dan syariat yang sama, dipersatukan oleh visi hidup untuk menegakkan risalah Islam. Pembinaan menjadi kunci keberhasilan Rasulullah, yaitu pembinaan yang menyentuh hati, mengarahkan akal, dan membuka kesadaran. Beliau memahami karakter pemuda dan membimbing dengan kelembutan namun tetap tegas dalam prinsip. Ketika seorang pemuda datang dengan keinginan untuk berzina, Rasulullah tidak menghakimi, tetapi mengajaknya merenungkan dampak moral dan sosial seandainya hal itu terjadi pada keluarganya. Sentuhan pemikiran dan kasih sayang seperti inilah yang membuat pemuda itu meninggalkan niatnya tanpa paksaan.
Pemahaman Islam pun perlu disampaikan dengan bahasa generasi. Akidah dapat diibaratkan sebagai tujuan akhir perjalanan, syariat sebagai peta rute yang jelas, dan khilafah sebagai sistem yang memastikan perjalanan hidup berjalan aman dan adil. Generasi muda perlu dilibatkan dalam dakwah, diberi ruang kreatif, dan diarahkan untuk memenangkan pertarungan opini di dunia digital yang menjadi arena dominan mereka.
Keluarga, masyarakat, aktivis, partai dakwah, dan negara memiliki peran besar dalam membentuk kembali identitas generasi Islam. Rasulullah ﷺ pernah berwasiat bahwa pemuda adalah kelompok yang paling cepat menyambut dakwah. Mereka adalah sel-sel baru yang membawa vitalitas perjuangan. Di tengah kerusakan yang ditimbulkan kapitalisme-sekularisme, jalan kebangkitan hanya satu: kembali pada Islam sebagai mabda’ yang menyeluruh. Gen Z bukan generasi yang hilang, mereka adalah aset umat yang harus dipimpin menuju kebangkitan hakiki, hingga kemenangan Islam benar-benar terwujud.


0 Komentar