Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

Tragedi Mutilasi Mojokerto dan Fenomena Living Together: Cermin Buram Gaya Hidup Sekular


Oleh: Indha Tri Permatasari, S.Keb., Bd. ( Aktifis Muslimah)


Publik dikejutkan oleh kasus mutilasi sadis di Mojokerto. Puluhan potongan tubuh yang ditemukan di wilayah tersebut ternyata merupakan bagian tubuh seorang wanita muda. Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menemukan ratusan potongan tubuh lainnya yang disimpan di kamar kos di Surabaya.


Yang lebih menggemparkan, pelaku pembunuhan dan mutilasi tersebut adalah pacar korban sendiri. Motifnya? Didorong oleh kemarahan karena tidak dibukakan pintu kos dan tekanan ekonomi dari sang pacar. Tragedi ini tidak hanya menyisakan duka, tetapi juga membuka tabir suram tentang gaya hidup sebagian generasi muda saat ini—yakni fenomena living together atau tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan.


Living Together: Tren atau Masalah?


Tinggal bersama pasangan tanpa ikatan pernikahan kini menjadi fenomena yang kian umum di kalangan anak muda. Alasan yang sering dikemukakan pun beragam: ingin mengenal pasangan lebih dalam sebelum menikah, efisiensi biaya hidup, hingga alasan kenyamanan pribadi.


Psikolog Virginia Hanny menilai, sebelum memutuskan untuk tinggal bersama, pasangan seharusnya mempertimbangkan beberapa hal penting. Pertama, pastikan bahwa keputusan itu merupakan kesepakatan kedua belah pihak tanpa paksaan. Kedua, sepakati lokasi tinggal dan segala konsekuensi finansialnya. Ketiga, tetapkan tujuan living together serta batasan yang jelas dalam hubungan.


Namun, tak bisa dipungkiri, fenomena ini juga membawa risiko—dari kekerasan dalam hubungan hingga kasus kriminal seperti yang terjadi di Mojokerto. Ketika tidak ada ikatan sah yang mengikat secara moral dan hukum, relasi bisa menjadi tidak sehat dan berujung pada tindakan ekstrem.


Buah Pahit Sekularisme


Fenomena ini menjadi bukti nyata dari dampak sekularisme—paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam masyarakat sekuler-liberal, norma agama tak lagi menjadi pedoman utama dalam bertindak. Ketika seseorang merasa bebas menuruti emosi, seperti marah atau cemburu, ia pun bertindak sesuka hati tanpa mempertimbangkan halal-haram.


Normalisasi pacaran dan living together di tengah masyarakat modern seringkali dianggap sebagai bentuk kebebasan individu. Negara pun, dalam sistem hukum sekuler, tidak menganggap hubungan tanpa ikatan pernikahan sebagai pelanggaran hukum—kecuali jika ada unsur kekerasan atau korban.


Padahal, minimnya kontrol sosial dan lemahnya edukasi nilai moral dan agama membuka ruang lebar bagi gaya hidup bebas yang berisiko. Ketika masyarakat tidak lagi merasa bertanggung jawab untuk saling menasihati dan mencegah kemungkaran, maka kasus-kasus seperti mutilasi Mojokerto bisa saja terulang.


Pentingnya Sistem Sosial Islam


Dalam Islam, kehidupan sosial diatur dengan sistem yang jelas. Ketakwaan individu menjadi benteng pertama dalam menjaga moral dan perilaku. Islam melarang pacaran, perzinaan, dan segala bentuk hubungan non-mahram di luar pernikahan.


Selain itu, kontrol masyarakat dan peran negara sangat penting. Islam mendorong masyarakat untuk aktif mengingatkan dan mencegah kemungkaran, serta menanamkan nilai-nilai Islam sejak dini melalui sistem pendidikan berbasis akidah.


Negara pun memiliki peran strategis dalam membentuk kepribadian masyarakat. Dalam sistem Islam, negara wajib menerapkan sistem pergaulan yang sesuai syariat, menyediakan pendidikan berbasis nilai Islam, dan menegakkan hukum syariah secara kaffah (menyeluruh), termasuk pemberian sanksi tegas bagi pelaku kejahatan dan pelanggaran norma agama.


Penutup


Tragedi mutilasi di Mojokerto bukanlah sekadar kasus kriminal. Ia menjadi alarm keras bagi masyarakat akan bahaya gaya hidup bebas yang makin tak terkendali. Sudah saatnya kita mengevaluasi kembali nilai-nilai yang dipegang masyarakat hari ini—apakah benar membawa kebaikan, atau justru menyeret kita ke jurang kehancuran?

Posting Komentar

0 Komentar