Oleh: Aisyah Salsabilla, Pemerhati Generasi
Pemerintah Republik Indonesia memperkenalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak atau PP TUNAS sebagai model regulasi yang bisa menjadi acuan global dalam melindungi anak-anak di ruang digital kepada organisasi telekomunikasi internasional, yakni International Telecommunications Union (ITU) ). (menpan.go.id, 10/07/2025) .
Kemajuan teknologi digital saat ini telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia. Namun, di balik berbagai kemudahan yang ditawarkan, muncul pula berbagai persoalan yang kompleks, terutama yang berkaitan dengan keselamatan anak-anak di dunia maya.
Penggunaan gawai secara masif di usia dini menjadi salah satu faktor utama yang menjadikan anak-anak rentan terhadap ancaman siber, mulai dari paparan konten kekerasan hingga eksploitasi seksual online.
Media sosial yang digadang sebagai sarana ekspresi dan hiburan, kini menjadi jalan masuk berbagai konten berbahaya. Video kekerasan, ujaran kebencian, dan bahkan konten seksual, semua tersedia dengan mudah di genggaman anak-anak. Yang lebih menyedihkan, banyak orang tua yang tak punya cukup pengetahuan atau kewaspadaan dalam mendampingi anak di dunia maya.
Hal ini menunjukkan rendahnya literasi digital masyarakat kita. Namun lebih dari itu, ini adalah buah dari sistem pendidikan sekuler yang gagal membentuk fondasi iman dan akhlak yang kokoh sejak dini. Pendidikan hari ini terlalu fokus pada angka, ijazah, dan prestasi akademik, sementara pembentukan karakter—terutama yang berakar pada nilai-nilai keimanan—diabaikan.
Sayangnya, Regulasi pengamanan siber terhadap anak masih lemah, pengawasan konten digital tidak optimal, dan pendekatan pencegahan minim sentuhan ideologis. Negara justru sibuk mendorong percepatan digitalisasi demi mengejar keuntungan ekonomi. Platform digital terus tumbuh tanpa kontrol yang kuat, dan keselamatan anak-anak menjadi korban sampingan.
Inilah wajah nyata dari sistem kapitalisme sekuler: teknologi digunakan demi profit, bukan untuk kemaslahatan. Ketika materi menjadi orientasi utama, keselamatan moral dan spiritual anak-anak dinomorduakan. Apa gunanya koneksi internet cepat, jika yang masuk ke dalam pikiran anak adalah konten yang merusak jiwa?
Lebih berbahaya lagi, dominasi teknologi asing atas dunia siber juga membuka celah besar bagi intervensi dan penjajahan nonfisik. Ketergantungan pada infrastruktur digital buatan luar negeri bisa menjadikan ruang siber sebagai alat kendali asing terhadap kedaulatan bangsa. Ini bukan lagi soal keamanan individu, tapi juga pertahanan negara.
Maka, sudah saatnya kita berpikir ulang soal arah dan tujuan kemajuan teknologi. Solusi parsial seperti peningkatan literasi digital saja tidak cukup. Kita butuh sistem yang menyeluruh—sistem yang menjadikan iman sebagai dasar, dan negara sebagai pelindung yang sejati.
Islam, dalam bingkai Khilafah, pernah memimpin peradaban dunia dengan kemajuan teknologi yang dibingkai oleh nilai-nilai syariat. Dalam sistem ini, negara tidak hanya hadir sebagai regulator, tetapi juga sebagai pengarah dan penjaga. Teknologi dikembangkan dengan arahan yang jelas, digunakan untuk dakwah, pendidikan, dan perlindungan umat. Ruang siber dibersihkan dari pornografi, kekerasan, dan konten berbahaya—bukan karena tekanan pasar, tapi karena tuntutan syariah.
Negara Islam akan membangun infrastruktur teknologi secara mandiri, tidak tunduk pada dominasi asing. Ini bukan soal fanatisme, tapi soal kedaulatan dan keselamatan generasi masa depan. Islam melihat teknologi bukan sebagai tujuan, tapi sebagai alat untuk menjaga kemuliaan manusia dan keselamatannya di dunia dan akhirat.
Anak-anak adalah amanah yang harus dijaga. Bila negara gagal melindungi mereka dari bahaya dunia digital, maka sesungguhnya kita sedang menuju kehancuran moral yang lebih besar. Sudah saatnya kita menyadari, bahwa hanya sistem Islam yang mampu menjadi junnah (perisai) sejati bagi rakyatnya—termasuk bagi anak-anak yang hari ini sedang terombang-ambing dalam badai siber.
0 Komentar