Oleh: Esnaini Sholikhah,S.Pd
(Penulis dan Pengamat Kebijakan Sosial)
Sejumlah media asing menyoroti rencana pemerintahan Presiden RI terpilih Prabowo Subianto, mengenai mengganti susu sapi dengan susu ikan untuk program makan siang gratis. Koran asal Singapura, The Straits Times melaporkan, susu ikan sudah lama menjadi inovasi pemerintah RI. Pada 2023, pememerintah RI memainkan peran kunci dalam meluncurkan susu ikan yang dikembangkan sebagai upaya melakukan hilirisasi produk perikanan. Namun kritikus mengatakan, susu ikan mungkin bukan alternatif terbaik bagi anak-anak, mengingat kadar gulanya yang tinggi dan kurangnya dukungan ilmiah yang memadai mengenai manfaat kesehatan jangka panjangnya, " bunyi laporan The Strait Times berjudul 'Fish milk instead of cow's milk? Idea for Prabowo's free lunch scheme creates a stir in Indonesia'. Tak hanya The Strait Times, surat kabar asal Australia, The Sydney Morning Herald, juga mewartakan hal serupa. Dalam artikelnya berjudul 'An Election Promise of Free Food May End Up with Fish Milk on the Menu', koran Negeri Kanguru itu menyoroti rencana mengganti menu susu sapi dengan susu ikan demi menekan anggaran yang bengkak. (cnnindonesia.com, 13/09/2024)
Berangkat dari isu stunting dan isu ketahanan pangan yang merupakan isu global, disolusi dengan wacana program makan siang gratis, susu gratis, dan susu ikan gratis. Ada beberapa pihak yang pro kontra tentang program makan siang gratis yang diwacanakan pasangan terpilih Prabowo-Gibran, dalam program pemerintahannya nanti. Ini karena sumber pendanaannya direncanakan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Menurut peneliti muda Center for Indonesia Policy Studies (CUPS) Shafrina Indrayadi, dampak paling utama dalam pengalihan dana BOS untuk program makan siang gratis adalah pada pembagian alokasi dana komponen lainnya yang dapat dibiayai oleh BOS.
Sedangkan menurut pemerhati pendidikan Diansyah Novi Susanti, S.Pt. menengarai, program ini justru akan mengancam kualitas pendidikan nasional karena menggunakan dana BOS. “Program makan siang gratis yang kenyataannya tidak gratis ini, tentunya memunculkan masalah baru karena ada pergeseran atau pengalihan dana yang tujuan awalnya difokuskan untuk mendukung ketersediaan akses dan peningkatan kualitas pendidikan. Lebih lagi menurutnya, program ini tidak tepat serta tidak efektif dan efisien untuk memperbaiki kualitas peserta didik. Ini karena kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan dari proses pendidikan, bukan hanya sebatas memenuhi nutrisi kebutuhan jasmaninya, karena bukan hanya makan siang gratis, tetapi didukung pula oleh kurikulum sistem pendidikan yang digunakan, guru yang berkualitas, dan sarana prasarana yang memadai.
Berdasarkan Laporan Statistik BPS Tahun 2022/2023, data jumlah sekolah dari TK sampai SMA pada 2023 sekitar 399.376 unit sekolah. Kemudian data pokok pendidikan semester 2023/2024 menyebutkan, jumlah peserta didik di Indonesia sekitar 51.519.391 siswa. Bisa terbayang jika satu siswa dianggarkan Rp15.000/hari, akan seberapa besar dana yang dikeluarkan untuk hal ini. Padahal, anggaran dana BOS itu ada alokasi lain, seperti untuk kesejahteraan guru honorer, pengembangan ekstrakurikuler, pengembangan sarana dan prasarana sekolah, dan lain lain, yang tentunya sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan pendidikan nasional.
Dimensi kebijakan penguasa yang mengatasnamakan kebijakan makan siang gratis seolah untuk rakyat, padahal sebenarnya memberi peluang usaha kepada banyak korporasi dan oligarki. Para vendor tentu berupaya memenangkan proyek ini, dengan memberikan ‘upeti’ pada birokrasi agar terpilih mengelola proyek ini. Pemenuhan kebutuhan pokok hidup warga negara tidak hanya makan siang, tetapi ada sandang, papan, dan pangan. Juga kebutuhan-kebutuhan pelayanan, seperti kesehatan, pendidikan, politik, keamanan, dan lain lain, yang ini semua seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Kesejahteraan dan pendidikan tidak boleh dipisahkan, karena akan terkait satu dengan yang lainnya. Dikaitkan dengan watak rezim sekuler demokrasi berupa kebijakan dan lepas tangannya negara dalam mengurus rakyat. Negara menunggangi isu generasi untuk menyukseskan proyek industrialisasi. Ini karena kebijakan mengganti susu sapi dengan susu ikan secara tidak langsung telah memberi kesempatan bagi korporasi untuk meraup keuntungan. Saat ini tidak banyak industri dalam negeri yang memproduksi bubuk HPI (susu ikan) sehingga ada peluang bagi industri susu atau penyedia pangan dari luar negeri untuk melakukan investasi di Indonesia, seperti Jepang dan Australia yang merespons positif program ini.
Berbeda dengan sistem Islam yang dengan ikhlas melayani umat dan punya perhatian khusus pada jaminan kualitas generasi, untuk memenuhi hak dasar mereka dengan pemenuhan yang maksimal dan berkualitas. Dalam sistem Islam, pendidikan adalah kewajiban bagi setiap individu. Pemimpin atau Khalifah bertanggung jawab atas hal itu, agar setiap warganya mampu melakukan kewajiban tersebut. Bahkan, biaya pendidikan juga menjadi kewajiban negara. Negara tidak boleh abai dan lepas tangan dalam pengurusannya sesuai hadis Rasulullah SAW. yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya”.
Terkait dengan keberlangsungan peradaban yang ditopang oleh generasi kuat fisik dan kepribadian. Negara menjamin dan memenuhi kebutuhan dasar setiap individu rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Negara Islam akan menyediakan fasilitas dan sarana yang memadai agar layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan bisa berjalan dengan baik. Sistem pendidikan pun berbasis akidah Islam untuk membentuk kepribadian Islam peserta didik. Sistem kesehatan harus berbasis pelayanan prima, seperti pemeriksaan kesehatan, vaksinasi, pemberian makanan bergizi kepada balita dan anak-anak. Selain itu setiap individu rakyat berhak mendapatkan makanan bergizi, bukan hanya orang miskin.
Negara bertanggung jawab penuh dalam mempermudah rakyat mendapatkan akses makanan bergizi, seperti harga pangan terjangkau dan distribusi pangan yang merata ke seluruh wilayah, sehingga tidak terjadi kelangkaan pangan di salah satu wilayah. Pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah, layanan makan bergizi gratis sudah diterapkan dalam bentuk pendirian imaret (dapur umum) berbasis wakaf yang telah dibangun sejak abad ke-14 sampai abad ke-19. Imaret pertama kali didirikan di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan. Seluruh imaret diminta untuk menyiapkan makanan untuk didistribusikan secara gratis kepada masyarakat dari berbagai latar belakang, seperti pengurus masjid, guru, murid, sufi, pelancong, dan penduduk lokal yang membutuhkan.
Negara Islam punya kemampuan menyejahterakan rakyat dengan konsep baitulmal yang kuat. Baitulmal mengalokasikan anggaran negara untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Di dalamnya terdapat bagian-bagian yang sesuai dengan jenis hartanya. Pertama, bagian fai dan kharaj yang meliputi ganimah, anfal, fai, khumus, kharaj, status tanah, jizyah, dan dlaribah (pajak). Kedua, kepemilikan umum meliputi tambang minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, serta aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus, semisal sarana publik seperti rumah sakit, sekolah, jembatan, dan lainnya. Ketiga, zakat yang disusun berdasarkan jenis harta zakat, yaitu zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, serta zakat hewan ternak (unta, sapi, dan kambing).
Dengan mekanisme ini, negara dapat melakukan riayah atau pelayanan dengan sangat baik. Oleh karenanya, hanya sistem Islam kafah yang akan mewujudkan generasi yang memiliki fisik dan psikis kuat. Dari Abu Hurairah ra., Nabi ﷺ bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR Muslim). Wallahu a’lam bisshowab.
0 Komentar