Oleh: Murtini, SE
Gaya hidup hedonistik kian mengakar di tengah generasi muda. Kesenangan dunia dijadikan tujuan utama hidup, sementara nilai moral dan spiritual perlahan terpinggirkan. Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan gejala serius dari arah kehidupan yang dibentuk oleh sistem sekuler-kapitalistik.
Dalam sistem kapitalisme, kesuksesan diukur dari seberapa besar kepemilikan materi, popularitas, dan kemampuan menikmati hidup. Generasi muda diarahkan menjadi konsumen aktif, bukan insan berkarakter. Akibatnya, orientasi hidup bergeser dari makna dan tanggung jawab menuju kepuasan instan. Hedonisme pun dinormalisasi sebagai gaya hidup modern yang dianggap wajar, bahkan prestisius.
Pemuda sejatinya memiliki posisi strategis dalam menentukan arah masa depan bangsa. Sejarah mencatat, perubahan besar selalu dimotori oleh generasi muda yang memiliki idealisme, keberanian, dan visi hidup yang jelas. Namun realitas hari ini menunjukkan potensi tersebut justru banyak dibelokkan. Energi muda tidak diarahkan untuk membangun peradaban, melainkan dihabiskan dalam pusaran kesenangan semu.
Berbagai persoalan sosial yang menjerat pemuda menjadi bukti nyata. Maraknya pinjaman online, judi online, penyalahgunaan narkoba, serta pergaulan bebas menunjukkan bagaimana generasi muda dijadikan pasar empuk oleh kapitalisme. Alih-alih dilindungi, mereka justru dieksploitasi demi keuntungan ekonomi. Dalam kondisi ini, nilai-nilai Islam semakin terpinggirkan dari kehidupan generasi.
Perkembangan teknologi digital turut memperparah situasi. Internet dan media sosial yang seharusnya menjadi sarana edukasi dan dakwah, lebih dominan dipenuhi konten konsumtif dan hedonistik. Budaya flexing, pencarian validasi, serta standar kebahagiaan semu terus membanjiri ruang digital. Akibatnya, terbentuk generasi yang rapuh secara mental, individualistis, dan kehilangan arah hidup.
Islam sejatinya memiliki konsep yang jelas dan menyeluruh dalam membina generasi. Rasulullah ﷺ telah memberikan teladan nyata dalam mencetak pemuda berakidah kuat, berakhlak mulia, serta siap memikul tanggung jawab peradaban. Al-Qur’an menegaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang memiliki kewajiban amar makruf nahi mungkar (QS. Ali Imran: 110). Nilai-nilai inilah yang seharusnya menjadi fondasi pembentukan generasi.
Krisis generasi yang terjadi hari ini tidak bisa dipandang sebagai persoalan individu semata. Ini adalah masalah sistemik. Selama sistem sekuler-kapitalistik tetap menjadi landasan kehidupan, hedonisme akan terus diproduksi dan diwariskan. Solusi parsial seperti imbauan moral, kampanye motivasi, atau literasi digital tidak akan mampu menyentuh akar persoalan.
Menyelamatkan generasi membutuhkan perubahan mendasar. Kehidupan Islam harus dikembalikan sebagai landasan dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya. Islam bukan sekadar ajaran ritual, melainkan sistem hidup yang membentuk pola pikir dan perilaku manusia secara menyeluruh.
Dengan penerapan Islam secara kaffah, generasi akan dibina dengan akidah yang kokoh, visi hidup yang jelas, serta kepribadian yang tangguh. Inilah fondasi utama untuk menghentikan laju hedonisme yang menggerus masa depan generasi. Tanpa perubahan sistemik, bangsa ini akan terus kehilangan generasi terbaiknya, terseret arus kesenangan semu yang berujung pada kehancuran peradaban.


0 Komentar