Home

Temukan Informasi Terkini dan Terpercaya di PojokKota.com: Menyajikan Berita dari Sudut Pandang yang Berbeda, Menyajikan Berita Terkini Tanpa Basa-basi! www.pojokkota.com

DIALOGIKA MENANGKAL ISLAMOFOBIA



Pada Selasa sore, 14-2-2023, di samping kampus besar kota Surabaya dalam keadaan hujan deras, sekumpulan pemuda berkumpul untuk berdiskusi mengenai isu yang sedang hangat, yakni Islamofobia. Diskusi bertajuk khas Dialogika diadakan oleh Gerakan Mahasiswa (GEMA) Pembebasan kota Surabaya tersebut dihadiri oleh para pemantik Bung Kiki Hamdani, selaku Mensoshum BEM STAIL Kabinet Inklusif dan Bung Fajar Habibullah, selaku PW GEMA Pembebasan Jawa Timur 2015-2017. Diskusi yang diiringi oleh hujan deras tidak sampai menyurutkan semangat dari para peserta yang hadir untuk berdiskusi dan bertukar pikiran. Ada yang datang dari kampus Unair, STAIL, STIS SBI, dan juga dari UM Surabaya. 

Bung Kiki mengawali dengan menyampaikan Al-Quran Surat Muhammad Ayat 7 yang bermakna bahwa jika kaum muslim membantu agama Allah niscaya Allah akan membantu kaum muslim dan mengokohkan kekuatan mereka. Kemudian, Bung Kiki menyampaikan bahwa kita semua berkumpul di sini sebagai ekspresi kemarahan atas dibakarnya mushaf Al-Quran oleh politisi sayap kanan di Swedia. Hal itu merupakan ekspresi atas Islamophobia, yaitu ketakutan yang mendalam mengenai ajaran Islam. Islamofobia memang bukan fenomena yang baru, bahkan sejak Nabi masih hidup di tengah para Sahabat pun, telah ada penistaan Al-Quran, tetapi tidak sedikit pun mengurangi kesucian Al-Quran. Islamofobia terjadi sebab tersebarnya informasi yang negatif terhadap Islam. Pembakaran Al-Quran yang dilakukan oleh politikus Swedia itu bermotif protes terhadap Turki atas penolakan terhadap bergabungnya Swedia ke dalam NATO. Motif ini yang terlihat di layar umum. Adapun yang sebenarnya ialah Islamofobia akut yang menjangkiti negeri-negeri Skandinavia, lalu membabi buta melakukan serangan terhadap Islam. 

Akan tetapi, sebesar apapun makar yang mereka lakukan, makar Allah lebih dahsyat atas mereka. Dapat dilihat ketika Al-Quran dinistakan, maka muslim di segala penjuru dunia turut mengutuk atas kejadian itu, sehingga meski ribuan kali Al-Quran dinistakan maka tidak akan menurunkan kesuciannya dan setiap jiwa yang ada iman di hatinya akan mengekspresikan kemarahan atas penistaan yang terjadi, hingga pelaku dapat dihukum dengan hukum yang setimpal. 

Selanjutnya, Bung Fajar menyampaikan bahwa Islamofobia ini ialah hal yang alami ketika ada benturan peradaban, di mana pemikiran dari suatu peradaban lama bertemu dengan pemikiran dari peradaban yang baru. Terjadi proses yang panjang, baik proses penerimaan maupun resistensi. Jika penerimaan yang terjadi maka terjadi akulturasi yang menyebabkan bertambah kayanya suatu peradaban. Adapun, jika terjadi resistensi maka fobia inilah yang akan terjadi. 

Hal yang menjadi ironi ialah Islamofobia justru terjadi di negeri dengan muslim terbanyak. Tentu hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun, fobia muslim terhadap agamanya membuktikan bahwa terjadi proses penerimaan yang cacat dan ini merupakan hal yang harus diperbaiki. 

Islamofobia saat ini ada dua tipe; pertama fobia yang ada pada kaum non muslim, yaitu ketakutan sebab sampainya salah informasi seputar Islam kepada mereka sehingga mereka menolak Islam. Kedua, fobia yang menjangkiti kaum muslim sendiri berdampak ekspresi yang dilakukan berupa rekontekstualisasi ayat dan ajaran Islam. Ada juga upaya untuk memoderasi agama yang bertujuan mereduksi ajaran Islam, sehingga moderasi berhadapan dengan fiqh klasik. Sumber hukum Islam, yakni Al-Qurann, Hadits, Ijma’ Sahabat, dan Qiyas berhadapan vis a vis dengan piagam PBB. Demikian Islamofobia yang ada. 

Setelah para pemantik menyampaikan pemaparan, maka dibuka sesi diskusi. Saudara Ahmad Junaidi dari STAIL bertanya soal penyebab utama orang orang anti dengan Islam.

Dijawab oleh Bung Kiki, banyak faktor yang menjadi penyebab, baik faktor internal maupun eksternal. Tapi yang menjadi faktor terbesar, yakni dikuasainya media oleh orang kafir untuk memerangi Islam. 

Bung Fajar menambahkan, bahwa fobia ini di negeri muslim berbeda dengan di negeri kafir. Di negeri muslim, ada kegegaran peradaban dan juga kekhawatiran Islam dibenci sehingga direduksi. Adapun di negeri kafir, ada informasi yang salah terhadap Islam sehingga opini buruk terhadap Islam tumbuh subur. 

Berikutnya, Cak Wachid dari pemuda muslim Surabaya juga menanggapi bahwa fobia terhadap Islam ada sebab penggambaran yang buruk terhadap Islam, seperti penggambaran Islam yang barbar dan kuno, sehingga fobia ini tersulut oleh propaganda dan bersifat politis. 

Di akhir diskusi, para pemantik menyampaikan closing statement. Dimulai dari Bung Kiki, dengan mengulas surat Al-Isra’ ayat 21, disebut bahwa sedapat mungkin kebenaran disampaikan. Kebenaran harus tetap didakwahkan apapun keadaannya, sebab kemenangan itu harus disambut dengan peran dari kaum muslim, tidak boleh hanya berpangku tangan, sehingga pembelaan terhadap Islam harus terus digencarkan. 

Kemudian, Bung Fajar menyampaikan bahwa dengan adanya pemahaman yang benar maka perbuatan yang benar akan tercermin olehnya. Pemikiran sebagai dasar dari kehidupan yang membuat bagaimana manusia hidup harus diisi dengan pemikiran yang benar. Suatu perbuatan itu baik atau tidak, akan sesuai dengan pemikiran yang diisi sebelumnya. 

Setelah closing statement, para pemantik dan peserta berfoto bersama untuk mengabadikan momen pertemuan dan diskusi yang dilakukan. [Akbar] 






Posting Komentar

0 Komentar