Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Sindikat TPPO Merajalela di Tengah Minimnya Jaminan Kesejahteraan

 


Oleh: Esnaini Sholikhah,S.Pd

(Penulis dan Pengamat Sosial)


Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi menyebutkan ada 11 warga Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan disekap Myanmar. “Awalnya, ada enam korban yang melapor ke kami, kemudian ada penambahan dua orang sehingga totalnya ada delapan orang yang sudah melapor. Sementara tiga korban lainnya dari pihak keluarga belum datang untuk membuat pengaduan atau melapor," kata Ketua SBMI Kabupaten Sukabumi Jejen Nurjanah di Sukabumi, Rabu. Menurut Jejen, awalnya mereka dijanjikan bekerja jadi tenaga administrasi atau pelayan investasi berbentuk mata uang Kripto di Thailand, tapi pada akhirnya menyeberang ke Myawaddy, Myanmar dan bekerja menjadi pelaku penipuan (scammer) daring. (Antara, 11/9/2024)


Pelaku disebut meminta uang tebusan Rp550 juta untuk membebaskan korban. "Jaringan TPPO meminta tebusan Rp50 juta per orang sehingga totalnya Rp550 juta untuk mempercepat proses pembebasan 11 warga Kabupaten Sukabumi yang disekap mereka," kata Jejen di Sukabumi, dikutip dari Antara, Minggu. Alasan besaran permintaan tebusan itu adalah untuk membayar denda dan penyeberangan 11 WNI tadi dari Thailand ke Myanmar. Miris, isu keterlibatan aparat dalam kasus ini turut mencuat. Ini sejalan dengan pernyataan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Dave Laksono, yang menduga bisa jadi ada keterlibatan aparat tertentu. Ia menegaskan, sindikat semacam ini harus dibongkar jaringannya sampai ke akar. Terlebih, menurutnya, kejadian semacam ini terus berulang. Ia menilai pemerintah bertanggung jawab untuk melakukan edukasi dan pembelaan terhadap para WNI korban TPPO di Myanmar tersebut. (Antara, 15/9/2024).


Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya TPPO terus berulang, diantaranya: kurangnya kesempatan kerja, rendahnya edukasi, maraknya sindikat dan dugaan keterlibatan aparat, juga penegakan hukum yang lemah. Dengan demikian, kita tidak bisa menyalahkan para korban sepenuhnya. Sudahlah di dalam negeri ancaman kesulitan hidup tinggi, ketika para korban itu mengadu nasib ke luar negeri demi mengharapkan gaji tinggi, ternyata kondisinya tidak lebih baik. Bahkan mereka harus menerima berbagai perlakuan yang tidak manusiawi dari majikannya. Sejatinya, faktor ekonomi yang membuat mereka rela mencari nafkah jauh dari keluarga tersebut, hanya secuil dari arus deras kapitalisme yang secara sistemis menyebabkan berbagai dampak buruk bagi masyarakat.


Dalam kasus TPPO semacam ini sebenarnya peran negara tidak cukup dengan mengevakuasi para korban agar bisa kembali ke Tanah Air. Negara juga harus memberikan solusi sistemis agar ketika para korban TPPO sudah berhasil dipulangkan, mereka tidak lantas menambah angka pengangguran. Hanya saja, melihat peran negara yang selama ini cenderung lepas tangan untuk mengurus berbagai hajat publik di dalam negeri, kita layak pesimis akan ada langkah strategis yang diambil oleh pemerintah untuk menyolusi kasus TPPO secara tuntas, dengan jaminan politik dan ekonomi bagi para korbannya saat sudah kembali.


Semestinya, negara berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas, bukan malah menjadikan para pekerja migran sebagai pahlawan devisa yang posisi mereka hanya dimanfaatkan berdasarkan produktivitas ekonomi. Wujud peningkatan kesejahteraan itu diantaranya pengentasan kemiskinan, pelayanan penuh dari negara di sektor-sektor publik, penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai, mengatur perdagangan luar negeri, agar tidak merugikan industri dalam negeri, juga pengambil alihan tata kelola sektor tambang migas dan minerba dari swasta.


Selain itu, negara semestinya memberikan edukasi pada masyarakat melalui sistem pendidikan dalam berbagai format, baik itu formal maupun nonformal. Ini dalam rangka mencetak SDM yang memiliki beragam keahlian dan kepakaran agar berguna untuk menyelesaikan persoalan-persoalan teknis dalam kehidupan. Dengan begitu, negara tidak melulu mengandalkan investasi swasta maupun asing untuk bisa mengembangkan berbagai sektor strategis di dalam negeri.


Pemerintah juga harus tegas menerapkan sistem sanksi agar bisa menutup celah munculnya sindikat TPPO. Terlebih jika benar dugaan ada keterlibatan aparat, mereka semestinya turut mendapatkan sanksi. Keterlibatan aparat menyebabkan TPPO terus berulang, apalagi jika tidak ada sanksi yang tegas. Kasus TPPO menunjukkan bahwa negara sekuler kapitalis telah gagal menjadi pelindung dan pengayom bagi rakyatnya. 


Sebaliknya, negara Islam (Khilafah) akan menangani kasus TPPO melalui penerapan politik luar negeri sesuai syariat Islam. Penerapan strategi politik ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan rakyat orang per orang. Kesejahteraan akan mencegah terjadinya TPPO. Politik luar negeri negara Islam adalah hubungannya dengan negara-negara, bangsa-bangsa, dan umat-umat lain. Hubungan ini adalah bentuk pemeliharaan urusan-urusan umat di luar negeri. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shollallahu Alaihi Wassalam:

“Sesungguhnya imam(khalifah) adalah perisai (junnah), orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya, ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim).


Selain itu, Khilafah juga menerapkan sistem ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat secara individu per individu. Rakyat Khilafah tidak akan mengalami kenyataan pahit terkait dengan pemasukan ekonomi bagi rumah tangga. Warga Khilafah tidak perlu bersusah payah bekerja di luar negeri demi memperoleh gaji tinggi, karena di dalam negeri semua kebutuhannya sudah disediakan oleh negara. Pemenuhan kebutuhan tersebut diutamakan untuk kebutuhan primer. Meski demikian, Khilafah juga memiliki kebijakan untuk memberikan harta (i’tha’) kepada rakyatnya, baik itu kebutuhan primer, sekunder, tersier, maupun berupa tanah dalam konteks menghidupkan tanah mati (ihyaul mawat). Untuk harta kepemilikan umum seperti tambang migas dan minerba, Khilafah akan mengambilalih tata kelolanya dari swasta dan mengembalikan hasil pengelolaan itu kepada rakyat selaku pemilik asalnya.


Pendidikan yang berbasis akidah Islam juga akan mencetak individu yang bertakwa, yang mencegah untuk melakukan kejahatan. Khilafah akan menyelenggarakan sistem pendidikan Islam, baik yang formal maupun nonformal, dengan pelaksanaan yang berbasis akidah Islam. Pengambilan bidang minat keilmuan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu. Selanjutnya, keahlian dan kepakaran mereka akan dimanfaatkan dalam sektor-sektor strategis publik yang juga dikelola oleh Khilafah, seperti pertanian, pertambangan, kehutanan, kesehatan, pendidikan, kemaritiman, transportasi, infrastruktur, teknologi, dan industri. Hal ini dalam rangka membuka banyak lapangan kerja di dalam negeri bagi warga. 


Khilafah akan menutup berbagai celah yang memungkinkan terjadinya pengembangan harta secara haram sehingga harta yang masuk ke baitulmal (kas negara) maupun yang beredar di tengah-tengah masyarakat adalah harta yang halal dan berkah. Nominal gaji yang diberikan oleh pemerintah kepada para pegawai negara ditetapkan menurut pendapat khubara’ (para ahli) sesuai dengan jenis pekerjaannya agar mereka tidak kekurangan gaji, harta sampai-sampai harus menjadi orang-orang yang mudah menerima suap, khususnya untuk meloloskan para pelaku TPPO.


Khilafah akan menerapkan sistem sanksi yang tegas dan berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Makna “pencegah” adalah agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama. Sedangkan “penebus” maknanya sanksi tersebut akan dapat menebus dosa pelaku. Hal ini dalam rangka menutup berbagai peluang munculnya kasus TPPO beserta aparat yang bisa disuap untuk memuluskannya sehingga kasus TPPO tidak akan berulang. Dukungan sistem hukum dan polugri oleh negara yang menerapkan Islam akan efektif dalam mencegah terjadinya TPPO. Wallahua’lam bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar