Home

Elon Musk membahas soal Khilafah dihadapan ribuan undangan dalam agenda yang besar, agenda yang gak main-main yakni konferensi pemimpin negara-negara pemerintahan dunia atau KTT Pemerintahan Dunia dengan tema "Membentuk Pemerintah-Pemerintah Masa Depan” yang diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab, pada 13 dan 14 Februari kemarin. Ia mengatakan bahwa “Jika Anda melihat naik turunnya peradaban sepanjang sejarah, peradaban telah bangkit dan jatuh, tetapi itu tidak berarti malapetaka umat manusia secara keseluruhan, karena mereka telah diberikan semua peradaban terpisah yang dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh, Musk juga mencontohkan terkait sejarah jatuhnya Roma sementara umat Islam bangkit dengan ke-Khilafahan-nya sebagai contoh peradaban yang menghasilkan pelestarian pengetahuan dan kemajuan ilmiah. "Ketika Roma runtuh, Islam bangkit, Anda memiliki kekhalifahan yang baik sementara Roma buruk. Dan itu akhirnya menjadi sumber pelestarian pengetahuan dan banyak kemajuan ilmiah," katanya dikutip dari foxbussines.com. CEO Tesla ini berani mengatakan kata 'Khilafah' dihadapan ribuan undangan dari berbagai negara tersebut bahkan memuji kemajuan peradaban ketika khilafah tegak pada masa lalu. Dari sini kita sebagai muslim seharusnya malu, seorang Atheis saja memuji kemajuan peradaban Islam, kenapa malah ada dari segolongan kita justru enggan serta menghadang orang yang memperjuangannya, mempersekusi orang yang mendakwahkannya dan juga menolaknya, dengan alasan takut negaranya nanti berperang, terpecah belah atau alasan yang konyol lainnya, ini justru menampakkan kejumudan kita dan kelemahan kita, kalau kita tidak percaya diri dengan ajaran agama kita berarti memang perlu dibenahi iman kita, agar bisa kembali lagi kejalan yang lurus. www.pojokkota.com

Launching Diskusi Online Wartawan : DEADLINE

Pojokkota.com – Ketika wartawan senior berkumpul dalam sebuah komunitas cair, lahirlah banyak ide. Salah satunya adalah mengobrol santai seputar topik aktual yang menarik perhatian. kemudian diwadahi dalam obrolan daring yang diberi titel ‘DEADLINE’, sebuah forum egaliter sinau bareng para jurnalis untuk mengasah akal sehat. Terbuka untuk umum. Begitulah bunyi undangan berbentuk flier yang tersebar via whats’app.


‘DEADLINE’ edisi ke-1 sekaligus sebagai momentum launchingnya digelar pada Sabtu 31 Juli 2021 pukul 09.00-11.00 WIB, di zoom room dan disiarkan secara live streaming di kanal youtube komunitas jurnalis. Dua puluh menit pertama saling sapa dan saling mendoakan supaya tetap menjaga kesehatan di masa PPKM level 4 saat ini dan obrolan informal lainnya. Sebagai ‘tuan rumah’ yang membersamai forum adalah Dhimam Abror, tokoh jurnalis senior jatim yang sudah malang melintang memimpin berbagai media dan organisasi profesi, termasuk menjadi Pembina Hizbul Wathan FC Liga 2 PSSI. Ungkapan menariknya yaitu adanya paradoksal yang dialami manusia modern saat ini, dulu ingin terbebas dari perbudakan, tapi saat ini manusia itu sendiri yang merelakan dirinya diperbudak teknologi.


Berkenan menjadi keynote speaker (padahal sedang sedang berposisi di Banyuwangi) Prof. Daniel M. Rosyid masih menyempatkan mengulas topik ‘Kapiltalisme gagal menangani Cov-19? Adakah solusi Sosialisme? Kepo juga solusi Islaminya.” kali ini. Lalu disambung curah gagasan masing-masing yang hadir di ruang zoom, dimulai Rosdiansyah yang menyitir Herbert Marcuse tentang sengkarut liberalisme dan adanya kelumpuhan oposisi.  


Berturut-turut ikut nimbrung antara lain Donny Maulana yang menggalaukan vaksinasi dengan efikasi dan wacana berbayarnya vaksinasi. Bahrul Ulum menyampaikan, pentingnya memparalelkan protokol langit dengan maqhasidus syariahnya bersama protokol bumi dengan prokesnya. Rochman Budijanto memaparkan perlombaan pemberian solusi pandemi, yang terkadang selesai dengan sendirinya seperti Flu Spanyol (yang sebetulnya wabah pes) atau upaya rekayasa manusia. Kemudian, Tjahja Gunawan yang sedang olahraga nggowes di jalanan Jakarta tapi tetap setia mengikuti secara online, menengarai adanya aroma konspirasi dalam per-covidan dan pervaksinan sembari melontarkan pertanyaan, mengapa China sebagai produsen Sinovac masih mengimpor vaksin-vaksin produk negara-negara lain.


Terakhir, Rif’an menambahkan bahwa penyelesaian pandemi merupakan domain Negara, jika kapitalisme-sekuler lebih berorientasi bisnis-komersial, sedangkan Negara sosialisme dengan tangan besi dan sayangnya saat ini representasi Islam belum ada yang ber-andil memberikan solusi, tapi hanya sebatas normatif.


Sambutan belasan para wartawan sangat positif, baik yang mengikuti via kanal Youtube maupun ‘getun’ tidak bisa hadir. Ainur Rafiq Sophiaan sedang memimpin rapat redaksi, Isa Ansori sedang online bersiaran di radio, Ady Amar sedang berkoordinasi dengan percetakannya, Cholis Akbar berkirim pesan WA, ‘buat charge otak kita’. Sirikit Syah sedang terapi, tapi menyampaikan tawaran simpatik, rumahnya siap digunakan sebagai lokasi diskusi saat PPKM turun level nanti. Sampai bertemu kembali dengan ‘DEADLINE’ edisi berikutnya. Selamat ! [] rif

Posting Komentar

0 Komentar