“Nyaris sulit dipercaya dan sulit dipahami jika amandemen ini hanya sebatas pasal tentang GBHN menjadi PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara). Karena mustahil tidak ada efek lain. Konsekuensi amandemen ini bisa berdampak pada kewenangan MPR dalam membuat PPHN dan mengontrol presiden”. Hal ini disampaikan Lucius Karus dalam diskusi virtual berama tim Pusat Kajian Analisis Data (PKAD), Senin 30 Agsutus 2021.
Insight #68 PKAD kali ini membahas tema: “UUD 1945 Diamandemen: Kotak Pandora Dan Siapa Yang Berkepentingan Di Baliknya?”. Diundang juga beberapa narasumber, diantaranya; Dr Didik Murianto, SH., MH, dari Komisi III F-Partai Demokrat Dapil Jatim IX Bojonegoro-Tuban. Kemudian Muh. Ihsan Maulana, SH, selaku Koordinator Harian Konstitusi dan Demokrasi-KODE- Inisiaitf. Dan, Drs. Wahyudi Al-Maroky, M.Si, Direktur Pamong Institute.
Lucius memperhatikan wacana amandemen UUD 45 sudah muncul-tenggelam selama dua tahun terakhir dan isunya terus dipelihara. Nampaknya dampak pandemi banyak ambisi politik para politisi yang belum terwujud. Kemudian mereka seperti bergerilya mencari strategi untuk meloloskan misi. Meskipun tidak disampaikan secara eksplisit, namun salah poinnya membahas pembenahan tata kelola pemerintahan dari pusat hingga daerah. Menurutnya ini adalah cara mengemas agar tidak terlihat vulgar.
Amandemen adalah sesuatu yang sulit diperjuangkan dan sulit mendapatkan dukungan publik. Maka ketika ada momen, pihak yang sejak awal memperjuangkan amandemen pasal-pasal tertentu, pasti akan memanfaatkannya.
“Jika dibiarkan, kita sangat yakin ada isu lain yang dengan mudah diborong untuk diamandemen. Ini adalah momentum untuk membuka kotak pandora. Nantinya partai atau fraksi akan dengan mudah menyekapati isu-isu lain yang dianggap penting untuk dilakukan perubahan. Jadi harus dijelaskan apa semangat dari para pengusul amandemen yang cenderung membawa semangat orde baru ini”, tanyanya.
Lucius meragukan apakah substansi amandemen benar hanya sebatas tentang PPHN. Karena sejak awal amandemen ini muncul dengan berbagai macam isu. Pertama, isu pemilihan presiden secara tidak langsung yang serius dipersiapkan partai-partai tertentu. “Atau kalaupun dilakukan secara langsung, tapi instrumen PPHN bisa dijadikan kartu untuk mengontrol presiden berkuasa. Artinya dengan mudah disusupkan tambahan kewenangan MPR untuk memberhentikan presiden karena dianggap tidak menjalankan rencana pembangunan berdasar PPHN”, ungkapnya.
Kedua, Lucius menilai DPD paling berkepentingan dalam rencana amandemen ini. Karena tidak mungkin DPD akan memberikan dukungan (gratis), tanpa menyertakan rencana meng-amandemen pasal terkait kewenangan-kewenangan mereka di parlemen. Apalagi konsolidasi politik menuju 2024 sudah mulai di lakukan. Sehingga mudah sekali amandemen ini di bajak untuk melakukan transaksi politik antar partai yang ada di MPR atau DPR.
Yang terakhir, Lucius berpesan bahwa MPR yang terdiri dari DPR dan DPD punya banyak tugas mendesak yang lebih prioritas daripada membangun mimpi. Sementara itu, penting bagi publik untuk terus mengontrol agar jangan sampai keputusan amandemen begitu mudah dibuat hanya karena negosiasi politik, Hal ini tentu akan sangat merugikan demokrasi ke depan.
0 Komentar